Kamis, 30 Desember 2010

MABIT Awal Tahun Majelis Darussalam

Start:     Jan 1, '11 6:00p
Location:     Masjid Darussalam, Griya Tugu Asri (GTA), Jalan RTM, Cimanggis, Depok
Hadirilah!!!
Malam Bina Iman Taqwa (Mabit)
Majelis Darussalam

Bersama:
1. Ust. Farid Nu'man S.Si. (Kajian Fiqih Islam)
2. Ust. Ahmad Sahal, Lc, Al-Hafidz (Kajian Tafsir Ibnu Katsir)
3. Ust. Asep Sobari, MA. (Kajian Sirah Nabawiyah)
4. Ust. Musta'in Billah, Al-Hafidz, (Qiyamullail)

Waktu : Sabtu, 1 Januari 2011, Ba'da Magrib sampai dengan Subuh
Tempat: Masjid Darussalam, Griya Tugu Asri (GTA), Jalan RTM, Cimanggis, Depok.

Gratis:
1. Makanan dan minuman ringan
2. Buletin Motivational Family Preneur (BMFP) oleh Ust. Valentino Dinsi, MM, MBA

Ajak keluarga, sahabat, teman, serta rasakan manisnya iman!!!

PENTING: Catat di agenda biar gak lupa... ^__^
Share:

Selasa, 28 Desember 2010

10.000 Jam untuk Sukses

Ada sebuah penelitian tentang orang-orang sukses dalam berbagai bidang yang dilakukan oleh sebuah Universitas di California. Dalam penelitian ini dicari faktor kesuksesan orang-orang tersebut. Dari berbagai faktor, ada 1 faktor yang cukup menonjol dan perlu kita garis bawahi. Bahwa orang-orang sukses tersebut telah menghabiskan 10 ribu jam waktu dalam hidupnya untuk bidang tersebut.

Jika sehari ada 24 jam, maka 10 ribu jam adalah sekitar 417 hari. 1 tahun lebih 52 hari. Tapi orang-orang sukses tersebut juga manusia. Mereka tentunya butuh makan, minum, tidur, dan kegiatan lain yang menyita waktu mereka sehari-hari. Jika kita asumsikan bahwa sehari mereka bergelut selama 8 jam dengan bidangnya, dan dalam setahun mereka bergelut selama 240 hari (365 hari dipotong week end dan liburan panjang), maka 10 ribu jam tersebut bisa dicapai dalam 5,2 tahun.

Selama 5,2 tahun tersebut orang-orang sukses tersebut tentunya harus konsisten dengan bidang yang mereka geluti. Dan tentunya, konsistensi pada bidang tersebut juga harus dibarengi dengan improvement yang memadai. Stagnansi dan perulangan yang tak perlu, hanya akan membawa kita menjadi karyawan klerikal yang abadi.

Depok, 28 Desember 2010
09:36 WIB
Share:

Jumat, 03 Desember 2010

Social Capital dalam Pernikahan Barokah

Ketika memutuskan untuk menikah pada bulan syawal kemarin, uang di tabungan saya hanya kurang dari 3 juta rupiah. Suatu jumlah yang sangat pas-pasan, bahkan untuk sebuah pernikahan sederhana sekalipun. Tapi saya tak ambil pusing tentang masalah dana ini, karena sudah banyak cerita dari teman-teman dan sahabat saya tentang betapa Allah menolong hambaNya yang ingin menikah. FirmanNya dalam surat An Nur ayat 32 merupakan sebuah kebenaran yang terwujud nyata dalam kehidupan.

Tapi mustahil jika ujug-ujug Allah menolong hambaNya dengan sebuah keajaiban. Mukjizat hanya milik hambaNya yang terpilih. Untuk manusia biasa seperti saya, pertolongan Allah datang dalam sebuah proses, dalam sebuah sebab akibat yang bisa kita upayakan. Akan sangat panjang jika saya menguraikan jalinan sebab akibat yang tak terputus ini. Maka saya akan memulainya dari pemberitahuan keinginan saya untuk menikah, kepada ibu saya.

