Dua hari yang lalu, saya dan saudara sepersusuan saya pergi ke Cibodas. Kami pergi ke sana dalam rangka mendaftar untuk melakukan pendakian ke Gunung Gede. Kami janjian di jalan baru, kemudian naik bis menuju puncak.
Singkat cerita, kami akhirnya tiba di pos Taman Nasional Gede Pangrango. Sayangnya kuota untuk pendakian pada tanggal yang kami rencanakan hanya tersedia untuk 15 orang. Padahal kami mengantongi fotokopi KTP 35 orang yang ingin ikut. Maka, kamipun membagi rombongan tersebut menjadi 2, pada tanggal yang direncanakan, dan seminggu setelahnya. Setelah beres mengurus pendaftaran, kami memutuskan untuk jalan-jalan ke Curug Cibeureum yang ada di jalur pendakian Gunung Gede.
Untuk menuju Curug Cibeureum, pertama-tama kami harus berjalan menuju pos pendakian yang jaraknya kurang lebih 1 km dari pos utama TNGP. Pada 300 meter pertama, kami menempuh jalan aspal yang masih mulus. Kami melewati berbagai macam warung yang ada di pasar Cibodas ini. Ada warung yang menjual boneka, ada warung yang menjual pakaian dan oleh-oleh khas Gunung Gede, ada juga yang menjual tanaman hias dan aneka kaktus berwarna-warni. Tapi karena kami bukan wanita, kami sama sekali tidak tertarik untuk belanja.. (hehe, peace untuk ibu2)
Setelah menempuh pasar dan jalan aspal, kami pun menempuh jalan yang ternyata sudah di pavin block. Padahal jalan ini dulunya masih jalan tanah. Pemandangan sepanjang jalan ini sangat indah. Di samping kiri jalan, kita akan melihat sebuah rumah peristirahatan yang dikelilingi lapangan rumput hijau yang sangat luas. Sedangkan di samping kanan jalan, kita akan melihat pohon cemara. Persis seperti lagu naik gunung khan? hehe...
Setelah jalan pavin block berakhir, perjalanan sebenarnyapun dimulai. Kali ini jalan yang harus kami tempuh adalah jalan bebatuan besar yang disusun menjadi tangga alami. Tangganya cukup curam, membuat saya ngos-ngosan menempuhnya. Padahal dulu tangga ini dapat saya lalui dengan mudah loh.
Setelah tangga batu ini kami tempuh, kami pun akhirnya sampai ke pos pendakian Gunung Gede-Pangrango di Cibodas. Disini kami membayar biaya masuk untuk ke Curug Cibeureum sebesar 3 ribu rupiah satu orang. Setelah membayar, kamipun langsung menempuh perjalanan ke Curug Cibeureum.
Jarak dari pos pendakian ke Curug Cibeureum adalah 2,8 km, menurut papan keterangan yang ada disana, jarak itu dapat ditempuh kurang lebih 1 jam perjalanan. Tapi, ketika saya masih muda dan sehat dulu (kesannya sekarang udah tua dan sakit2an gitu, hehe..), jarak ini dapat saya tempuh kurang dari 30 menit loh. Sekarang?
Seperti biasa, sebelum memulai perjalanan, saudara saya mencatat waktu kami berjalan, untuk kemudian membandingkan dan menganalisanya nanti. Hal ini penting, terutama untuk menyusun estimasi perjalanan yang akurat. Setelah pencatatan selesai, kamipun mulai berjalan.
Perjalan dari 0 - 1,4 km pertama, tidak banyak yang bisa diceritakan. Jalur pendakian Cibodas ini memang didominasi oleh bebatuan besar yang disusun rapi. Mungkin karena jalur ini banyak dilalui oleh wisatawan, maka kemudahan akses untuk merekapun sangat diperhatikan.
