Saat ini para aktivis lingkungan mendapatkan momentumnya. Melalui peringatan hari bumi, mereka berkampanye untuk memadamkan listrik selama 1 jam. Tidak hanya mencakup kawasan kecil, tapi sudah mencakup kawasan global. Jejaringnya sudah menyebar ke seantero dunia.
Media massa pun tampaknya sudah berpihak kepada mereka, atau setidaknya kepada kampanye pemadaman listrik ini. Bahkan pada tataran ibu rumah tangga seperti ibu saya, mengetahui kampanye ini. Sebuah keberhasilan propaganda yang patut diacungi jempol.
Ketika dulu Aa Gym memutuskan untuk berpoligami, para aktivis perempuan menemukan momentumnya. Mereka sangat aktif berkampanye menentang poligami ini. Dengan dalih kesetaraan gender, mereka mengajak para ibu rumah tangga pemuja Aa untuk berbalik menjadi penentangnya. Melalui dukungan media yang begitu kuat, propaganda inipun berhasil mencapai targetnya. Ibu-ibu yang setiap akhir pekan beramai-ramai ke Daarut Tauhid, kini mengalihkan tujuan akhir pekannya entah kemana.
Ketika wacana Rancangan Undang-undang Anti Pornografi dan Pornoaksi dilempar ke publik, aktivis kebebasan bicara mendapatkan momentumnya. Mereka secara aktif mengkampanyekan bahaya undang-undang ini bagi dunia industri kreatif. Tak urung budaya pun dijadikan tameng untuk mencegah undang-undang ini disahkan. Bali dan Papua menjadi garda terdepan. Media kembali memainkan peranannya sebagai alat propaganda. Kampanye inipun berhasil, setidaknya memodifikasi banyak pasal-pasal yang cukup esensi, dan memperlambat disahkannya undang-undang ini.
Ketika Syekh Puji menikahi anak di bawah umur, aktivis perlindungan anak menemukan momentumnya. Kak Seto yang menjadi ujung tombak, langsung turun ke lapangan menemui "pelaku" dan "korban." Dengan dukungan media, pernikahan inipun dibatalkan, dan Syekh Pujipun ditetapkan menjadi tersangka.
Ketika nanti aktivis dakwah menemukan momennya, dan seluruh media massa menjadi alat propagandanya, maka saat itu akan hanya ada 2 kubu. Tidak akan ada lagi pembedaan antara aktivis lingkungan, aktivis perempuan, aktivis kebebasan bicara, aktivisi perlindungan anak, dan aktivis lainnya. Yang ada hanyalah aktivis dakwah dan aktivis kebatilan. Karena dakwah mencakup segala, begitu juga lawannya.
Media massa pun tampaknya sudah berpihak kepada mereka, atau setidaknya kepada kampanye pemadaman listrik ini. Bahkan pada tataran ibu rumah tangga seperti ibu saya, mengetahui kampanye ini. Sebuah keberhasilan propaganda yang patut diacungi jempol.
Ketika dulu Aa Gym memutuskan untuk berpoligami, para aktivis perempuan menemukan momentumnya. Mereka sangat aktif berkampanye menentang poligami ini. Dengan dalih kesetaraan gender, mereka mengajak para ibu rumah tangga pemuja Aa untuk berbalik menjadi penentangnya. Melalui dukungan media yang begitu kuat, propaganda inipun berhasil mencapai targetnya. Ibu-ibu yang setiap akhir pekan beramai-ramai ke Daarut Tauhid, kini mengalihkan tujuan akhir pekannya entah kemana.
Ketika wacana Rancangan Undang-undang Anti Pornografi dan Pornoaksi dilempar ke publik, aktivis kebebasan bicara mendapatkan momentumnya. Mereka secara aktif mengkampanyekan bahaya undang-undang ini bagi dunia industri kreatif. Tak urung budaya pun dijadikan tameng untuk mencegah undang-undang ini disahkan. Bali dan Papua menjadi garda terdepan. Media kembali memainkan peranannya sebagai alat propaganda. Kampanye inipun berhasil, setidaknya memodifikasi banyak pasal-pasal yang cukup esensi, dan memperlambat disahkannya undang-undang ini.
Ketika Syekh Puji menikahi anak di bawah umur, aktivis perlindungan anak menemukan momentumnya. Kak Seto yang menjadi ujung tombak, langsung turun ke lapangan menemui "pelaku" dan "korban." Dengan dukungan media, pernikahan inipun dibatalkan, dan Syekh Pujipun ditetapkan menjadi tersangka.
Ketika nanti aktivis dakwah menemukan momennya, dan seluruh media massa menjadi alat propagandanya, maka saat itu akan hanya ada 2 kubu. Tidak akan ada lagi pembedaan antara aktivis lingkungan, aktivis perempuan, aktivis kebebasan bicara, aktivisi perlindungan anak, dan aktivis lainnya. Yang ada hanyalah aktivis dakwah dan aktivis kebatilan. Karena dakwah mencakup segala, begitu juga lawannya.
"Yang demikian adalah karena sesungguhnya orang-orang kafir mengikuti yang bathil dan sesungguhnya orang-orang mukmin mengikuti yang haq dari Tuhan mereka. Demikianlah Allah membuat untuk manusia perbandingan-perbandingan bagi mereka." (QS. 47:3)
Tangerang, 28 Maret 2009
20:29 WIB
20:29 WIB
makasih atas article nya
BalasHapussalam kenal ^^
insya Allah...
BalasHapusamin.
jaazakallah khairan katsir ya akh..
*menanti momen itu tiba*
BalasHapusbut still, media massa selalu jadi pedang bermata dua..
*merenung2..*
memperbaiki media massa juga PR besar, sepertinya..
sama-sama...
BalasHapussalam kenal juga...
waiyyaki ya ukhti...
BalasHapusinternet adalah media masa depan, kuasai sekarang maka kita pasti menang...
BalasHapussetuju!
BalasHapusmemang hanya akan dua kubu tersisa..
*keren juga, Kek.. hehe*
yap!
betul lagi, kuasai Internet, kuasai media,
kuasai dunia dan pandangan masyarakat tentang kita.
emang...
BalasHapushehe...
tumben, Kek,,
BalasHapus(T___T)v
tfs..
BalasHapusmenanti momen itu datang juga..
BalasHapusinget umur man..
tau kan momen apa itu..
^ ^
@intan:
BalasHapusI'm not that old kid. But mentally, I think you're really a kid. Hwehe..
@ira:
BalasHapusSama2
@arbi:
BalasHapusIn a moment. Insya Allah.
hm..keren kak
BalasHapus*mau nyari momen untuk para pemikir*
@ludi:
BalasHapusTau darimana saya keren? Kita khan blm pernah ketemu.
Hwehehe..
ampun dah!
BalasHapusudah, udah pernah ketemu, dulu, jaman aku masih tingkat 1, tapi itupun ngga bikin aku nganggep k'iman keren :p
tulisannya kak iman, tulisannya, itupun spesial yang ini doang :D
@ludi:
BalasHapusBerarti pas sy lg di DPM ya? Hm, padahal itu masa2 terkeren saya. Tanya aja nichan. Hwahaha..
walah..tanya sama nican lagi...pasti jawabannya amat sangat ga sesuai dengan yang k'iman harapkan
BalasHapus(dia ga tau gue suka ngomongin dia apaan aja, huhuhu)
Rajin-rajin post tulisan yang bertema "gituan" termasuk cara menguasai media internet apa bukan, Man?
BalasHapusBtw, apa iya harus menunggu 'momen' itu datang? Kalau menciptakan momen gimana, Man?
@jamal:
BalasHapusTetep aja kita harus menunggu. Krn momen ini bkn sesuatu yg instan.
Yap,smakin bnyk konten bertema "gituan" semakin dekat kita pada masa2 penguasaan media.
yah...
BalasHapusmungkin itu terjadi karena dampak nya udah berasa banget...
(hujan-panas-hujan-panas-hujan-panas terjadi dalam jangka waktu satu hari!
bahkan ujan sekarang per-RT)
Hmm... Kapan ya? Sayangnya aktivis dakwah cukup bangga dengan gelarnya, jadi kadang tak merasa perlu untuk menjadi aktivis lingkungan, aktivis perlindungan anak ataupun aktivis kemanusiaan...
BalasHapus@Iman:
BalasHapusBahkan mi instan pun harus tetap ditunggu. Gitu ya, Man?
Ah, lo emang bener-bener pembawa pencerahan!
JKFS ya!
@dyas:
BalasHapusSayangnya dampak pemanasan global pada tataran moral blm cukup dirasakan ya. Sehingga ini blm disadari oleh banyak orang.
@rika:
BalasHapusAntara kurang kreatif atau terlalu taqlid dengan sistem yang ada, begitu bu?
@jamal:
BalasHapusSekali lagi gue tegaskan mal..
Gue bukan bohlam!
Tapi terima kasih atas doanya. Waiyyaum.
He2..
neon Man. bukan bohlam kok. neon.
BalasHapus@jamal:
BalasHapusBikin situsnya ah.. www.imaneon.com
hehe... sepertinya begitu.. mungkin cuma kurang kesadaran aja, jadi gak merasa perlu bergerak kalo gak disuruh... padahal momentum tak selamanya harus ditunggu, kadang ia harus diciptakan....
BalasHapus@rika:
BalasHapusKonsekuensi dari "pendidikan semi militer" emang seperti itu rik..
Ditunggu rilisnya, Mas Iman...
BalasHapusnamun kita masih harus yakin, bahwa ada diantara aktivis-aktivis dakwah tersebut yang mau merangkap menjadi aktivis lingkungan, aktivis perlindungan anak ataupun aktivis kemanusiaan...
BalasHapusgeneralisasi seperti itu, kadang membuat para aktivis itu juga jadi nggak maju-maju..
banyak aktivis yang tidak menyekulerkan dakwah kok,,
percaya deh sama ana..^^
namun kita masih harus yakin, bahwa ada diantara aktivis-aktivis dakwah tersebut yang mau merangkap menjadi aktivis lingkungan, aktivis perlindungan anak ataupun aktivis kemanusiaan...
BalasHapusgeneralisasi seperti itu, kadang membuat para aktivis itu juga jadi nggak maju-maju..
banyak aktivis yang tidak menyekulerkan dakwah kok,,
percaya deh sama ana..^^
Huum memang begitu adanya...
BalasHapussekali lg SFS kk..... :-)
@anit:
BalasHapusYap, makasih juga nit..
kata ustadz, dakwah itu bukan mengikuti momentum (apa yg tren lalu berlomba2 ambil tema itu sbg dakwah), tapi dakwah itu berkelanjutan. aktivis dakwah lah yg harus menciptakan momentum.
BalasHapusJust for sharing..
@hannakhaliddiyyah:
BalasHapusMakasih untuk sharingnya..
sama2..
BalasHapus