Ketika saya memberitahukan rencana pernikahan saya pada ibu, beliau terkejut. Karena pertama, rencana pernikahan itu tinggal satu bulan lagi. Sedangkan yang kedua, karena ternyata saya telah melakukan proses lamaran terlebih dahulu bersama seorang sahabat. Suatu hal janggal dalam keluarga saya yang masih family-sentris.

Tapi keterkejutan beliau tidak justru mempersulit saya. Beliau bahkan menyuruh saya untuk memberitahukan secepatnya rencana ini pada saudara-saudara saya. Bahkan saudara yang cukup jauh sekalipun. Maka dimulailah rangkaian roadshow silaturahim ke hampir seluruh keluarga besar saya.

Dengan tulus, ibu saya menemani saya dalam rangkaian silaturahim dan rapat keluarga. Dan dengan halus, beliaulah justru yang mengingatkan arti pentingnya tolong-menolong dalam kebaikan kepada saya dan saudara-saudara yang kami kunjungi. Satu hal yang menambah point bagi beliau untuk menjadi wanita yang paling saya cintai dalam hidup saya.

Setelah proses silaturahim selesai, maka terjadilah proses berikutnya. Proses dimana dukungan moral dan dana mengalir, memuluskan rencana pernikahan saya. Silaturahim adalah sebab, sedangkan dukungan moral dan dana merupakan akibat. Yah, boleh dibilang sesimpel teori ekonomi makro yang banyak meng-ceterus paribus-kan faktor lainnya, sesimpel itu pulalah sebab akibat silaturahim serta dukungan moral dan dana.

O iya, ada satu hal lagi yang sebenarnya sangat penting dalam suksesnya proses pernikahan ini. Satu hal yang rutin saya lakukan selama 2 tahun sebelumnya, yaitu doa.

Tangerang, 3 Desember 2010
16:11 WIB
"Jalani saja! Jangan banyak berteori sebelum mencoba!"
Share:

Minggu, 28 November 2010

Aku Mencintaimu karena Allah

Ada emosi yang bergejolak ketika guru ngaji saya menyampaikan suatu pengumuman penting. Bahwa ini adalah malam terakhir kebersamaan kami dalam lingkaran tarbiyah. Lingkaran yang telah hampir 5 tahun ini kami jalani. Bahwa mulai minggu depan, kami akan bersama dengan murobbi yang baru, berdzikir, mengkaji ilmu, mengevaluasi amalan, dan menjalin persaudaraan.

Emosi ini juga kurasakan 5 tahun yang lalu. Ketika itu bahkan sempat terpikir sebuah ide, bahwa aku gak mau ngaji jika tidak dengan murobbi yang sekarang. Sebuah emosi yang mengambil bentuk ekstrim berupa pengkultusan pada sang guru.

Sebuah hal yang wajar memang jika cinta karena Allah akhirnya dibumbui oleh cinta yang berlandaskan emosi semata. Bahkan seorang Umar bin Khatab ra. sempat merasakannya.

Kecintaan Umar ra. yang begitu besar terhadap Rasulullah saw., membuatnya begitu emosional ketika Rasulullah saw. wafat. Ia bahkan mengancam para sahabat yang mengatakan bahwa Rasulullah saw. wafat. Cinta emosionalnya, membuat Umar ra. mengkultuskan Rasulullah saw.

Ketika Abu Bakar ra. mendengar tentang hal ini, Abu Bakar ra. pun mendatangi Umar ra. Beliau mengingatkan Umar ra. dengan suatu ayat Allah SWT tentang kemanusiaan Rasulullah saw., bahwa Muhammad saw. juga manusia yang suatu saat akan dipanggil Kekasih Sejatinya.

Seketika tersadarlah Umar ra. Seketika itu pula, cinta karena Allah yang dirasakan Umar ra. terhadap kekasihnya, mengalahkan cinta emosionalnya. Cinta emosional membutakan Umar ra. Tapi cinta karena Allah menyadarkannya.

Mungkin itu sebabnya para pemimpin tarbiyah membuat sistem pergantian murobbi ini. Agar para murobbi dan mutarobbi membangun cinta karena Allah. Agar cinta emosional yang terbentuk dapat diminimalisir. Agar tak ada pengkultusan terhadap sang murobbi.

