Jumat, 18 Februari 2011

Anjing Pavlov-Media

Terkadang, kita mengaitkan suatu hal dengan hal lain secara unik. Orang lain mungkin menganggapnya irasional, aneh, tapi bagi kita, keterkaitan yang terbangun begitu rasional dan biasa.

Seperti anjing percobaan Pavlov, yang mengaitkan antara bunyi bel dan makanan. Anjing malang ini, sebelum dihidangkan makanan selalu diperdengarkan suara bel. Maka, anjing ini pun belajar bahwa bunyi bel berkaitan dengan makanan. Tak heran, jika suatu saat si anjing mendengar bunyi bel, air liurnya menetes duluan, bahkan ketika tiada makanan setelahnya.

Manusia pun demikian. Ada manusia-manusia kritis yang walaupun dipaparkan pada "bel-makanan", akan selalu membuka diri terhadap kemungkinan lain. Tetapi ada juga manusia-manusia "simple-minded" yang walaupun baru dipaparkan sekali pada "bel-makanan" akan menganggap bahwa bel dan makanan merupakan sesuatu yang pasti berkaitan.

Jika kita mencermati media -terutama televisi - belakangan ini, tampaknya ada yang sedang berperan menjadi Pavlov-Pavlov baru. Yang menjadi bel adalah ormas Islam tertentu. Yang menjadi makanan adalah tindakan kekerasan, intoleransi beragama. Sedangkan yang menjadi anjingnya, kita semua, para pemirsa.

Lewat acara berita, opini publik, dan diskusi yang kerap ditayangkan, Pavlov-media ini secara konsisten menyandingkan ormas Islam tertentu (dan mungkin Islam secara umum) dengan tindakan kekerasan dan intoleransi beragama. Lihatlah bagaimana media memberitakan kejadian di Cikeusik secara tidak berimbang. Atau bagaimana media mempertunjukkan kerusuhan Temanggung tanpa mengupas sebab musababnya. Dan masih jelas dalam ingatan saya bagaimana media begitu berpihak pada gereja HKBP di Bekasi, padahal mereka lah provokator sesungguhnya.

Tak perlu menggunakan teori hipnosis, psikologi kognitif, atau teori rumit lainnya, dengan teori behaviorist pun kita bisa melihat begitu tendensiusnya media. "Ormas Islam - tindakan kekerasan" terus menerus bergema sehingga terkadang yang terdengar hanyalah "Islam - kekerasan." Persis seperti bunyi bel dan hadirnya makanan.

Maka kitapun melihat ada manusia-manusia kritis terhadap percobaan ini. Manusia-manusia yang tak puas dengan tayangan televisi, dan mencari pemberitaan berimbang di internet.

Kita juga melihat manusia-manusia "simple minded" yang karena dipaparkan berita-berita tersebut terus menerus, mulai menganggap bahwa ormas Islam tertentu memang berkaitan dengan tindakan kekerasan.

Yang menarik, kita juga melihat anjing-anjing Pavlov-media, yang tidak hanya meneteskan air liur ketika mendengar bel. Tetapi bahkan mengajak anjing-anjing lain percaya bahwa suara bel itu pasti berkaitan dengan makanan. Anjing-anjing ini selalu mengkampanyekan bahwa ormas Islam tertentu selalu melakukan kekerasan. Bahkan pada saat tertentu, anjing-anjing ini berkampanye bahwa Islam adalah agama kekerasan, karena itu kita perlu mengubah dan menafsir ulang ayat-ayat dalam Al Qur'an.

Kalian tahu siapa anjing-anjing Pavlov-media itu? Mengutip julukan yang diberikan Indra J. Piliang dalam twitternya, anjing-anjing itu adalah JIL #SalahArah.


Depok, 15 Februari 2011
02:20 WIB
Share: