Satu hal yang menyebabkan saya sangat menyukai bakso adalah karena bakso menjadi hidangan wajib pembuka puasa. Hal ini menyebabkan kenikmatan bakso yang terhidang menjadi berlipat ganda. Mungkin bukan karena bakso itu sendiri, tapi karena rasa lapar yang menghinggapi diri, sehingga hidangan apapun akan menjadi lebih berarti.
Tak heran jika sensasi yang kita rasakan ketika berbuka puasa, menyebabkan rasa syukur yang tak terkira. Syukur karena hal yang kita anggap biasa, menjadi luar biasa. Sensasi makan dan kenyang yang kita rasakan, menjadi sesuatu yang langka. Syukur yang menunjukkan kita kepada sebuah pepatah lama yang berbunyi: "You'll never know what you've got till it's gone."
Terkadang sebagai manusia kita memang terjebak dalam bosan. Suatu situasi yang menyebabkan indera perasa kita menumpul. Maka kitapun seperti menafikkan apa yang kita punya, kehilangan apa yang kita rasa, dan perlahan tapi pasti mengurangi rasa syukur kepadaNya. Memang suatu hal yang manusiawi, tapi bukan berarti tak ada jalan keluar untuk mengatasi hal ini.
Maka Allah Menciptakan puasa sebagai salah satu jalan keluar untuk mengatasinya. Jalan keluar untuk mempertajam indera perasa kita akan kenikmatan makanan yang selama ini mungkin tak kita sadari. Tak hanya itu, melalui RasulNya, Allah pun Mengajarkan kepada kita untuk hidup sederhana, sebuah cara untuk kita agar tak larut dalam kenikmatan dunia. Karena kenikmatan yang berlebih, akan membuat orientasi akhirat kita tersisih.
Kedua cara ini, puasa dan hidup sederhana, akan menciptakan sebuah kenikmatan artifisial, kenikmatan buatan yang tak terdeteksi oleh panca indera, tapi nyata adanya. Kenikmatan yang tidak terletak pada pemicu kenikmatan itu sendiri, melainkan pada indera perasa dan penyikapan kita.
Kita ambil contoh bakso tadi. Bagi seorang tukang bakso atau keluarganya yang setiap hari menikmati bakso, tentu merasakan kenikmatan yang berbeda dengan seorang penggemar bakso yang sudah lama tidak merasakan bakso. Apalagi penggemar bakso ini menyantapnya ketika berbuka puasa. Disini, bakso adalah pemicu kenikmatan, yang seharusnya dirasakan sama oleh tukang bakso dan penggemar bakso tersebut, tapi karena adanya kenikmatan artifisial (puasa, sikap terhadap bakso sebagai makanan kegemaran dan lamanya tidak merasakan bakso), maka penggemar bakso tersebut akan merasakan kenikmatan bakso yang berlipat ganda.
Lalu kenapa saya memberi istilah kenikmatan artifisial? Karena tak lain dan tak bukan, kenikmatan ini bisa kita usahakan, bisa kita buat sendiri. Yah, namanya juga kenikmatan buatan bukan. Sehingga dengan kenikmatan artifisial ini, kita sama sekali tidak tergantung kepada pemicu kenikmatan untuk bisa bersyukur. Dan dengan menerapkan kenikmatan artifisial ini dalam setiap pemicu kenikmatan yang kita punya, kenikmatan kitapun akan berlipat ganda kita rasakan, dan rasa syukur kitapun akan tetap terjaga.
Tangerang, 15 April 2009
09:30 WIB
Tak heran jika sensasi yang kita rasakan ketika berbuka puasa, menyebabkan rasa syukur yang tak terkira. Syukur karena hal yang kita anggap biasa, menjadi luar biasa. Sensasi makan dan kenyang yang kita rasakan, menjadi sesuatu yang langka. Syukur yang menunjukkan kita kepada sebuah pepatah lama yang berbunyi: "You'll never know what you've got till it's gone."
Terkadang sebagai manusia kita memang terjebak dalam bosan. Suatu situasi yang menyebabkan indera perasa kita menumpul. Maka kitapun seperti menafikkan apa yang kita punya, kehilangan apa yang kita rasa, dan perlahan tapi pasti mengurangi rasa syukur kepadaNya. Memang suatu hal yang manusiawi, tapi bukan berarti tak ada jalan keluar untuk mengatasi hal ini.
Maka Allah Menciptakan puasa sebagai salah satu jalan keluar untuk mengatasinya. Jalan keluar untuk mempertajam indera perasa kita akan kenikmatan makanan yang selama ini mungkin tak kita sadari. Tak hanya itu, melalui RasulNya, Allah pun Mengajarkan kepada kita untuk hidup sederhana, sebuah cara untuk kita agar tak larut dalam kenikmatan dunia. Karena kenikmatan yang berlebih, akan membuat orientasi akhirat kita tersisih.
Kedua cara ini, puasa dan hidup sederhana, akan menciptakan sebuah kenikmatan artifisial, kenikmatan buatan yang tak terdeteksi oleh panca indera, tapi nyata adanya. Kenikmatan yang tidak terletak pada pemicu kenikmatan itu sendiri, melainkan pada indera perasa dan penyikapan kita.
Kita ambil contoh bakso tadi. Bagi seorang tukang bakso atau keluarganya yang setiap hari menikmati bakso, tentu merasakan kenikmatan yang berbeda dengan seorang penggemar bakso yang sudah lama tidak merasakan bakso. Apalagi penggemar bakso ini menyantapnya ketika berbuka puasa. Disini, bakso adalah pemicu kenikmatan, yang seharusnya dirasakan sama oleh tukang bakso dan penggemar bakso tersebut, tapi karena adanya kenikmatan artifisial (puasa, sikap terhadap bakso sebagai makanan kegemaran dan lamanya tidak merasakan bakso), maka penggemar bakso tersebut akan merasakan kenikmatan bakso yang berlipat ganda.
Lalu kenapa saya memberi istilah kenikmatan artifisial? Karena tak lain dan tak bukan, kenikmatan ini bisa kita usahakan, bisa kita buat sendiri. Yah, namanya juga kenikmatan buatan bukan. Sehingga dengan kenikmatan artifisial ini, kita sama sekali tidak tergantung kepada pemicu kenikmatan untuk bisa bersyukur. Dan dengan menerapkan kenikmatan artifisial ini dalam setiap pemicu kenikmatan yang kita punya, kenikmatan kitapun akan berlipat ganda kita rasakan, dan rasa syukur kitapun akan tetap terjaga.
"Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih."" (QS. 14: 7)
Tangerang, 15 April 2009
09:30 WIB
tulisan yang sangat bermanfaat
BalasHapusAmin...
BalasHapusKok bawa-bawa bakso ya, hati-hati nanti bisa bulet kaya bakso. Btw menyinggung soal kenikmatan yang diberikanNya, salah satunya bisa dianalisa dari diberikannya kita rasa lapar, rasa haus, mengantuk, sedih, dsb. Untuk padanan atau bisa dikatakan "password" buat kita untuk dapat merasakan rasa kenyang, nikmatnya tidur, bahagianya tertawa, dsb. Wallahualam...
BalasHapusTapi masalahnya, terkadang rasa lapar, haus, mengantuk dan sedih tersebut tidak kita rasakan lagi karena kebutuhan pemuasannya kita dapatkan secara instan. Karenanya kita perlu membangun sebuah cara untuk menajamkan kembali rasa yang Allah Anugerahkan tadi. Salah satunya dengan membentuk kenikmatan artifisial dalam setiap kenikmatan yang kita miliki. Inilah "password" bagi kita untuk dapat mensyukuri setiap kenikmatan yang DianugerahkanNya..
BalasHapusWallahu 'alam bish showab..
alhamdulillah..
BalasHapusmakasih kak atas ilmunya
jadi ke pingin bakso ni...
huhuhu^^
@emul:
BalasHapusAlhamdulillah kalau bermanfaat..
Emang disana ada bakso?
Dari bakso kita merenung yuuuuuk ^_^
BalasHapustrimakasi kk tulisannya indah...
@anit:
BalasHapusLebih enak lagi kalau merenung sambil makan bakso. He2
Gak ah bakso kan pedas kk gimana bisa merenung?
BalasHapusMakan ice cream sambil merenung heuheuheu
@anit:
BalasHapusHm.. Ice cream rasa bakso ada gak ya?
Bakso rasa eskrim kayanya ada kak..
BalasHapus*eneg ngebayanginnya*
TFS.. kali ini sangat menyentuh..
*perlahan mencoba membangun kenikmatan artifisial*
..bahkan terkadang kenikmatan artifisial itu mampu membuat bibir kita berucap nikmat untuk sesuatu yang jauh dari nikmat..
Ancurrr tukang baksonya gak laku kk,
BalasHapuskasian ah... makanya gak dibikin ice cream rasa bakso ;))
@diny:
BalasHapusSubhanallah..
Met berjuang din!
@anit:
BalasHapusTapi khan lebih praktis. He2
makasih kak.. =)
BalasHapusbismillah..
@diny:
BalasHapusSama2. Selamat menempuh hidup baru ya!
/:)
BalasHapusapaan tuh selamat menempuh hidup baru??
dah pernah cobain bakso portal di cibubur???
BalasHapusbakso kotak di cibubur juga???
mantabsss!!!
Maksudnya hidup yang penuh rasa syukur...
BalasHapus*ngeles mode: on*
ka imss!! keren!!
BalasHapusHm... Kayaknya enak tuh yas...
BalasHapusTapi Cibubur... Jauh banget...
Tapi untuk bakso enak, lautan pun akan kuseberangi...
*lebay mode: on*
Saya emang keren fars...
BalasHapusYah, dia ngeles pula..
BalasHapusKa, kalo ke jogja cobain bakso modifan deket kosku deh..
Mantabs juga..
*lebih jauh lagi daripada Cibubur =D*
@diny:
BalasHapusJogja ya..
Untuk bakso yang enak, dan ditraktir pula, kayaknya gak terlalu jauh deh din..
He2
awas endut ^__^
BalasHapusmanusia memang tak pernah merasa cukup, karena itulah Allah mengajarkan ttg syukur. ada ya syukur, gak ada ya syukur + sabar ^__^
BalasHapus@hannakhaliddiyyah:
BalasHapusDua hal itu gak bertentangan kok..
minta penjelasannya, ustadz.. :)
BalasHapus@hannakhaliddiyyah:
BalasHapusPenjelasannya lain kali aja y..
yaaa... penonton kecewa.. ^__^
BalasHapussuatu hari bakal saya tagih..
ok, syukur dan sabar memang tak bertentangan, tp sejalan.
BalasHapus@hannakhaliddiyyah:
BalasHapusSyukurlah klo dah paham. He2
menyebalkan, gak mau menjelaskan.. :(
BalasHapusBukan gak mau, tapi gak ingin memanjakan dng penjelasan.. :)
BalasHapussudah saya duga itu jawabannya..
BalasHapusok, gak akan manja lg,, :)