Bagaimanapun, aku mencintaimu karena Allah ya ustadz...

Depok, 28 November 201002:02 WIB 
Share:

Sabtu, 13 November 2010

Jumat, 12 November 2010

Obama Makan Bakso dengan teknik NLP

Dalam NLP (dan ilmu psikologi secara umum), ketika kita ingin mengintervensi tingkah laku seorang target, maka kita harus melewati tiga tahapan.
 
Tahapan pertama adalah rapport building. Dalam tahap ini, kita harus membiasakan si target dengan kehadiran kita. Entah kehadiran secara fisik dalam bentuk tatap muka. Entah kehadiran secara pemikiran dalam bentuk tulisan dan media. Maupun kehadiran secara perasaan dalam bentuk kerinduan. Pokoknya, gimana caranya agar ketika kita hadir untuk melakukan perubahan (intervensi), target tersebut tidak kabur atau antipati duluan. Paling tidak, dia memiliki perasaan netral, syukur-syukur sampai pada tahap merindukan.
 
Tahapan kedua adalah pacing. Pada tahap ini, kita seolah-olah menjadi cermin bagi si target. Kita mengikuti gerakan dia. Kita berpikir seperti dia. Dan kita berbagi perasaan yang kita sesuaikan dengan perasaan dia. Sehingga dia, si target yang kita incar ini, merasa seolah-olah menemukan dirinya yang lain. Dia merasa seperti sedang bercermin. Dan ketika si target larut dengan cermin di hadapannya, yaitu kita, maka dimulailah tahap ketiga.
 
Tahap ketiga ini bernama leading. Dalam tahap ini, perlahan-lahan kita merubah gerakan fisik kita, sehingga si target yang larut dalam cermin, justru akan menyesuaikan gerakannya dengan gerakan kita. Perlahan pula kita ungkapkan pikiran kita yang sebenarnya, sehingga si target mulai mengikuti jalan pemikiran kita. Dan ketika tak ada lagi penolakan dalam diri si target, maka seluruh perasaan yang kita miliki, akan menjadi perasaan si target. Dan... tik... (sambil menjentikkan jari), intervensi apapun akan mudah kita lakukan pada si target.
 
Lalu, apa hubungannya dengan bakso?
 
Jika kita cermati, somay dan bakso merupakan makanan favorit kebanyakan orang Indonesia. Dari sinilah gue, sebagai seorang penggemar bakso, merasa dan sadar bahwa Obama ternyata mempraktekkan tahapan intervensi di atas. Gak percaya? Baiklah, kita kupas lebih dalam tahap-tahapnya.
 
Dalam tahapan rapport building, Obama yang merupakan sosok anti-tesis dari Bush, mudah menarik simpati banyak media, termasuk media di Indonesia. Sosok fisiknya kerapkali muncul di layar tv orang Indonesia. Pemikirannya tentang kebijakan Amerika yang lebih ramah, kerapkali kita baca di koran. Dan perasaannya tentang Indonesia, kerinduan akan masa kecilnya disini, dieksploitasi sedemikian rupa, sehingga banyak orang Indonesia yang merindukan kehadirannya di negeri ini. Bahkan dengan 2 kali kegagalan kunjungannya ke Indonesia tidak membuat rakyat di negeri ini kecewa. Kerinduan itu justru semakin membara di sebagian rakyat kita.
 
Ketika akhirnya Obama jadi mengunjungi Indonesia, sebagian orang seakan melihat Obama seperti cermin. Presiden sebuah negara adidaya berbicara bahasa Indonesia, menyukai somay dan bakso, pernah bersekolah di Indonesia (bukan BSI loh... :)), dan berbagai kemiripan lain. Maka larutlah sebagian dari kita dalam euforia Obama. Dan dari sinilah agenda-agenda tersembunyi Amerika dimulai.
 
