Satu hal yang sering terjadi dalam rangkaian penjelajahan saya di alam bebas adalah ketika saya harus menjelajah dalam ketidakpastian. Tidak pasti apakah jalan yang saya tempuh ini merupakan jalan yang benar menuju tujuan yang telah ditetapkan. Tidak pasti kemanakah jalan untuk kembali pulang. Beberapa orang menyebut situasi ini dengan istilah nyasar.
Yap, saya sering nyasar. Entah sudah berapa kali, yang pasti cukup sering sehingga teman-teman yang sering pergi dengan saya, juga pernah merasakan hal yang sama. Apalagi jika saya menjadi satu-satunya orang yang mengetahui jalan, atau satu-satunya orang yang bisa membaca jalan. Bahkan di tempat yang sudah pernah beberapa kali saya jelajahi, hal itu juga terjadi.
Kenapa saya bisa nyasar? Sebagai seorang yang cukup mengenal diri saya sendiri, saya bisa mengatakan bahwa salah satu penyebabnya adalah kemampuan spasial saya yang berada di bawah rata-rata. Ditambah lagi, kemampuan ini tidak saya latih, yang menyebabkan saya banyak berjalan menggunakan insting.
Sebagai informasi, kemampuan spasial adalah kemampuan seseorang untuk mempersepsi, memetakan ruang (tempat), serta mengolahnya menjadi bentuk informasi yang dapat dipergunakan. Dan kemampuan saya dalam mempersepsi ruang, terutama ruang-ruang di perkotaan dan lingkungan ramai, berada di bawah rata-rata. Ditambah lagi dengan kurang aktifnya saya dalam memetakan dan mengolah informasi ruang yang saya persepsi, menambah seringnya saya kehilangan orientasi. Terutama dalam ruang baru yang belum pernah saya kunjungi sebelumnya.
Lalu apakah kemampuan spasial ini bisa dilatih? Yap, tetapi hanya terbatas pada pemetaan dan pengolahan ruang menjadi informasi. Jika ditambah dengan pengorganisasian informasi ini dengan baik, maka seharusnya kelemahan bawaan dalam hal persepsi ini mudah diatasi. Buktinya saya cukup pandai dalam orienteering di alam bebas. Dengan menggunakan peta dan kompas, saya bisa menentukan posisi saya dengan akurasi yang cukup lumayan. Tapi masalahnya, hal ini tidak digunakan ketika saya berjalan.
Lalu faktor apalagi yang membuat saya bisa nyasar? Faktor kedua yang menyebabkan saya nyasar adalah keinginan saya untuk mencoba jalan baru. Yap, terkadang ketika terlalu sering melalui jalan yang sama kita tentu merasa bosan. Apalagi jika jalan tersebut telah menjadi jalan yang biasa dilalui orang banyak. Ditambah dengan perasaan ingin mencoba tantangan baru, maka mulailah saya bergerilya. Biasanya jika sudah begini saya akan memperlambat jalan saya, mempertajam pandangan, mencari jalan lain yang KIRA-KIRA menuju arah yang sama, menempuhnya, dan akhirnya kehilangan orientasi (nyasar).
Sedangkan faktor ketiga yang membuat saya nyasar adalah kesombongan. Hal yang saya sesali, tapi pengalamannya benar-benar membekas di hati. Faktor ini pernah membuat saya nyasar dua kali, dan keduanya merupakan pengalaman nyasar saya yang paling parah, antara hidup dan mati. Dari keduanya saya mendapatkan banyak pelajaran berbeda, walaupun ada satu pesan yang sama, yaitu JANGAN PERNAH MEREMEHKAN ALAM. Sekecil apapun kawasan alam itu, sesering apapun kita melewatinya, dan seramai apapun, 1001 kemungkinan bisa terjadi diluar sana.
Lalu, apa yang saya rasakan ketika saya nyasar? Tentu saja ketidakpastian. Suatu perasaan yang menimbulkan ketidaknyamanan. Tidak nyaman, karena dalam ketidakpastian saya tahu bahwa hal terburuk dapat saja terjadi pada saya dan teman-teman perjalanan. Bahwa perjalanan yang saya tempuh akan berujung pada kegagalan.
Tapi ketidakpastian juga dapat membunuh rasa bosan, memicu adrenalin, dan membuat indera, pikiran, serta perasaan saya menjadi lebih tajam, karena sebagai makhluk hidup, kita tentu punya insting untuk bertahan. Dan ketidakpastian juga mengajarkan saya tentang betapa pentingnya harapan, karena jika dalam ketidakpastian itu saya tidak memiliki harapan untuk bertahan dan pulang, tentu sekarang saya masih berada di tengah hutan. Menjadi manusia hutan. He2...
Yap, saya sering nyasar. Entah sudah berapa kali, yang pasti cukup sering sehingga teman-teman yang sering pergi dengan saya, juga pernah merasakan hal yang sama. Apalagi jika saya menjadi satu-satunya orang yang mengetahui jalan, atau satu-satunya orang yang bisa membaca jalan. Bahkan di tempat yang sudah pernah beberapa kali saya jelajahi, hal itu juga terjadi.
Kenapa saya bisa nyasar? Sebagai seorang yang cukup mengenal diri saya sendiri, saya bisa mengatakan bahwa salah satu penyebabnya adalah kemampuan spasial saya yang berada di bawah rata-rata. Ditambah lagi, kemampuan ini tidak saya latih, yang menyebabkan saya banyak berjalan menggunakan insting.
Sebagai informasi, kemampuan spasial adalah kemampuan seseorang untuk mempersepsi, memetakan ruang (tempat), serta mengolahnya menjadi bentuk informasi yang dapat dipergunakan. Dan kemampuan saya dalam mempersepsi ruang, terutama ruang-ruang di perkotaan dan lingkungan ramai, berada di bawah rata-rata. Ditambah lagi dengan kurang aktifnya saya dalam memetakan dan mengolah informasi ruang yang saya persepsi, menambah seringnya saya kehilangan orientasi. Terutama dalam ruang baru yang belum pernah saya kunjungi sebelumnya.
Lalu apakah kemampuan spasial ini bisa dilatih? Yap, tetapi hanya terbatas pada pemetaan dan pengolahan ruang menjadi informasi. Jika ditambah dengan pengorganisasian informasi ini dengan baik, maka seharusnya kelemahan bawaan dalam hal persepsi ini mudah diatasi. Buktinya saya cukup pandai dalam orienteering di alam bebas. Dengan menggunakan peta dan kompas, saya bisa menentukan posisi saya dengan akurasi yang cukup lumayan. Tapi masalahnya, hal ini tidak digunakan ketika saya berjalan.
Lalu faktor apalagi yang membuat saya bisa nyasar? Faktor kedua yang menyebabkan saya nyasar adalah keinginan saya untuk mencoba jalan baru. Yap, terkadang ketika terlalu sering melalui jalan yang sama kita tentu merasa bosan. Apalagi jika jalan tersebut telah menjadi jalan yang biasa dilalui orang banyak. Ditambah dengan perasaan ingin mencoba tantangan baru, maka mulailah saya bergerilya. Biasanya jika sudah begini saya akan memperlambat jalan saya, mempertajam pandangan, mencari jalan lain yang KIRA-KIRA menuju arah yang sama, menempuhnya, dan akhirnya kehilangan orientasi (nyasar).
Sedangkan faktor ketiga yang membuat saya nyasar adalah kesombongan. Hal yang saya sesali, tapi pengalamannya benar-benar membekas di hati. Faktor ini pernah membuat saya nyasar dua kali, dan keduanya merupakan pengalaman nyasar saya yang paling parah, antara hidup dan mati. Dari keduanya saya mendapatkan banyak pelajaran berbeda, walaupun ada satu pesan yang sama, yaitu JANGAN PERNAH MEREMEHKAN ALAM. Sekecil apapun kawasan alam itu, sesering apapun kita melewatinya, dan seramai apapun, 1001 kemungkinan bisa terjadi diluar sana.
Lalu, apa yang saya rasakan ketika saya nyasar? Tentu saja ketidakpastian. Suatu perasaan yang menimbulkan ketidaknyamanan. Tidak nyaman, karena dalam ketidakpastian saya tahu bahwa hal terburuk dapat saja terjadi pada saya dan teman-teman perjalanan. Bahwa perjalanan yang saya tempuh akan berujung pada kegagalan.
Tapi ketidakpastian juga dapat membunuh rasa bosan, memicu adrenalin, dan membuat indera, pikiran, serta perasaan saya menjadi lebih tajam, karena sebagai makhluk hidup, kita tentu punya insting untuk bertahan. Dan ketidakpastian juga mengajarkan saya tentang betapa pentingnya harapan, karena jika dalam ketidakpastian itu saya tidak memiliki harapan untuk bertahan dan pulang, tentu sekarang saya masih berada di tengah hutan. Menjadi manusia hutan. He2...
Tangerang, 26 Januari 2009
07:04 WIB
"Mengejar mimpi yang tak pasti..."
07:04 WIB
"Mengejar mimpi yang tak pasti..."
tfs
BalasHapusKata temon,"Oh iya, ya"
BalasHapusIya, Man.. Iya.. Makasih banyak ya, nancep di hati nih..
BalasHapus:-)
BalasHapuscari navigator hidup kak, alias boncengan
BalasHapusmakanya cepetan nikah kak!
BalasHapus@nafazprint2002:
Sama2..
@komandala:
Temon???
@dian:
Alhamdulillah klo dapet pelajaran dari ini. Bukan berarti klo gak dapet pelajaran dari tulisan ini nggak Alhamdulillah ya. He2..
@diahdee:
:)
@ludi:
He2..
hehe..
BalasHapus*ikut2an*
gak kreatif... :)
BalasHapusJazakalloh atas sharingny akh...
BalasHapusBermanfaat....!
@ahna:
BalasHapusAlhamdulillah klo bermanfaat..
Waiyyaki..
:) manusia hutannya tampaknya tlah kembali ke peradaban sekarang..
BalasHapuskalau saya mending nyasar tapi gak bosen, ^__^
banyak hikmah dari nyasar ternyata..