JURNAL PERJALANAN SEMERU
Tim- Iman (Ketua Tim)
- Khemal
- Farhan (Scout)
- Fithri (Administrasi dan Informasi)
- Lintang (Keuangan)
- Lisa
- Desmi (Komandan Dapur)
- Arbi
- Yana
- Anne
- Marina
- Heri
- Bagus
Rencana Perjalanan- Hari Pertama (18 Agustus 2007)
10:00 WIB à kumpul di Stasiun Senen
14:00 WIB à kereta berangkat menuju Malang
- Hari Kedua (19 Agustus 2007)
10:00 WIB à sampe Malang, langsung berangkat ke Tumpang
12:00 WIB à sampe Tumpang
1. Alternatif pertama: nginep di tempat Mas Rizal
2. Alternatif kedua: langsung ngecamp di Ranupane
- Hari Ketiga (20 Agustus 2007)
1. Alternatif pertama: berangkat ke Ranupane naek truk ba’da Subuh, langsung jalan ke Ranukumbolo
2. Alternatif kedua:
08:00 WIB à berangkat dari Ranupane
12:00 – 13:00 WIB à di Ranukumbolo
17:00 WIB à di Kalimati/Arcopodo
Semua tergantung kondisi, stamina, dan mental
- Hari Keempat (21 Agustus 2007)
02:00 WIB à perjalanan menuju Mahameru
06:00 WIB à di Puncak Mahameru
10:00 WIB à di Ranukumbolo lagi
1. Alternatif pertama: Ngecamp di Ranukumbolo
2. Alternatif kedua: Langsung turun ke Tumpang/Malang, cari tempat buat nginep.
- Hari Kelima (22 Agustus 2007)
1. Alternatif pertama: Turun ke Tumpang/Malang, cari tempat buat nginep à dan seterusnya.
2. Alternatif kedua: 13:00 WIB à balik ke Depok naik kereta.
3. Alternatif ketiga: Ke Bandung
- Hari Keenam (23 Agustus 2007)
1. Alternatif pertama: Balik ke Depok
2. Alternatif kedua: Udah di Depok
3. Alternatif ketiga: Ke Situ Lembang, Bandung
Estimasi BiayaMinta datanya ke Fithri or Lintang
Catatan PerjalananH -1
08:00 WIB à Berangkat ke Stasiun Senen, janjian ama Fithri beli tiket kereta.
09:30 WIB à Lintang nelpon, mengabarkan mereka masih di Depok, dan mereka menyanggupi untuk beli tiketnya sendiri. Gue terpaksa langsung ke Depok.
13:15 WIB à Tiba di tempat LQ, LQ lebih lama dari biasa.
17:lewat WIB à Ketemu Fithri dan Lisa di halte stasiun UI, ngambil tenda.
21:00 WIB à Nyampe rumah, packing, nonton Gie di Trans, lumayan buat trigger perenungan.
H1
02:00 WIB à Baru tidur, abis packing n nonton Gie.
09:30 WIB à Berangkat dari rumah
12:00 WIB à Nyampe stasiun Senen
13:00 WIB àSholat Zuhur dan Ashar di jama takdim
14:00 WIB à Take off dari stasiun Senen menuju Malang
“Di kereta rame banget. Banyak barang yang dititipin untuk dijual, mulai dari senter portable sampe piano-pianoan”“Iseng-iseng membuat catatan watak dan tingkah laku, gaya-gaya novelis gitu. Tapi mungkin dibutuhkan waktu yang lama untuk membuatnya secara komphrehensif”“Daftar Penjual: makanan, minuman, mainan anak-anak, alat pijat, majalah, buku, obeng+gunting+alat-alat lain, peralatan manicure, gantungan kunci, boneka, bantal tiup, es campur, roti, buah-buahan, rujak, sendal, topi rajut, pengamen dangdutan yang menyebalkan, penyewaan bantal, radio saku, baju batik, tikar, koran, pulpen, dan lain-lain”
“Stasiun-stasiun yang berhenti lama: Cirebon, Tegal, Semarang, dan Madiun”21:50 WIB à
Perasaan itu datang kembali…
perasaan tak berdaya.
Possesif, padahal tak memiliki.
Berharap, padahal belum saatnya untuk mewujudkan harapan.
Ingin berlari menjauh, padahal tak ada alasan untuk itu.