Tapi dari sini pulalah gue akan mengakhiri tulisan gue. Meraba agenda tersembunyi Amerika dan bentuk intervensinya terhadap rakyat Indonesia sepertinya bukan core competence gue. Yang jelas, satu hal yang cukup berkesan dari kedatangannya adalah ketika paspampres (pasukan pengaman presiden) Indonesia, harus melewati penggeledahan secret service (paspampres) Amerika. Menurut gue, ini adalah sebuah bentuk leading yang luar biasa, seakan ingin menyampaikan pesan bahwa dimanapun Obama berada, yang lain justru menjadi tamunya (kalau gak bisa dibilang kacung).


Depok, 12 November 2010

01:43 WIB 
Share:

Kamis, 28 Oktober 2010

Senin, 27 September 2010

Rabu, 16 Juni 2010

Apa Kata NLP tentang Kamu dan Rindu

Setetes kerinduan yang perlahan menjadi gelombang.
Diamplifikasi oleh perasaan terpendam.
Mengelisitasiku semakin dalam.

Jangkar yang hampir musnah, kini teraktivasi kembali.
Bayanganmu muncul dengan submodaliti, yang mampu mengalahkan terangnya televisi 40 inchi.

Aku tak tahu apa atau siapa yang memicu ini.
Peta atau teritori.
Dunia atau diri.

Bagaimanapun, aku takkan menghilangkannya seperti fobia.
Takkan membunuhnya dengan swish pattern yang telah kucoba.
Tidak untuk kamu.
Seseorang yang pernah menjadi filterku.
Yang mampu membuat dunia hitam putihku menjadi abu-abu.

Tangerang, 15 Juni 2010
21:35 WIB
Share:

Kamis, 03 Juni 2010

Selasa, 27 April 2010

Mengadu Domba Musuh Allah

"Mereka tidak akan memerangi kamu dalam keadaan bersatu padu, kecuali dalam kampung-kampung yang berbenteng atau di balik tembok. Permusuhan antara sesama mereka adalah sangat hebat. Kamu kira mereka itu bersatu, sedang hati mereka berpecah belah. Yang demikian itu karena sesungguhnya mereka adalah kaum yang tidak mengerti." (QS. Al Hasyr: 14)

Ada yang menarik dari perang Khandak/Ahzab. Perang dimana jumlah pasukan musuh lebih banyak dari jumlah seluruh penduduk Madinah ini merupakan peperangan yang paling menggetarkan hati kaum Muslimin pada saat itu. Di atas kertas, tak mungkin mereka memenangkan perang ini. Tapi justru pertolongan Allah terkadang datang di luar perkiraan dan logika manusia.

Salah satu pertolongan Allah datang dari hambaNya, yaitu Nu'aim bin Mas'ud bin Amir Al-Asyja'y. Nua'im ra. adalah salah seorang dari bani Ghathafan, kelompok yang saat itu turut mengepung kota Madinah. Nua'im ra datang kepada Rasulullah saw. dan menceritakan bahwa dirinya telah masuk Islam. Nua'im ra meminta perintah dari Rasulullah saw. terkait dengan perang yang sedang berlangsung. Rasulullah saw. hanya memberikan perintah umum bahwa Nua'im harus memberikan pertolongan menurut kesanggupannya. "Karena peperangan adalah tipu muslihat," demikian Rasulullah saw. bersabda padanya.

Dengan berbekal instruksi ini, Nua'im ra pun mendatangi kaumnya, dan kaum-kaum yang menjadi sekutunya. Dengan berbekal kepercayaan dari mereka, Nua'im ra melaksanakan tipu muslihat untuk memecah belah mereka. Kepada bani Ghathafan, Nua'im ra. meyakinkan mereka bahwa kaum Quraisy dan bani Quraizhah tidak bisa dipercaya. Begitu juga ketika Nua'im ra mendatangi kaum Quraisy dan bani Quraizhah, ia meyakinkan mereka bahwa kaum yang lain tidak bisa dipercaya. Akhirnya, dengan tipu muslihat Nua'im ra, serta turunnya tentara Allah berupa angin topan dan cuaca ekstrim, kaum-kaum musyrikin itu memutuskan untuk pulang, meninggalkan kaum muslimin yang gembira dengan kemenangan.

