Itulah bunyi sms dari seorang saudariku ketika dia menyaksikan seseorang yang bersyahadat dan menyatakan diri sebagai seorang muslim. Saudariku terharu menyaksikan pemandangan indah yang jarang dilihatnya ini.
Kurasa memang sudah sepantasnya dia terharu, karena hidayah adalah sesuatu yang besar dan mengguncangkan hati, mengubah paradigma, berujung pada perbaikan perilaku. Hidayah juga merupakan bentuk mutlak dari Kehendak Allah, karena tidak ada seorangpun yang mampu memberikan hidayah, bahkan untuk seorang Muhammad sekalipun. Hingga Alan temanku, mengemukakan pendapatnya tentang hal ini, yang cukup membuatku terkejut.
“Menurut gue nggak ada yang istimewa ketika menyaksikan orang bersyahadat masuk Islam Man.”, seperti biasa Alan membuka diskusi ini dengan sesuatu yang mengejutkan.
“Nggak ada yang istimewa bagaimana Lan? Menurut gue justru momen spesial banget niy, menyaksikan Kehendak Allah secara langsung dan nyata.”
“Ya emang Kehendak Allah. Tapi khan segala sesuatu di dunia ini juga Kehendak Allah Man. Terus emang kalo orang itu udah masuk Islam akan menjamin dia bahagia selama-lamanya kayak di film-film. Enggak khan?”
Aku yang sudah tahu gelagat Alan jika ingin mengemukakan sesuatu, diam dan menunggu. Karena aku yakin pertanyaan tadi cuma retoris belaka.
“Gini Man. Jika diibaratkan Islam itu sebagai kota Jakarta, maka orang yang baru mendapat hidayah dan masuk Islam itu seperti orang yang baru masuk kota Jakarta dan disambut oleh patung selamat datang. Menurut lo apa istimewanya coba, ngeliat imigran Jakarta?”
“…”
“Yang istimewa buat gue justru ketika mereka telah turut andil dalam membangun Jakarta ini. Mereka tidak menambah jumlah populasi pencopet, perampok, penipu, dan penjahat lainnya di ibukota ini.”
“Begitu juga dalam Islam, Man. Banyak banget orang yang ngaku muslim, tapi kelakuannya jauh banget dengan jalan yang digariskan Allah. Mereka udah bersyahadat, tapi masih menuhankan uang dan kekuasaan. Mereka udah sholat, tapi tetap melakukan perbuatan keji dan kemungkaran. Mereka juga puasa, tapi tetep gak bisa nahan diri terhadap godaan dunia. Mereka-mereka itu orang yang udah dapet hidayah dari dulu Man. Bahkan kebanyakan Islam turunan. Terus menurut lo apa istimewanya orang yang baru masuk Islam?”
“Potensi…”, aku menjawab ragu.
“Mereka juga berpotensi untuk menjadi penjahat muslim Man, menjadi seorang munafik. Inget ucapan seorang ulama gak yang berkata bahwa cahaya Islam saat ini ditutupi oleh para pemeluknya sendiri? Lagipula keimanan orang-orang yang baru mendapat hidayah juga belum kuat dan justru potensi untuk kehilangan hidayahnya lebih besar. Kembali merengkuh kekafiran. Terus menurut lo apa istimewanya orang yang baru masuk Islam?”
Aku mengangkat bahu. Kupikir kali ini bukan pertanyaan retoris dari Alan sang orator.
“Nggak ada khan! Nggak ada yang istimewa dari orang yang baru memasuki pintu gerbang perjuangan. Nggak ada yang istimewa dari imigran yang disambut oleh patung selamat datang. Yang istimewa justru ngeliat orang-orang yang telah lama berjuang dan menghasilkan sesuatu untuk Islam ini. Merekalah orang-orang yang patut kita istimewakan. Perjuangan merekalah yang seharusnya membuat kita terharu Man!”
Alan menarik nafas panjang. Semangat dan pemikirannya benar-benar membuatku tak bisa berkata apa-apa. Aku menanti kelanjutan pencerahannya.
“Tapi ada sesuatu yang istimewa yang pasti akan membuat lo terharu Man. Bahkan saudari lo itu pasti bakal nangis beneran.”
“Apaan Lan?”, aku penasaran.
“Yaitu menyaksikan orang yang ber-‘syahadat’ ketika mereka menyempurnakan setengah agamanya. Gue yakin lo dan saudari lo pasti terharu. Apalagi kalau kalian mengalaminya sendiri”
“Haha…dasar si Alan”
“…Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka dialah yang mendapat petunjuk; dan barangsiapa yang disesatkan-Nya, maka kamu tidak akan mendapatkan seorang pemimpinpun yang dapat memberi petunjuk kepadanya.” (QS. 18:17)
“Orang-orang Arab Badui itu berkata: "Kami telah beriman". Katakanlah: "Kamu belum beriman, tapi katakanlah 'kami telah tunduk', karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu; dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia tidak akan mengurangi sedikitpun pahala amalanmu; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."”(QS. 49:14)
Tangerang, 21 Mei 2008
15:16 WIB
Inspired by ukhti yang sedang mudah terharu dan Temanku KhayAlan