Pernahkah anda datang ke suatu tempat yang berbau tidak sedap? Tempat Pembuangan Akhir, perumahan di pinggir kali yang berpolusi, jalan yang penuh dengan asap. Pada awalnya mungkin bau-bauan itu sangat mengganggu kita, tapi cobalah bertahan untuk beberapa lama dan abaikan, maka lama kelamaan bau-bauan itupun tidak akan mengganggu kita lagi seperti sebelumnya.
Lalu pernahkan anda datang ke suatu tempat yang sangat bising? Pinggiran rel kereta pada jam padat, pinggiran jalan raya, lokasi di pinggir pabrik. Pada awalnya mungkin suara bising itu sangat mengganggu kita, tapi cobalah bertahan untuk beberapa lama dan abaikan suara bising tersebut, maka lama-kelamaan suara bising itupun tidak akan mengganggu kita lagi seperti sebelumnya.
Atau pernahkah anda ke tempat yang dingin? Tempat panas? Tempat apapun yang mengganggu panca indera kita. Pada awalnya mungkin bau, bising, dingin, panas, dsb itu sangat mengganggu kita, tapi lama-kelamaan semua gangguan panca indera tersebut tidak lagi mengganggu seperti sebelumnya. Hal tersebut disebabkan karena sebagai manusia kita dilengkapi oleh suatu mekanisme pertahanan diri yang bernama adaptasi.
Tanpa adaptasi, mungkin kita akan musnah di tengah perubahan iklim yang semakin terasa panas saat ini. Tanpa adaptasi kita mungkin akan terus menerus hidup di bawah tekanan (stress) menghadapi polusi, bising, bau, dan segala hal yang mengganggu panca indera kita. Tanpa adaptasi, kita tidak akan bisa hidup nyaman.
Adaptasi yang kita lakukan ternyata tidak hanya dilakukan oleh tubuh kita. Adaptasi juga dilakukan oleh pikiran dan perasaan kita. Di tataran kognitif (pikiran), adaptasi kerapkali kita lakukan jika kita dihadapkan pada informasi yang saling bertentangan. Jika informasi baru yang kita dapatkan tidak sesuai dengan informasi lama yang tersimpan dalam memori kita, maka otak kita akan melakukan adaptasi atau penyesuaian informasi. Adaptasi ini bisa berupa menghapus memori lama, menolak memori (berupa informasi) baru karena tidak sesuai dengan memori (informasi) lama, ataupun melakukan penyesuaian terhadap kedua informasi (memori lama dan memori baru) tersebut, sehingga pertentangan yang ada dapat dihilangkan.
Dalam tataran afektif (perasaan), manusia beradaptasi dengan segala macam perasaan yang setiap saat dapat berubah. Bahkan perubahan di tataran afektif ini jauh lebih tak menentu dibandingkan perubahan di tataran fisik maupun kognitif. Tak heran jika diperlukan mekanisme adaptasi yang jauh lebih canggih dibandingkan adaptasi di tataran lain.
Sebagai contoh, mungkin ada diantara kita yang pernah mengalami kesedihan dan kegembiraan sekaligus dalam suatu waktu. Kedua perasaan ini dapat kita rasakan tanpa harus mengalami kebingungan ataupun informasi rasa yang tercampur. Di satu sisi kita merasa sedih, tetapi di sisi lain kita juga tetap merasakan kegembiraan.
Tetapi ternyata adaptasi juga memiliki sisi lain yang harus kita waspadai. Adaptasi akan mengurangi tingkat kepekaan kita terhadap stilmulus yang kita adaptasi. Dalam tataran fisik, jika kita terus menerus dihadapkan pada stimulus bau-bauan tak sedap, maka lama-kelamaan kepekaan kita terhadap bau-bauan akan berkurang. Jika kita terus-menerus dihadapkan pada stimulus bising maka bukan tidak mungkin jika lama-kelamaan kita mengalami gangguan pendengaran. Berkurangnya tingkat kepekaan di tataran kognitif dan afektif juga hampir sama, dengan akibat yang jauh lebih berbahaya.
Yap, sangat berbahaya karena pada tataran kognitif dan afektiflah seorang manusia menjalani kehidupannya sebagai manusia, makhluk yang lebih baik dari binatang dan tumbuhan yang hanya hidup pada tataran fisik. Sehingga di tataran kognitif dan afektif inilah seorang manusia menentukan kualitas dirinya, apakah lebih baik dari binatang dan tumbuhan, ataukah jauh lebih sesat dari binatang ternak.
