Pena itu berhenti bicara, karena pemiliknya dalam bencana...Bukan... Bukan fisiknya yang terluka. Tapi jiwanya meronta-ronta, ditarik dari 2 sisi berbeda.
Pena itu mengerti, bahwa apa yang dia ucapkan seharusnya menjadi pelajaran bagi dunia. Bukan omong kosong belaka. Dan dia tahu bahwa jiwa yang mendua, menghasilkan sia-sia.
Tapi pena itu tersenyum, karena dari musibah akan lahir hikmah. Akan tiba saat baginya memberi arti lagi pada semesta.
Tangerang, 1 Juli 2008
01:39 WIB
maksudnya apa sih , man?
BalasHapusbahasa nya tinggi banget nih.. ck ck. sindrom gunung tinggi nih..;)
BalasHapusPa kabar man?
BalasHapusBaru OL lagi...
Itu curhat colongan Ndra. Hehe...
BalasHapusTerus sekarang juga bekerja di ketinggian. Makin jadi deh. Hehe...
BalasHapusAlhamdulillah bi khair Jar. Iya nih. Gue dsini jarang OL...
BalasHapuscurhatan colongan yang sangat menginspirasi dan membuatku ingat pada beberapa hal penting yang terlupakan. makasih ya.
BalasHapus@dian:
BalasHapusSama2.Smoga bmanfaat..
n_n
BalasHapussaat menulis, menulislah dengan jujur. itukah maksudnya? ^__^
BalasHapus@hannakhaliddiyyah:
BalasHapusSalah satunya itu..
cuma salah satu ya??
BalasHapushmm, yg lain apa ya?
*mikir dulu
@hannakhaliddiyyah:
BalasHapusSelamat berpikir.. :)