Ada perasaan begitu berat ketika Rasulullah saw. diperintahkan hijrah oleh Allah. Itu berarti, beliau harus meninggalkan semua kemapanan, kebiasaan, dan suasana yang selama ini beliau hadapi di Mekah. Meninggalkan itu semua untuk menghadapi berbagai ketidakpastian yang akan ia temui di negeri barunya, Yatsrib.
Tapi perasaan ini beliau anggap ringan karena 2 hal. Pertama, perintah ini berasal langsung dari Allah. Ringan ataupun berat, jika perintahnya langsung dari Allah, tentu tak masalah, karena Allah yang Maha Mengetahui, pasti tak akan membebani seorang melebihi kemampuannya.
Hal yang kedua, beliau memulai hijrah dari negeri yang sudah tidak kondusif lagi untuk perkembangan dakwah. Menuju ke negeri dimana sudah ada orang-orang yang menjamin keselamatan dan keamanannya. Hal ini tentu menghadirkan optimisme bagi Rasulullah saw. Optimisme itupun terbukti, bahkan mungkin diluar perkiraan beliau. Para penjamin dari kaum Anshar ternyata telah berdakwah di negerinya, sehingga ketika Sang Nabi saw. tiba, sambutannya pun luar biasa.
Saya tidak bisa bilang, bahwa saya mengalami situasi yang sama dengan Rasulullah saw. Saya disini hanya ingin berbagi pembelajaran, bahwa optimisme dan keyakinan kepada Allah, merupakan modal dasar yang harus dimiliki orang yang berhijrah, menghadapi situasi baru yang penuh kemungkinan. Termasuk hijrahnya saya dari multiply ke penjelajahsemesta.blogspot.com ini.