Jumat, 25 April 2008

Terlambat Merasa

Telat mikir (telmi) atau lemot adalah suatu fenomena yang sering kita temui dalam kehidupan sehari-hari. Kita bahkan dapat dengan mudah menunjuk orang-orang dalam kehidupan kita sebagai contoh dari orang telmi atau lemot tersebut. Sahabat, saudara, atau teman, yang terkadang menjadi bahan ceng-an (ledekan). Tentu saja telmi yang saya maksudkan berada dalam tataran kognitif dari kehidupan manusia.

Orang telmi biasanya memproses informasi lebih lambat dari orang lain di sekitarnya, entah karena faktor persepsi (mispersepsi, gangguan pendengaran, dsb), faktor familiaritas (tidak familiar dengan hal yang menjadi bahan pembicaraan), maupun faktor IQ (he3). Yang jelas telmi disini sangat subjektif dan sangat terkait dengan konteks ruang dan waktu. Bisa saja seorang yang dianggap telmi di lingkungan persaudaraannya kini menjadi peneliti di LIPI. He3…

Saya percaya bahwa manusia merupakan makhluk multidimensi. Tidak hanya makhluk biologis maupun makhluk yang berpikir, manusia juga makhluk yang merasa. Berkaitan dengan telmi ini saya jadi bertanya-tanya, adakah fenomena telmi didalam dimensi lain manusia.

Dalam dimensi biologis, telmi disini mungkin berkaitan dengan refleks tubuh manusia. Orang yang telmi dalam dimensi biologis mungkin mengalami gangguan pada syaraf dan otot sehingga jika kita pukul lutut kakinya, maka kakinya tidak otomatis menendang. Atau jika kita kagetkan, ia tidak otomatis menampar kita. Yap, tampaknya saya juga mengenal orang-orang dengan telmi biologis, bagaimana dengan anda?

Sedangkan dalam dimensi rasa, telmi disini jelas berkaitan dengan perasaan yang dipersepsikan dan dialaminya. Ia adalah orang yang baru menyadari rasa yang diterimanya padahal orang yang memberikan rasa itu (mungkin) sudah tidak memiliki rasa tersebut. Ia baru menyadari bahwa ia pun memiliki rasa yang sama. Akhirnya ia merasa bahwa semuanya sudah terlambat. Dalam hal ini, saya kenal betul dengan orang seperti ini…

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, kelak Allah Yang Maha Pemurah akan menanamkan dalam (hati) mereka rasa kasih sayang.” (QS. 19:96)

Tangerang, 23 April 2008
23:10 WIB
Share:

Kamis, 17 April 2008

Sudahkah Anda Membuat Sejarah Hari Ini?

Mohammad Fauzhil Adhim dalam bukunya berjudul Inspiring Words for Writers mengemukakan fakta yang cukup mengejutkan. Fakta yang membuat saya merenung. Fakta bahwa ternyata seorang penulis Yahudi bernama Theodore Herzl mampu menginspirasi jutaan orang Yahudi. Dengan 2 buah bukunya yang berjudul Der Judenstaat (The Jewish State) dan karya fiksi berjudul Altneuland (Old New Land), ia mampu menggerakan bangsa Yahudi untuk mendirikan sebuah negara. Negara yang bisa menjadi negara induk bagi jutaan orang Yahudi yang saat itu terpencar di seluruh penjuru dunia. Negara Israel.

Fakta ini mengejutkan saya karena ternyata seorang penulis mampu membuat perubahan dengan tulisannya. Menggerakkan jutaan, bahkan miliaran orang untuk mencapai satu tujuan. Menginspirasikan perang, pembunuhan, pembantaian, juga kedamaian dan kemaslahatan. Penulis dengan ide briliannya mampu melakukan itu semua, mengubah sejarah dan peradaban.

Lalu apakah hanya penulis yang memiliki ide brilian yang mampu mengubah sejarah dan peradaban? Tentu saja tidak. Dalam hal ini saya pernah membaca tentang penelitian yang menyebutkan bahwa setiap orang dalam setiap harinya rata-rata memiliki 20 ide baru. Ide-ide yang tentu saja berpotensi untuk menjadi ide brilian. Hanya saja kebanyakan dari kita cenderung untuk membiarkan saja ide itu lewat, tanpa meninggalkan jejak, dan akhirnya terlupakan. Padahal bisa jadi ide yang terlupakan itu merupakan ide yang mampu mengubah sejarah dan perabadan.

Dengan dalih bahwa mereka tidak bisa menulis, kebanyakan orang menyia-nyiakan percikan ide yang terlintas di kepalanya. Padahal keterampilan menulis adalah sesuatu yang bisa dipelajari, dan ide-ide yang terbuang sia-sia itu seperti waktu dalam hidup yang tidak bisa diulangi. Dan kita semua tahu bahwa waktu lebih berharga dari pada uang.

Lalu apakah hanya dengan ide brilian kita mampu mengubah sejarah dan peradaban? Jawabannya tentu saja tidak. Dalam hal ini, ijinkan saya mengutip pendapat Abdullah Azzam: "Sejarah Islam ditulis dengan hitamnya tinta ulama dan merah darahnya para syuhada."

Untuk mengubah sejarah dan peradaban kita tentu saja memerlukan tim teknis pelaksana ide-ide brilian. Para syuhada yang rela dan memiliki kemampuan untuk mengorbankan harta dan jiwanya untuk mewujudkan ide para ulama. Prajurit Illahi yang taat dan patuh melaksanakan kebijakan yang telah digariskan pimpinannya. Sekrup-sekrup mesin penggerak sejarah. Batu bata peradaban.