Di km 1,4 ada sebuah danau kecil yang diberi nama Telaga Biru. Entah kenapa dinamakan telaga biru, karena sepengamatan saya, tidak ada warna biru di telaga ini. Telaga ini juga tidak terlalu istimewa. Tapi entah kenapa banyak orang yang senang sekali kemping di sekitar telaga ini.
Di km 1.8 (kalau gak salah), perjalanan di atas jembatan kayupun dimulai. Jembatan ini merupakan jembatan buatan yang dibuat oleh pengelola TNGP untuk memudahkan wisatawan. Wajar, mengingat ketika pertama kali saya naik Gunung Gede (lebih dari sepuluh tahun lalu), sebelum ada jembatan ini, saya harus melewati rawa-rawa yang sangat sulit dilewati.
Tapi, kini kondisi jembatan (atau mungkin lebih tepatnya jalan kali ya) kayu yang ada sudah cukup memprihatinkan. maka kami pun terpaksa menempuhnya dengan berhati-hati. Karena selain licin dan berlumut, jembatan ini juga bolong di beberapa bagian.
Setelah menempuh jarak 2,8 km, dalam waktu 50 menit, kamipun akhirnya tiba di Curug Cibeureum. Setelah makan roti bakar yang dipersiapkan istri saudara saya, foto-foto, dan istirahat, kamipun kembali menempuh jalan pulang. Perjalanan pulang yang basah, karena tiba-tiba hujan deras mengiringi kepulangan kami.
Yang menjadi catatan penting dalam perjalanan kali ini adalah bahwa ternyata stamina kami berdua sudah cukup jauh menurun. Kecepatan kami menempuh jalan ini dalam waktu 50 menitpun karena ego kami berdua yang saling meledek, dan menganggap lemah orang yang minta istirahat pertama kali. Padahal di km 1,4, kami benar-benar sudah kelelahan, tapi tetap keukeuh melanjutkan perjalanan.
Menurunnya stamina kami ini adalah sesuatu yang sangat wajar mengingat kami berdua jarang sekali berolahraga. Padahal, tubuh membutuhkan rutinitas fisik untuk mempertahankan staminanya. Dan begitu rutinitas fisik ini tidak dilaksanakan, maka staminapun menurun perlahan tapi pasti, sehingga ketika kami dihadapkan pada aktivitas yang membutuhkan stamina tinggi, kamipun mudah sekali lelah, bahkan mungkin menyerah.
Saya jadi teringat pada suatu saat dalam hidup saya. Saat dimana saya membutuhkan stamina tinggi, tetapi karena aktivitas rutinnya tidak dilaksanakan, sayapun kepayahan. Bahkan hampir menyerah. Saat itu bukan tentang fisik, tapi tentang ruhiyah. Aktivitas rutinnya pun bukan olahraga, tapi ibadah. Dan saat dibutuhkan stamina ruhiyah seperti itu oleh beberapa ulama dinamakan dengan futhur.
Maka benarlah kata guru saya, bahwa setiap orang pasti mengalami futhur, saat dimana mereka membutuhkan stamina ruhiyah yang tinggi. Tetapi untuk orang-orang yang terbiasa melatih ruhiyahnya, melakukan aktivitas-aktivitas rutin yang meningkatkan stamina ruhiyahnya, futhur adalah sesuatu yang mudah. Mereka dengan mudah melaluinya, tanpa kepayahan, apalagi menyerah.
Tetapi sebaliknya, untuk orang-orang yang malas-malasan melatih stamina ruhiyahnya, beribadah karena terpaksa, bahkan terkadang lalai meninggalkannya, futhur adalah sebuah fase yang mampu mengubah hidup mereka. Jika mereka mampu melewatinya, mereka akan menyadari kesalahan, bertobat, dan menjadi lebih baik. Tetapi jika mereka menyerah kalah, mereka pun akan terpental dari jalan dakwah, bahkan tak jarang menjadi penentangnya...
Tangerang, 30 April 2009
12:58 WIB
"Yang bertekad untuk rutin berolahraga"
12:58 WIB
"Yang bertekad untuk rutin berolahraga"