Yang jelas, harapan itu telah tumbuh,
perasaan itu telah lahir,
dan merupakan sebuah kejahatan besar jika aku membunuhnya terlalu dini…
Entahlah…
22:30 WIB à Tayamum, karena air di WC kereta gak layak untuk wudhu, kemudian sholat maghrib dan isya di jama takhir, sambil duduk di bangku kereta.
“Memanfaatkan kemudahan dalam menjalankan syariat Islam seperti ini membuat gue heran dan bertanya-tanya, kenapa masih ada orang yang merasa berat dan enggan menjalankan ibadah. Padahal Allah telah berbaik hati, Menganugerahkan kita iman, padahal segala kenikmatan yang Ia Berikan tidak akan sanggup kita bayar pun jika kita mencurahkan seluruh hidup kita hanya untuk beribadah, padahal Allah akan Membeli itu semua dengan surga dan ridhoNya meski segala sesuatu sebenarnya adalah milikNya. ‘Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?’ (QS. Ar Rahman: 13).”
H2
02:00 WIB à
“Dah lama banget gak merasakan petualangan seperti ini. Perasaan yang menyenangkan karena dalam perjalanan ini ada tujuan yang jelas, target-target jangka pendek yang dapat cepat dilihat hasilnya, dan yang penting, perasaan memiliki rumah tempat kembali, tempat memulai dari awal, bukan tempat tujuan memang, tapi sesuatu yang bisa dijadikan jaminan apapun hasil perjalanan ini nanti…”
“Semua orang udah tidur. Tinggal gue sendiri ditinggal ke alam mimpi. Insomnia Psikologis ini kambuh lagi, tapi senang karena inspirasi berdatangan kembali”
“Penjelajahan ini ternyata bukan hanya berhadapan dengan alam yang mati, tapi berhadapan dengan budaya, orang-orang, dan teman perjalanan. Karena itu penjelajahan ini menjadi menyenangkan, entah nanti jika kita semua sudah tiba di Kalimati”
“Salah satu yang membedakan manusia dengan makhluk hidup lainnya adalah kemampuan manusia dalam mengolah informasi. Membuat, mengkodifikasi, menyalurkan, dan mengambil kesimpulan untuk dijadikan pelajaran. Itulah sebabnya revolusi peradaban manusia selalu dimulai dengan ditemukannya sebuah cara baru untuk berkomunikasi.
Menulis adalah bagian dari itu semua. Gue disini mencoba untuk melahirkan sebuah revolusi, setidaknya bagi diri gue sendiri, sehingga perjalanan-perjalanan yang nanti gue lakukan tidak hanya bisa dinikmati oleh diri gue sendiri tapi bisa dinikmati dan diambil pelajarannya oleh orang lain.
Jika hanya mengandalkan memori seperti selama ini, mungkin banyak hal-hal yang akan hilang, perasaan yang terlupakan, dan pemikiran yang kembali pulang ke dunia ide. Entah berapa banyak yang selama ini terbuang sia-sia, padahal ide dan kreativitas adalah sesuatu yang tak ternilai harganya.
Untuk itu, mulai saat ini gue ber-azzam untuk mendokumentasikan penjelajahan-penjelajahan gue. Dan seperti sebuah kutipan dari Illahi, jika kamu telah ber-azzam, maka bertawakallah kepada Allah”
“Dieksposs dalam stimulus yang inspirasional seperti ini membuat banyak pikiran-pikiran lama kembali berdatangan, rasa-rasa yang terlupakan kembali bermunculan, dan slogan hidup ‘Kembali ke masa lalu dengan perspektif baru’ menjadi hal yang tidak lagi mustahil untuk diwujudkan”
“Jadi inget materi LQ kemarin. Walaupun gue harus mengorbankan pelajaran hadits gue, tapi ternyata kompensasinya cukup sepadan. Tiap pertemuan, beliau selalu membuka perspektif baru, melihat segala sesuatu dari perpektif pergerakan, sehingga ghiroh ini selalu terbangkitkan secara rutin. Dan gue nggak akan heran jika suatu saat nanti ini akan meledak dalam sebuah momentum dakwah yang dahsyat, setidaknya buat diri gue sendiri”
(nb: yap, ini menjadi salah satu cita-cita atau mimpi, suatu saat dalam hidup gue, mengikuti dua orang pendahulu yang begitu berjasa dalam membuka perspektif keimanan ini, menjelajah ke tempat yang jauh disana hanya untuk satu tujuan, berdakwah)
03:00 WIB à Tiba di Madiun, menikmati nasi pecel Madiun yang penuh kenangan dan mengenyangkan
07:30 WIB à Sampe Malang, langsung bersih-bersih dan melanjutkan perjalanan
“Entah kenapa gue suka banget ama kota ini, bahkan sejak pertama menginjakkan kaki disini. Entahlah, mungkin karena kesejukannya, mungkin karena keramahan penduduknya, atau mungkin karena pengalaman pertama yang tak terlupakan ketika diri ini disambut oleh keindahannya”
Tadinya mau naek angkot sampe Arjosari, tapi ternyata angkotnya menyanggupi langsung ke Tumpang dengan biaya yang kurang lebih sama. Akhirnya kami memutuskan untuk mencarter angkot ini. Lumayan daripada susah-susah naek-turunin ransel-ransel yang berat dan segede-gede gaban.
