Kamis, 15 Mei 2008

Berobat Jalan

“Man tungguin gue ya, waktunya gue ngobat dulu niy…”, Alan temanku memintaku menunggunya.
“Emang lo sakit apa Lan? Setahu gue lo sehat banget.”, kataku.
“Komplikasi Man.”
“Komplikasi apaan?”
“Banyak deh. Ntar aja gue ceritanya.”, Alan mengakhiri pembicaraan begitu saja.

Kuperhatikan Alan dengan seksama. Dia mengambil duduk di salah satu pojokan masjid tempat kami baru saja menunaikan sholat dzuhur. Dia mengeluarkan sebotol air minum dan meminumnya. Kemudian diluar dugaanku, bukannya meminum obat, dia malah mengeluarkan Al Quran dan membacanya dengan khusyuk.

Aku menduga bahwa dia akan meminum obat setelah dia menyelesaikan targetan bacaan Al qurannya. Tapi setelah kutunggu hingga ia selesai membaca Al Quran, ia tidak juga meminum obat seperti yang ia bilang sebelumnya. Malah mengajakku langsung pergi dari masjid ini.

“Katanya minum obat Lan?”, Kataku memulai pembicaraan.
“Iya udah kok tadi.”, Jawab Alan singkat.
“Kapan? Dari tadi gue perhatiin lo gak minum obat apapun. Atau jangan-jangan air di botol tadi obat yang lo maksud ya?”
“Oh ini air biasa kok.”
“Terus?”
“Terus kenapa?”
“Kapan lo minum obatnya?”
“Tadi khan udah. Nih obatnya.”, Alan menunjukkan Al Quran yang tadi ia baca.

Seperti membaca ekspresi keherananku, Alan menjelaskan apa yang tadi dia lakukan, “Man, gue tuh punya penyakit yang kompleks banget. Komplikasi yang susah untuk disembuhkan satu persatu. Mungkin akibat dari masa lalu gue yang suram, ditambah dengan stimulus lingkungan yang sekarang kita tempati. Penyakit-penyakit ini kalau tidak segera ditangani bisa semakin berbahaya buat diri gue saat ini.”

Lagi-lagi ia masih membaca ekspresi tidak puas dari mukaku, kemudian melanjutkan penjelasannya, “Man lo tau buku tentang penelitian orang Jepang berkaitan dengan air yang mengikuti kata-kata gak?”

Aku menganggukkan kepala.

“Di buku itu dijelaskan bahwa kristal air akan menjadi indah dan terlihat bagus jika disekitar air itu ditempelkan atau diperdengarkan kata-kata indah juga. Sebaliknya, jika kata-kata jelek yang diberikan, maka air juga akan menjadi jelek.”

“Nah menurut lo air apa yang sangat mempengaruhi kehidupan seorang manusia?”, Alan bertanya.
“Mmm…Air di lautan?”, kataku sedikit ngasal.
“Salah. Yang paling mempengaruhi manusia adalah air di dalam tubuhnya.”, jawab Alan.

Lagi-lagi Alan dapat membaca ekspresi keherananku, “Begini Man. Manusia itu 2/3 tubuhnya terdiri dari air. Nah tentunya air di tubuh manusia itu gak jauh berbeda dengan air yang diteliti orang Jepang itu bukan? Air di tubuh manusia juga sangat tergantung dengan stimulus yang didapatkan dari lingkungan. Jika stimulusnya berupa kata-kata jelek, kasar, dan hal negatif lainnya, maka besar kemungkinan air di tubuh manusia tersebut menjadi jelek, kasar, dan negatif. Begitu juga sebaliknya.”

“Nah air tersebut pastinya akan mempengaruhi manusia yang dihuninya, baik secara langsung maupun tidak langsung. Jika air dalam manusia itu bermuatan hal-hal negatif, tentunya akan mempengaruhi manusia tersebut dengan hal-hal negatif. Begitu juga sebaliknya.”

“Nah sekarang gue mau nanya lagi, menurut lo kata-kata apa yang paling bagus yang juga paling bisa mempengaruhi secara positif zat air?”, Alan bertanya lagi.

Aku menggelengkan kepala karena menurutku itu hanya pertanyaan retoris.

“Jawabannya jelas. Kata-kata yang diucapkan langsung oleh Sang Pencipta Semesta.”, kata Alan dengan yakin.

Aku terdiam sebentar, berpikir, dan akhirnya menyetujui ide briliannya tersebut.

“Nah sekarang coba lo bayangin, jika kata-kata yang paling bagus dan juga paling bisa memperngaruhi secara positif zat air itu diucapkan atau diperdengarkan di kumpulan zat air yang paling bisa mempengaruhi kita, yaitu 2/3 zat air di tubuh kita ini, tentunya akan luar biasa efeknya bagi kita. Suka atau tidak suka, tubuh kita akan bereaksi positif terhadap kata-kata Sang Pencipta Semesta. Dan jika kita memiliki keyakinan terhadapNya, tentu saja ini bisa menjadi semacam obat mujarab yang luar biasa.”, berapi-api Alan mengatakannya.

Seperti ada ribuan lampu yang menyala di kepalaku. Menyuntikkan ide baru bahwa sebenarnya saat ini yang paling butuh untuk berobat adalah aku.

Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Rabbmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman. (QS. 10:57)

Tangerang, 15 Mei 2008
09:54 WIB
inspired by temanku Khayalan

Share:

13 komentar:

  1. teman khayalan, Man? mangalami delusi-delusi atau waham-waham tertentu juga gak? udah muncul berapa lama?kira-kira sudah enam bulan? mengganggu ga?

    *bukti bahwa kesehatan mental gua udah semakin menurun*

    BalasHapus
  2. Yang penting khan teman khayalan gue membawa perubahan positif dalam hidup gue Fan...
    hehehe...

    BalasHapus
  3. Yang penting khan teman khayalan gue membawa perubahan positif dalam hidup gue Fan...
    hehehe...

    BalasHapus
  4. Yg penting khan teman khayalan gue membawa perubahan positif Fan...
    Tapi tenang kok, ini bukan skizof, karena baru muncul beberapa hari...
    hehehe...

    BalasHapus
  5. ah, ga tau lah..
    penelitian tentang air itu bener2 di luar jangkauan akalku yang serba terbatas ini..
    tapi aku sepakat sama alan bahwa Quran memang obat yang mujarab, tanpa menafikan atau menghubungkannya dg penelitian air yang abstrak bgt itu.. *disiram air*

    huehehe..
    makasih ya, man.
    halusinasinya kece deh.

    BalasHapus
  6. @dian:
    Sama2..
    Halusinasi kece?Ya tgantung orangnya juga kali ya.He2..

    BalasHapus
  7. @zulfan:
    Lah khan lo sndiri yg tiap ktemu gw bilang 'eh si ganteng..'
    He2

    BalasHapus
  8. makanan badan itu yg halal dan thoyyib; makanan hati itu ayat2 suci Al-Qur'an ^__^

    BalasHapus
  9. @hannakhaliddiyyah:
    Makanan otak tuh teka-teki.. :)

    BalasHapus
  10. :) ok, bener tuh..
    sekali2 posting teka-teki aja akh.. ^__^

    BalasHapus