Entah kita berperan sebagai seorang ulama dengan ide-ide brilian kita, ataupun kita berperan sebagai seorang syuhada, yang pasti jika nama kita ingin tertulis dalam sejarah, kita harus bergerak dan berkontribusi. Jika kita ingin roda sejarah dan peradaban berputar sesuai dengan apa yang kita yakini, maka kita tidak boleh diam saja.

"…Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri…" (QS.13:11)

Lalu, sudahkah anda membuat sejarah hari ini?

Tangerang, 11 April 2008

15:47 WIB

Share:

Putri Kodok

Tau cerita pangeran kodok khan? Cerita tentang seorang putri yang mencium seekor kodok, dan kodok itupun berubah menjadi pangeran yang ternyata selama ini dicari-cari sang putri.

Nah, entah kenapa ketika gue ngeliat ada kodok di kamar mandi gue, gue ngerasa berada dalam situasi cerita pangeran kodok tersebut. Gue ngebayangin kalo gue nyium kodok tersebut, maka kodok tersebut akan berubah menjadi seorang putri cantik, yang selama ini gue cari-cari.

Tapi ada dua hal yang membuat gue tidak mencium kodok tersebut. Pertama, walaupun gue suka kodok, tapi gak sesuka itu untuk menciumnya. Kedua, yang menurut gue jauh lebih penting adalah bahwa kodok itu khan bukan mukhrim gue. Hehe…

Tangerang, 15 April 2008

22:00 WIB

Share:

Kamis, 10 April 2008

Tebak2an: SBY dan Gus Dur

Iman:
"Tebak-tebakan: Terkait dengan teguran SBY pada peserta seminar LEMHANAS yang tertidur. Apa perbedaan SBY dan Gus Dur?"
Jawaban (diurutkan berdasarkan siapa duluan yang menjawab):

Inka:
"Halah! Gitu aja kok repot. Kalo SBY negor, kalo Gus Dur gak negor secara dia juga tidur! Hehe"

Nichan:
"Nyerah...
Hehe. Nggak gigih banget ya.."

Emma:
"Tebak2annya ketinggian buat gw. Gw gak tau jawabannya."

Sofyarie:
"Kalo SBY marah kalo ada orang tidur sama pidatonya, kalo Gus Dur marah kalo ada yang bilang dia gak bisa tidur sambil pidato.."

Dayat:
"SBY enak bisa marah ma peserta yang tidur, tapi Gus Dur gak bisa marah, lha wong dia sendiri tidur, whaha..gak penting lu man."

Dian Akbar:
"Satu komentar gw: lo makin aneh man, ngirim-ngirim tebakan yang gak jelas. Udah daripada ngerjain yang aneh-aneh, kita naik gunung yuk, gw ngebet banget neh."

Witri:
"As. Maafkan segala khilaf yang telah witri perbuat dan mohon doanya semoga dilancarkan dan dimudahkan untuk presentasi Mapres 9-10 April besok. Jzk"

Devi:
"Gak ketemu-ketemu jawabannya ni,. =<"

Lintang:
"Sungguh Allah Memberi amanah kepada manusia untuk menjadi khalifah bukan hanya karena mereka pongah.. Tapi karena Allah Tahu bahwa mereka memang mampuj..! Just believe yourself! Shabahulkhair?"

Syifa:
"Kok kak iman tiba2 tanya beda Gus Dur n SBY? Kenapa gak SBY n Megawati? He3...
Respon SBY: Sebaiknya sebagai individu yang punya kredibilitas dapat menunda waktu tidurnya untuk kepentingan berbangsa dan negara. Gus DUr: Yah, namanya manusia wajar kalo ngantuk. Tinggal dibangunin. Gitu aja kok repot."

Yanti:
"Jawabannya kak, mungkin Gus Dur ikutan tidur. Hayah. Gak ngerti ah kak"

Jawaban yang lain masih ditunggu loh...
Jawaban diatas mencerminkan kepribadian orang yang menjawab. Hehehe... (kalo kata anak kampus sekarang: Lebay)

 

Share:

Rabu, 02 April 2008

A Sparkling Pearl in The Deep Blue Sea

Jika hidup penuh riak dan gelombang, walau terkadang tenang,
maka hidup adalah sebuah pelayaran.
Dan kita semua sedang mengarungi samudera kehidupan.

Jika pasir dan kerikil terserak begitu saja di pinggir pantai,
maka mutiara, terpendam di lautan dalam.
Butuh usaha dan pengorbanan lebih untuk mendapatkannya.

Maka suatu hari, sebutir mutiara mulai merasa sepi,
mulai merindukan pejuang sejati yang akan berusaha dan berkorban untuk mendapatkannya.
Tapi mutiara itu ragu.
Ia meragukan kesiapan para pejuang yang selama ini berusaha mendapatkannya.
Ia takut disia-siakan. Ia takut disimpan dalam lemari besi.

Hingga datanglah nelayan yang bijaksana.
Ia membuka perspektif sang mutiara tentang mutiara sejati.
“Mutiara sejati adalah mutiara yang yang selalu bersinar dimanapun ia berada, entah di lautan dalam, ataupun dalam lemari besi”, Kata sang nelayan.
“Mutiara sejati, itulah yang selama ini aku cari. Walaupun untuk saat ini, aku masih mencarinya di dasar hati”, kata sang nelayan lagi, kali ini dalam hati.

Jika hidup penuh riak dan gelombang, walau terkadang tenang,
maka hidup adalah sebuah pelayaran.
Dan kita semua sedang mengarungi samudera kehidupan.

Maka, sang mutiara di samudera kehidupannya berdoa,
“I wish I can be that sparkling pearl, which can share it’s beauty to others wherever I am..”
“And I wish you can find and get your pearl too.”

Tangerang, 1 April 2008
12:57 WIB
“Teruntuk mutiara di lautan susu "
Share: