Selasa, 14 Agustus 2007

Kematian Modernisme

Malam. Atau pagi? Bahkan waktupun tidak memiliki sebuah ketetapan istilah. Padahal manusia berkecimpung di dalamnya, bukan, mungkin lebih tepat hidup di dalamnya. Sesuatu yang menjadi bagian dari diri setiap insan. Sesuatu yang sangat universal. Tapi bahkan belum memiliki kesepakatan universal. Lalu bagaimana dengan hal-hal yang bersifat lokal dan parsial?

 

Pernah kutenggelam dan menjadi bagian dari kelompok yang memperdebatkan hal tersebut, antara universalitas dan relativitas. Bukan sebagai pengamat, tapi sebagai simpatisan dari suatu pihak yang menelan bulat-bulat kebenaran yang dijejalkan padaku melalui forum-forum dan buku. Tak sedikitpun kucoba melihat pihak lawan, karena kacamata kuda yang kupakai tak memungkinkan hal tersebut.

 

Dulu aku beranggapan bahwa segala sesuatu adalah (mutlak) relatif. Tak ada yang mutlak. Tak ada yang universal. Yang ada, mutlak, dan universal hanyalah relativitas itu sendiri. Yang mencakup segala sesuatu mulai dari hal kecil sampai hal besar. Dan kecil besar itu sendiri tergantung dari cara pandang yang kita pakai.

 

Kebenaran mutlak yang selama ini dijejalkan padaku terhapus begitu saja oleh arus pemikiran baru. Tak ada ruang tersisa untuk mereka. Bahkan sekalipun mereka mencoba untuk bertahan, lingkungan pemikiranku tak mengizinkan untuk itu. Karena atmosfirnya berbeda sekali, dan hampir tak ada kemungkinan bagi mereka untuk bisa bernafas, apalagi tumbuih dan berkembang biak di dalamnya.

 

Menurutku ini adalah sebuah paradigma yang luar biasa. Sebuah paradigma yang revolusioner yang menghancurkan semuanya, tak tersisa, dan membangun kehidupan diatas puing-puing reruntuhan paradigma lama. Tidak mengakomodir, mengasimilasi, mengakulturasi, dan mengelaborasi mereka, karena kedua paradigma ini merupakan spesies yang berbeda yang dari keduanya tidak mungkin menghasilkan keturunan.

Yap itulah postmodernisme. Sebuah paradigma pemikiran yang lahir dari puing-puing pemikiran modernisme. Nama yang hampir mirip bukan berarti mereka memiliki kedekatan, tapi post setelah nama modernisme ini bisa diartikan juga sebagai kematian. Yang berarti postmodernisme eksis jika dan hanya jika modernisme telah menemui ajalnya.

Share:

4 komentar:

  1. sepertinya perlu konsentrasi tinggi buat baca dan paham yg ini..
    pff..

    BalasHapus
  2. emm, ttg hijrah waktu dah lebih kenal Islam bukan?
    oya lupa, gak boleh nanya2 mulu ya,,

    BalasHapus
  3. Yap, it's a little bit postmo thing. Complicated and hard to understand, but won't get you anywhere..

    BalasHapus