Cerita ini menegaskan kepada kita kebenaran ayat Allah yang saya kutip di atas. Bahwa sesolid apapun musuh Allah, sekuat apapun perjanjian yang mereka lakukan, pada dasarnya hati mereka berpecah belah. Persatuan diantara mereka tidak didasarkan pada sesuatu yang hakiki. Persatuan diantara mereka hanya didasarkan pada kepentingan kelompok masing-masing. Karena mereka adalah kaum yang tidak mengerti.

Masih jelas dalam ingatan kita bagaimana seorang Obama begitu marah dengan tindakan Israel yang melanjutkan pembangunan pemukiman Yahudi tepat ketika utusan Obama mengunjungi negara Zionis tersebut. Meski kemudian Obama menegaskan hubungan Amerika-Israel akan tetap solid, kita tahu bahwa di dalam hati mereka, sesungguhnya mereka berpecah belah.

Kita juga masih ingat tentang betapa marahnya negara-negara Eropa dan Australia yang passportnya dipalsukan oleh agen-agen Mossad yang melakukan pembunuhan terhadap petinggi Hamas di Dubai. Inggris bahkan mengusir salah seorang diplomat Israel yang juga merupakan petinggi Mossad. Pun demikian dengan negara-negara lain yang mengirimkan surat protes ke kedubes Israel. Beberapa bahkan mulai melakukan investigasi khusus terkait hal ini.

Kita tahu dan yakin bahwa walaupun ada konspirasi besar melawan Islam, para pelaku konspirasi itu bersatu hanya karena kepentingan sesaat. Ketika kepentingan itu bisa mereka dapatkan dengan cara lain, tentu mereka akan mengkhianati sekutunya. Mereka seperti kaum Ahzab dengan pasukan besar yang siap melumatkan umat Islam di Madinah. Yang kita perlukan untuk melawan mereka hanyalah sesosok Nua'im bin Mas'ud yang mampu memecah belah mereka. Andakah orangnya?

Tngerang, 26 April 2010
11:22 WIB
Share:

Sabtu, 10 April 2010

Pria, Anak tuhan di Dunia

Jika suatu negara menghadapi sekumpulan orang yang berbeda dengan rakyatnya. Bahkan diindikasikan bahwa kumpulan orang ini mengancam stabilitas negara, apa yang akan dilakukan sang kepala negara? Jika kita tanyakan hal ini pada Muhammad saw, Rasulullah sekaligus kepala negara Madinah, maka beliau akan mendakwahi kelompok tersebut kepada Islam, jika mereka menolak ambil jizyah (pajak) dari mereka, jika menolak juga bolehlah diperangi.

Jika kita tanyakan hal ini pada Hitler, dengan sigap dia akan mengumpulkan tentaranya, menyuruh mereka menangkap seluruh anggota kelompok tersebut sampai tak tersisa. Kemudian menaruh anggota kelompok separatis tersebut dalam sebuah ruangan, memenuhi ruangan tersebut dengan gas beracun. Mungkin Hitler berpikir bahwa hal ini akan menghemat peluru dibandingkan jika harus menembaki mereka satu persatu.

Kemudian, jika kita tanyakan hal ini pada Konstantin, Kaisar Imperium Romawi, maka dengan kecerdikannya, ia akan merangkul kelompok separatis tersebut, menipu mereka tanpa sadar, dan menjadikan mereka bagian dari kekaisaran.

Hal ini terjadi kira-kira 17 abad yang lalu. Pada saat itu di kekaisaran Romawi tumbuh agama baru yang semakin lama semakin berkembang pengikutnya. Cara-cara represif tak mampu menahan laju perkembangan agama ini, apalagi cara halus. Maka mulailah dilakukan penyelidikan tentang agama ini, dimana kelemahannya, dan bagaimana cara menaklukannya.

Setelah mempelajari dengan seksama, didapatkanlah info bahwa agama ini bersumber dari seorang manusia yang begitu mereka puja, disebarkan oleh seseorang yang begitu gigih mengklaim perkataannya sebagai perkataan manusia agung tadi, dan ajaran yang begitu menekankan pada cinta kasih naif: jika kamu ditampar pada pipi kanan, berikanlah pipi kirimu juga.

