Ada satu pengalaman menarik ketika saya bersama tiga orang teman saya menjelajah Gunung Tambora. Gunung yang terletak di pulau Sumbawa, Nusa Tenggara Barat ini merupakan gunung yang masih jarang dikunjungi orang. Bahkan ketika kami pergi ke sana, kami merupakan orang pertama dan satu-satunya yang menjelajahi tempat tersebut di pergantian milenium. Karena itulah boleh dikatakan bahwa gunung ini merupakan gunung perawan, dengan jalur pendakian yang hampir hilang di sepanjang jalan. Dan teman-teman pasti sudah menduga bahwa pengalaman menarik disini pasti berkaitan dengan nyasar. :)
Ceritanya bermula ketika Yudi (bukan nama sebenarnya) teman saya sedang bertugas menjadi scout, orang terdepan yang menjadi pencari jalur. Yudi yang grasak-grusuk ini, berjalan dengan cepat dan penuh keyakinan, menerobos setiap ranting dan dahan yang melintang. Kemudian tanpa sadar membawa kami ke jalur yang salah. Hal ini baru diketahui ketika kami menemukan sebuah lapangan terbuka di tengah hutan. Lapangan ini penuh dengan pohon-pohon tebangan yang ditumpuk, yang membuat kami terheran bahwa ternyata penebang hutan sudah sejauh ini memasuki kawasan terlarang.
Setelah kami mencari-cari jalur untuk meneruskan pendakian, ternyata kami tidak menemukan satupun jalur. Yang ada adalah jalur tempat kami tadi datang. Rupanya kami nyasar, disesatkan oleh jalur para penebang liar. Kamipun mengambil kompas, peta, dan altimeter. Dengan ketiga alat tersebut, kamipun berhasil memperkirakan lokasi kami di peta. Ternyata jarak yang kami tempuh sudah cukup jauh, dan untuk kembali ke jalur yang semula, mungkin diperlukan waktu dan tenaga yang tidak sedikit.
Yudi (bukan nama sebenarnya) : "Jauh juga ya kita nyasar."
Raden (bukan nama sebenarnya juga) : "Iya nih. Apa kita terabas aja ya? Toh kita dah bawa golok dan alat-alat survival khan?"
Yudi: "Setuju."
Togar (nama samaran) : "Gue gak setuju. Kita belum tahu medannya kayak apa. Lagian kalau nekat nerabas, waktu dan tenaga kita pasti terkuras."
Iman (nama sesuai akte kelahiran) : "Bener tuh. Kita masih punya Rinjani dan Agung untuk kita jelajahi pas pulang nanti, sayang banget kalau kehabisan tenaga dan waktu disini. Lagian nerabas ini khan bukan tujuan kita semula.
Akhirnya setelah beradu argumentasi, kami sepakat untuk kembali ke jalur semula, persimpangan tempat kita nyasar tadi. Dibutuhkan lebih dari 1 jam untuk kami menemukan persimpangan dan jalur yang benar. Melelahkan tapi lega.
Pengalaman ini menjadi pelajaran ketika suatu saat saya kehilangan orientasi dalam hidup. Usaha yang telah saya lakukan ternyata berada di jalur yang salah, sehingga jika ingin kembali ke jalur yang benar, saya harus mengorbankan waktu dan tenaga yang selama ini sudah terlanjur saya curahkan. Dan tidak ada yang lebih melelahkan ketika kita harus kembali memulai dari awal.
Maka, memilki peta, kompas (dan mungkin altimeter) dalam hidup, adalah sebuah keniscayaan. Sehingga kita tahu jika kita salah jalur.
Maka memilki keinginan untuk senantiasa memperbaiki diri dan memperbaiki niat yang ada, lalu berusaha kembali ke jalur yang benar, adalah sebuah hal yang niscaya. Karena di satu sisi, Allah akan langsung Memberikan ganjaran atas perbuatan dan niat lurus kita, tetapi di sisi lain, Allah akan senantiasa Memberikan kesempatan perbaikan atas perbuatan dan niat yang masih menyimpang.
Ceritanya bermula ketika Yudi (bukan nama sebenarnya) teman saya sedang bertugas menjadi scout, orang terdepan yang menjadi pencari jalur. Yudi yang grasak-grusuk ini, berjalan dengan cepat dan penuh keyakinan, menerobos setiap ranting dan dahan yang melintang. Kemudian tanpa sadar membawa kami ke jalur yang salah. Hal ini baru diketahui ketika kami menemukan sebuah lapangan terbuka di tengah hutan. Lapangan ini penuh dengan pohon-pohon tebangan yang ditumpuk, yang membuat kami terheran bahwa ternyata penebang hutan sudah sejauh ini memasuki kawasan terlarang.
Setelah kami mencari-cari jalur untuk meneruskan pendakian, ternyata kami tidak menemukan satupun jalur. Yang ada adalah jalur tempat kami tadi datang. Rupanya kami nyasar, disesatkan oleh jalur para penebang liar. Kamipun mengambil kompas, peta, dan altimeter. Dengan ketiga alat tersebut, kamipun berhasil memperkirakan lokasi kami di peta. Ternyata jarak yang kami tempuh sudah cukup jauh, dan untuk kembali ke jalur yang semula, mungkin diperlukan waktu dan tenaga yang tidak sedikit.
Yudi (bukan nama sebenarnya) : "Jauh juga ya kita nyasar."
Raden (bukan nama sebenarnya juga) : "Iya nih. Apa kita terabas aja ya? Toh kita dah bawa golok dan alat-alat survival khan?"
Yudi: "Setuju."
Togar (nama samaran) : "Gue gak setuju. Kita belum tahu medannya kayak apa. Lagian kalau nekat nerabas, waktu dan tenaga kita pasti terkuras."
Iman (nama sesuai akte kelahiran) : "Bener tuh. Kita masih punya Rinjani dan Agung untuk kita jelajahi pas pulang nanti, sayang banget kalau kehabisan tenaga dan waktu disini. Lagian nerabas ini khan bukan tujuan kita semula.
Akhirnya setelah beradu argumentasi, kami sepakat untuk kembali ke jalur semula, persimpangan tempat kita nyasar tadi. Dibutuhkan lebih dari 1 jam untuk kami menemukan persimpangan dan jalur yang benar. Melelahkan tapi lega.
Pengalaman ini menjadi pelajaran ketika suatu saat saya kehilangan orientasi dalam hidup. Usaha yang telah saya lakukan ternyata berada di jalur yang salah, sehingga jika ingin kembali ke jalur yang benar, saya harus mengorbankan waktu dan tenaga yang selama ini sudah terlanjur saya curahkan. Dan tidak ada yang lebih melelahkan ketika kita harus kembali memulai dari awal.
Maka, memilki peta, kompas (dan mungkin altimeter) dalam hidup, adalah sebuah keniscayaan. Sehingga kita tahu jika kita salah jalur.
Maka memilki keinginan untuk senantiasa memperbaiki diri dan memperbaiki niat yang ada, lalu berusaha kembali ke jalur yang benar, adalah sebuah hal yang niscaya. Karena di satu sisi, Allah akan langsung Memberikan ganjaran atas perbuatan dan niat lurus kita, tetapi di sisi lain, Allah akan senantiasa Memberikan kesempatan perbaikan atas perbuatan dan niat yang masih menyimpang.
"Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih."" (QS. 14:7)
Tangerang, 20 April 2009
13:32 WIB
13:32 WIB
Pelajaran yang bagus kk, menyulut api semangat.
BalasHapusKlo kk waktu itu nyerah saja kan terjerat dizona kalut :) heeeeee
ternyata setiap jengkal langkah kita adalah pelajaran berharga.
JKFS kk Iman emang baiiik heheheh
Kalau nyerah, mungkin masih disana kali ya...
BalasHapusHehe...
Waiyyaki anit..
terimakasih sharing tulisannya:)
BalasHapusjadi ingat sering ' nyasar ' dalam perjalanan...
@budi:
BalasHapusSama2. Jangan lupa selalu gunakan 'peta' dan 'kompas' ya. Atau mungkin sekarang dah jaman 'gps'. He2
wah mantaps bro.
BalasHapuskapan2 ajak ane dong naik gunung.
@akh tri:
BalasHapusBolehlah nanti kalau antum dah di indo lagi. He2
nice story kak
BalasHapusbtw siapakah di balik2 nama2 samaran itu????
he,,he,,,
Sebenernya namanya gak jauh beda ama nama aslinya. Hehe...