Ternyata 13 orang plus ransel-ransel gak cukup ditampung oleh angkot ini, sehingga kamipun harus duduk berdesak-desakkan. Padahal kami belum istirahat semenjak turun dari kereta, untungnya perjalanan ini gak terlalu lama. Yah kurang lebih 1 jam. Semoga kami bisa bertahan.
08:30 à Sampe Tumpang
Kami memutuskan untuk mengunjungi rumah Mas Rizal terlebih dahulu. Selain untuk istirahat dan bersih-bersih, itung-itung membangun tali silaturahim yang ternyata sangat membantu untuk ke depannya.
Rumahnya sangat strategis, dekat dari jalan utama dan terletak persis di belakang pasar Tumpang, menjadi tempat persinggahan banyak orang yang hendak ke Semeru. Sehingga tak heran jika musim pendakian tiba, Mas Rizal akan sangat sibuk melayani tamu-tamu yang datang tanpa mengharapkan imbalan sedikitpun. Mungkin Mas Rizal dan keluarga adalah sampel yang tepat dalam merepresentasikan penduduk Malang yang ramah dan menyenangkan.
Disini kami mendiskusikan rencana perjalanan bareng Mas Rizal. Bahkan tanpa ditanya terlebih dahulu, Mas Rizal menawarkan kami untuk menginap terlebih dahulu dan melanjutkan perjalanan subuh esok. Tapi akhirnya alternatif kedua dari rencana perjalananlah yang kami ambil. Kami akan langsung ke Ranupane, dan mungkin nge-camp nggak jauh dari sana.
11:30 WIB à Naik Jeep, berangkat ke Ranupane
Naik Jeep terbuka seperti ini memang selalu menjadi hal yang mengasyikan. Bahkan walau beberapa orang dalam tim ini pernah merasakan petualangan yang sama, tapi hal ini tetap menyenangkan. Tapi belum sempat kami menikmati keindahan alam kaki gunung Semeru, kami harus turun dan melakukan registerasi di pos pendakian yang baru.
Disini ternyata kami lupa membawa fotokopi KTP yang sebelumnya telah disiapkan di rumah Mas Rizal. Beberapa orang dari kami akhirnya turun lagi ke Pasar Tumpang untuk mengambil fotokopi KTP yang tertinggal, sedangkan sebagian memilih menunggu di pos pendakian untuk sholat dan melihat-lihat.
Setelah registerasi dan sholat, kami melanjutkan perjalanan. Berpetualang di jeep terbuka, menikmati hembusan angin Malang yang dingin, melihat kebun, rumah, dan hutan, menghindari cabang pohon yang terkadang menjulur ke jalan, bercanda dan tertawa bersama teman-teman, benar-benar hal yang tidak akan terlupakan.
Kami berhenti sebentar di Bantengan. Melihat jalur yang menghubungkan Semeru dengan Bromo. Melihat padang pasir dan stepa yang membuat kami tak henti-hentinya bertasbih. Melihat Bromo dari jauh, walaupun agak kurang jelas karena cuaca yang sedikit berkabut. Setelah berfoto kamipun melanjutkan perjalanan.
15:30 WIB à Sampe Ranupane
Disini kami harus melakukan registerasi ulang dan mengisi “buku tamu” pendakian. Kami juga nge-pack ulang barang bawaan kami, mendistribusikan beban supaya lebih merata, dan mempersiapkan diri untuk berjalan. Karena pendaki tidak lagi diperbolehkan naik setelah jam 5 sore, kami pun bergegas dan melakukan perjalanan.
Di simpang jalan jalur pendakian, Iman membuka perjalanan ini dengan doa, sedikit tausiyah, dan briefing singkat tentang mekanisme perjalanan. Ikhwannya dibagi 2 kelompok, berjalan di paling depan dan paling belakang, sedangkan akhwatnya berjalan diantara 2 kelompok ikhwan tersebut. Yap, petualangan sesungguhnya kini dimulai.
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal” (QS. Ali Imran: 190)
“Entah kenapa gue suka banget potongan ayat Al Quran ini. Entah sudah berapa kali gue membacanya, entah sudah berapa kali gue membedah isinya, dan entah berapa kali gue memaknai serta meresapi isinya, tapi tetep, gue selalu tergetar ketika ayat ini dibacakan. Terkadang gue menangis, terkadang gue berpikir. Yap, ayat ini benar-benar merefleksikan jiwa petualang gue, jiwa yang selalu haus akan keindahan alam, keunikan makhluk yang bernama manusia, keingintahuan akan sejarah dan perputaran waktu, yang kesemuanya itu selalu gue temukan ayat-ayat baru, tanda-tanda kekuasaan Allah yang nggak akan ada habisnya. Entahlah, mudah-mudahan gue termasuk orang yang dimaksudkan dalam ayat ini. Mudah-mudahan…”
17:30 WIB à Sampe pos 1
Ternyata ada beberapa perubahan di Semeru. Disini mulai dibangun shelter-shelter seperti gunung Gede di beberapa tempat. Dan shelter pertama ini masih terlihat bagus dan cocok sekali untuk camp kami. Mengingat hari sudah sore dan hampir gelap, ditambah kondisi kami yang belum istirahat semenjak dari kereta, walaupun kami masih terlihat segar dan sanggup melanjutkan perjalanan, akhirnya Iman memutuskan untuk nge-camp di pos 1 ini.
Di pos ini kami bertemu teman Farhan dari Bandung. Tadinya kami bermaksud meminjam tenda mereka, tapi ternyata Heri membawa tenda tambahan yang belum dikoordinasikan, akhirnya tidak jadi. Tapi kami mendapat suplai logistik dari mereka, ditambah, Farhan meminjam beberapa peralatan yang dibutuhkannya.
Kami bekerja sama dalam membangun camp pertama ini. Ada yang mendirikan tenda, ada yang memasak, dan ada pula yang membuat api unggun. Walaupun tidak dikoordinasikan, tapi ternyata semua orang cukup paham dengan apa yang harus dilakukannya. Sebuah langkah awal yang bagus untuk kedepannya.
Setelah sholat, kami makan bersama. Diterangi cahaya api unggun, lilin, dan senter, kami makan nasi, mie goreng, dan potongan sosis kecil-kecil. Ini merupakan makanan pertama kami yang kami masak sendiri, dan makanan pertama yang kami nikmati bersama di alam terbuka. Rasanya mungkin tidak seenak makanan yang di jual di warung dan restoran, tapi kebersamaanlah yang membuat kami merasa begitu nikmat menyantapnya.
Setelah makan dan beres-beres, kami tidur di tenda yang telah dipersiapkan. Udara sepertinya belum terlalu dingin, bahkan cenderung hangat dan bersahabat. Mungkin akibat makanan yang kami santap dan panas tubuh setelah berjalan tadi. Entah nanti jika kami sudah terlelap. Yang pasti subuh nanti pasti akan jauh lebih dingin dibandingkan yang sekarang kami rasakan.
“Akhirnya kesampaian juga tidur lagi di dalam tenda. Setelah lama vakum, penjelajahan alam dalam hidup gue dimulai lagi. Meninggalkan empuknya kasur, bantal, dan guling, diganti dengan matras, sleeping bag, dan bantal tiup, memang meninggalkan kesan tersendiri. Ada kenyamanan yang berbeda. Memasrahkan diri pada Illahi di tengah alam ini, membuat doa sebelum tidur gue menjadi lebih berarti: ‘Dengan namaMu ya Allah aku hidup, dan dengan namaMu pula aku mati’”
H3
Bersambung...