Setelah mendapatkan informasi yang memadai, Sang Kaisar pun membuat semacam rapat besar yang dinamakan Konsili Nicea. Di Konsili Nicea inilah Konstantin menyatukan dasar-dasar agama baru tadi dengan agama yang dianut kekaisarannya. Kemudian, agama baru yang merupakan agama perpaduan inilah yang akan menjadi agama resmi kekaisaran.

Kaisar Konstantin adalah pemuja Sol Invictus, Dewa Matahari. Maka, disandangkanlah atribut Dewa Matahari yang dipujanya pada manusia agung sumber agama baru tadi. Atribut yang disandangkan berupa tempat lahir, tanggal lahir, dan hari ibadah. Dengan demikian, Konstantin dan seluruh penghuni kekaisaran memiliki tuhan baru - jika tidak bisa dikatakan sebagai dewa - yang bernama "Jesus Christ, Sun of God" yang lahir pada tanggal 25 Desember, dengan hari peribadatannya: SUNday.

Konstantin juga membuat dasar-dasar agama baru ini sesuai dengan agama pagan yang dianutnya. Maka lahirlah konsepsi tentang dosa waris, dimana seluruh manusia pada dasarnya memiliki dosa, hingga Jesus Christ turun ke bumi dan bersedia menanggung dosa bagi mereka yang percaya. Bahkan ritual pengorbanan pagan pun dibahasakan sebagai konsep penebusan dosa, dimana dengan usaha tertentu (entah berupa derma, pengakuan dosa, dsb) seseorang bisa dibebaskan dari dosa-dosanya.

Unik? Tidak juga. Karena ternyata konsep ketuhanan seperti ini telah dikenal jauh berabad sebelumnya. Tuhan atau mahadewa memiliki kecenderungan untuk tertarik pada perempuan dari bangsa manusia. Ketertarikan ini menimbulkan cinta dan perkawinan, sehingga lahirlah seorang pria perkasa yang memiliki campuran sifat manusia dan tuhan. Karena tuhan begitu jauh tak terjangkau, maka memuja anak tuhan menjadi suatu hal yang lumrah. Mereka lebih terindera, anak-anak tuhan ini lebih nyata.

Uzair putera Allah adalah salah satu contohnya. Uzair yang memiliki aura kesolehan yang luar biasa akhirnya dipuja oleh orang-orang Yahudi yang tak mampu menjangkau tuhannya secara langsung. Hercules putera Zeus adalah contoh lainnya. Dan yang suka produk Bollywood, mereka juga memiliki Krisna, titisan Wisnu, mahadewa dari India yang konon katanya sebagai sosok yang mencipta alam semesta.

Pola seperti ini juga pernah hendak diterapkan pada Islam. Meski tak sesukses Konstantin, atau para pengusung Uzair, mereka berhasil membuat Islam terpecah. Adalah 'Abdulah bin Sabaa, yang hendak menuhankan 'Ali bin Abi Thalib ra. Dalam suatu riwayat dikisahkan bahwa 'Abdullah bin Sabaa menghasut sekelompok orang untuk bersujud pada 'Ali ra. 'Ali ra pun marah dan hendak membakar orang-orang ini. Tetapi dengan kelicikannya, 'Abdullah bin Sabaa berhasil menahan tangan 'Ali ra dari mereka. Hingga kini, warisan 'Abdullah bin Sabaa masih dapat kita jumpai dalam salah satu sekte Syiah paling ekstrim, yaitu Kaisaniyah. Sekte ini menempatkan 'Ali bin Abi Thalib ra sebagai manifestasi Allah, dengan kata lain, anak Allah di muka bumi.

Maka sayapun bertanya, kenapa pria? Apakah kami sebegitu perkasa untuk menjadi anak tuhan di dunia? Maka dengan lantang Lia Aminudin menjawab, "Jangan sombong dulu lo! Nih, gue perempuan. Walaupun gue bukan anak tuhan, tapi gue salah satu utusan tuhan yang perkasa. Gue nih titisan jibril. Mau apa lo!"

Nampaknya feminisme juga merambah dunia ketuhanan ya.