BalasHapusMakasih udah baca dan komen mul...
sami-sami kak
BalasHapuskapan-kapan kakak jelajah ke gunung bromo yah
dan bikin cerpen^^
bismillah....all the best
Kalau gunung bromo dah pernah. Waktu itu sekalian ama Semeru juga. Tapi kalau bikin cerpennya belom tuh. Nanti kali ya... :)
BalasHapusow... i c
BalasHapusdulu kok gak jumpa yah. he,,he,,,just kidding
moga cepat bikin yah kak
be waiting insyaALLAH
Soalnya saya sembunyi kalau ada akhwat lewat. Hehehe...
BalasHapussubhanallah..
BalasHapustulisan yang indah
diambil dari pengalaman pribadi dan bukan rekayasa
terasa indah dan mampu menjiwai
sang penulis pun menyelipkan ilmu yg insya Allah bermanfaat.
jazakallah khairan for sharing ya akhyfillah.
@hasna:
BalasHapusAlhamdulillah kalau bermanfaat untuk hasna..
Waiyyaki..
wah, tulisannya keren kak!
BalasHapusGynung Tambora itu jauh loh!
ada 4 pos kan?
bukannya kalo kesana biasanya ditemani sama warga yang udah kenal banget seluk-beluk gunung itu yah?
temenku pernah ada yang ke gunung itu soalnya.^^
sekalian ke pulau satonda gak ka?
@intan:
BalasHapusKita berhasil ngelobi biar gak pake guide. Gak seru banget kalo pake guide. Gak ada tantangannya..
Di sumbawa gak sempet kemana-mana. Ngejar target rinjani dan agung soalnya..
pengen....
BalasHapuspengen naik gunung maksudnya
@ludi:
BalasHapusOo, kirain pengen kembali ke jalur yang benar. He2
udah.udah berada di jalan yang bener kok *belagu*
BalasHapus@ludi:
BalasHapusAlhamdulillah..
Semoga tetap istiqomah!
amiin..
BalasHapusjazakaLLAHu jaziilan
JKFS
(pengen ganti mode, biar kaya cudin)
@ludi:
BalasHapusWah kalau ngerubah image bakalan susah tuh di. Image akhwat preman tapi kocak dah terlanjur melekat. Hwahaha..
ludi bukan preman kocak. ludi lembut dan solihah dan SERIUS
BalasHapusludi bukan preman kocak. ludi lembut dan solihah dan SERIUS
ludi bukan preman kocak. ludi lembut dan solihah dan SERIUS
*mencoba menghipnotis k'iman*
*terhipnotis sedikit*
BalasHapusLudi preman kocak yang SERIUS, bukan lembut dan solihah.. 10x
*sadar*
Eh, ada apa ya?
*bingung*
padahal di satonda keren lho kak, hehe,
BalasHapusada danau air asin sama pohon berbuah batu,,^^
rinjani, agun dan satonda ya?
hemm,,
paling keren yg mana kak?
@intan:
BalasHapusDimanapun keren kok, yang paling penting tuh ama siapanya. He2..
Btw, emang nt pernah ke satonda?
siplah
BalasHapuskalo sama saya mah pasti ke mana aja keren.
:p
ckckck..
tapi saya sudah ada yang punya sayangnya..
*geer mode: ON*
@intan:
BalasHapusWkwkwk..
@ka iman
BalasHapus:p
ka ims.. sering-sering dong bikin tulisan ttg jelajah semestanya.. siapa tau bisa jadi program teve.. heheheee...
BalasHapusjadi ngiri!!
@fars:
BalasHapusSabar far, semua ada waktunya. Disegerakan atuh. Tapi kalau emang belum, puasa aja..
Wkwkwk..
JKFS,atas pelajarannya yang sangat berharga
BalasHapus@zaujat:
BalasHapusWaiyyakum. Alhamdulillah kalau bermanfaat..
ada yg bilang, orang bergolongan darah B adalah orang yg sering nyasar. alahamdulillah saya gak termasuk ^__^
BalasHapussang penjelajah yg pemalu ^__^
BalasHapusjago bikin analogi nih. perlu belajar. mau mengajari, guru? ^__^
BalasHapus@hannakhaliddiyyah:
BalasHapusBelajar ama sy gak gratis loh. Kebetulan sekolah tmp sy ngajar msh buka pndaftaran, tp untuk tingkat smp. Mau?
He2
menyebalkan.. :(
BalasHapus*ngambek
@hannakhaliddiyyah:
BalasHapusNgambek? Ternyata beneran masih smp y..
He2
seandainya bisa masih SMP.. enak, tinggal ma ortu gak perlu jauh2 merantau (hehe,,curhat colongan),,
BalasHapus