Manusia dilahirkan dalam keadaan suci, fitrahnya adalah kebaikan. Tetapi seorang manusia yang mendapat asupan berupa pikiran dan perasaan negatif, lama kelamaan akan beradaptasi dengan hal-hal negatif tersebut. Tak heran jika kemudian manusia yang dilahirkan suci yang berada di lingkungan jahat akan menjadi jahat pula.
Tetapi bahkan seseorang yang mendapat pendidikan kebaikan yang rutin dalam hidupnya, sibuk dalam mengajak kepada kebaikan dan melarang kepada kejahatan, dapat terjebak dalam perangkap adaptasi ini. Pikiran dan perasaannya yang bersih, jika setiap hari dibombardir oleh informasi negatif yang ia dapatkan dari lingkungan, televisi, koran, dan media lainnya, lama kelamaan akan terkotori.
Mungkin pada awalnya ia menganggap informasi-informasi negatif tersebut adalah sebuah kenyataan, sebuah realita kehidupan. Kemudian ia menganggap hal tersebut sebagai sebuah kewajaran dalam konteks tertentu. Lalu ia akan memperluas konteks ruang dan waktu, sehingga hal negatif yang walaupun pada satu sisi masih dihindarinya, tetapi pada sisi lain ia menganggapnya wajar terjadi pada orang lain. Setelah itu jika ia juga terjebak dalam konteks ruang dan waktu yang memungkinkannya untuk melakukan hal negatif tersebut, maka iapun melakukannya dengan 1001 macam alasan dan pembenaran, entah alasan darurat, alasan jaman yang menuntut perubahan, alasan modernisasi, dan sebagainya.
Setelah itu dapat ditebak. Orang yang melakukan hal-hal yang bertentangan dengan prinsipnya, akan melakukan perubahan pada prinsip awal yang ia pegang, baik ia sadari maupun tidak. Hal ini disebabkan karena kepekaannya terhadap hal-hal kecil yang bertentangan dengan prinsipnya, menjadi berkurang. Jika ini terjadi terus menerus bukan tidak mungkin jika lama kelamaan ia akan mengalami gangguan pada “alat indera” prinsipnya.
“Mereka tuli, bisu dan buta, maka tidaklah mereka akan kembali (ke jalan yang benar).” (QS. 2:18)
“Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada.” (QS. 22:46)
Tangerang, 6 Mei 2008
07:41 WIB
fenomena menarik...
BalasHapusfaktual
nyata
sekaligus mengerikan
hanya ALLAHlah yang memilih...
dan memelihara...
orang-orang yang yang dipilihNya...
lantas apakah kita termasuk orang-orang pilihan itu???
nb: salam kenal (assalamualaikum warahmatullah....) sangat menginspirasi mas!!!
1. backgroundnya bikin pusing nih Man
BalasHapus2. Kayaknya tulisan loe bagus cuman karena backgroudnya dah buat gw pusing jadi belum baca
3. tumben judulnya gak terlalu puitis, tapi karena backgroundnya bikin pusing jadi belum gw baca
4.......
tumben iman pekaaaa!! piss kakak kotaaak!!! hahahahahaha
BalasHapusOk...untuk sementara backgroundnnya gue ganti dengan yang lebih simpel tapi mudah kebaca.
BalasHapusKalo ada waktu ntar gue modif...
haha...udah lama gak denger sebutan kakak kotak...
BalasHapusmakasih udah ngingetin ya..
BalasHapuspikiran, perasaan, dan kalbu itu letaknya di otak bukan, sih?
tapi kalau di Quran disebut-sebut di dada? uhh..
*digampar*
dasar manusia serba terbatas, huehe..
@dian:
BalasHapusWuih maen gampar aja.Nanti kmampuan bpikirnya makin trbatas tuh.He2..
Gk masalah apakah letaknya di otak,kepala,dada,atau bahkan dengkul.Yg penting adlh pnggunaan pikiran,perasaan,n kalbu tsbt.Iya khan?
oh iya deh..
BalasHapus*pura-pura puas*
hmm, lingkungan sangat mempengaruhi kondisi keimanan kita, harus berhati2 memilih dan memilah, bener tak? ^__^
BalasHapus@hannakhaliddiyyah:
BalasHapusYap..