Tangerang, 09 April 2010
20: 49 WIB
Share:

Kamis, 25 Maret 2010

Sekularisasi Masjid Al-Aqsha

Mencermati polemik Al-Aqsha ahir-akhir ini, mengingatkan saya pada perkataan seorang Nurcholish Majid. Perkataan yang kemudian menjadi jargon terkenal di era orde baru itu berbunyi, "Islam yes! Partai Islam no!" Jargon ini kemudian dimanfaatkan pemerintah Suharto saat itu untuk memisahkan Islam dari wilayah politik. Maka, berjayalah sekularisme pada jaman orde baru. Bahkan efek sekularisme itu masih bisa kita rasakan sampai sekarang.

Islam sebagai agama yang komprehensif, pada saat itu dipenjara dalam masjid dan mushola. Maka jangan harapkan pemerintahan yang berhukum dengan Al Quran dan Sunnah. Jangan harapkan pula perekonomian sesuai syariah. Karena saat itu Islam telah dibelah-belah. Tak ada Islam dalam politik, ekonomi, dan muammalah. Mereka hanya menyisakan Islam sebagai bentuk ibadah.

Ketika saya membaca tulisan Syeikh Raid Shalah di Dakwatuna (www.dakwatuna.com/2010/apa-yang-dimaksud-masjid-al-aqsha) tentang Al-Aqsha, saya merasa dejavu. Pikiran saya dilingkupi sebuah kesadaran baru. Bahwa saya dan sebagian ummat ternyata tanpa sadar telah terjebak dalam sebuah bentuk sekularisme. Bahkan diadu domba karenanya.

Dulu saya mengira bahwa masjid Al-Aqsha adalah masjid berkubah kuning emas. Kemudian saya membaca tulisan tentang masjid Al-Aqsha 'yang sebenarnya' yang berkubah biru. Bahkan dalam tulisan-tulisan tersebut ada peringatan tentang konspirasi Yahudi yang ingin mengalihkan pandangan kaum muslimin dari masjid Al-Aqsha 'yang sebenarnya' yang berkubah biru ke Qubah As-Shakhrah (Dome of The Rock atau masjid berkubah kuning emas). Adu argumentasi pun tak terelakkan. Bahkan terkadang diwarnai hujatan. Tanpa sadar, para pemberi peringatan itupun ternyata telah masuk ke dalam pusaran konspirasi Yahudi.

Masjid Al-Aqsha sebagai sebuah komplek yang terdiri atas masjid kubah biru, masjid kubah kuning emas, mushola Al-Marwani, dan dinding pembatas di sekitarnya, seakan-akan dipecah dan disekularisasi menjadi masjid kubah biru dan masjid kubah emas saja. Bahkan ketika kita asyik berdebat dan saling menghujat, sebagian tubuh masjid Al-Aqsha telah dirubah menjadi tembok ratapan Yahudi, pos polisi Zionis, dan terakhir menjadi barak militer.

Membaca perdebatan tersebut saya jadi teringat pada kisah 3 orang buta yang berdebat tentang bentuk seekor gajah. Orang buta pertama yang sedang memegang belalai gajah berpendapat bahwa gajah itu berbentuk panjang, bulat, dan tebal. Orang buta kedua yang sedang memegang kuping gajah berpendapat bahwa gajah itu berbentuk lebar dan tipis. Sedangkan orang buta ketiga yang sedang memegang ekor gajah berpendapat bahwa gajah itu panjang dan kecil.

Mungkin seperti itulah keadaan kita. Bahkan lebih parah lagi. Kita yang dibutakan oleh konspirasi, berdebat tentang belalai dan kuping gajah. Satu pihak dari kita ngotot bahwa gajah itu adalah belalainya. Pihak lain dari kita menghujat dan mengatakan bahwa gajah itu adalah kupingnya. Sedangkan Zionis laknatullah yang telah menusuk mata kita dengan politik adu dombanya, sedang asyik menguliti tubuh gajah, dan melakukan mutilasi sistematis pada kaki-kaki gajah kita. Tampaknya mereka akan makan besar.

Tangerang, 25 Maret 2010
00:29 WIB
Share: