Kamis, 03 Desember 2009
Kamis, 12 November 2009
Ketika Cinta..
Ketika cinta bertasbih, kusucikan niat yg ada di hati. Karena Yang Maha Suci, takkan menerima setitik noda yang kotori jiwa. Dan aku bersabar karenaNya..
Ketika cinta bertahmid, kupuji Engkau atas kenikmatan ini. Karena hanya Yang Maha Terpuji yang menganugerahkan bahagia dalam jiwa. Dan aku bersyukur karenaNya..
Ketika cinta bertakbir, kan kugerakkan rasa ini menjadi rangkaian kerja nyata. Mengagungkan asmaNya di penjuru semesta. Karena hanya Yang Maha Besar yang mampu membuatku tergetar, memberi energi yang sanggup mengguncang bumi. Dan aku bersujud karenaNya..
Tol Tomang, 12 November 2009
03:32 WIB
Ketika cinta bertahmid, kupuji Engkau atas kenikmatan ini. Karena hanya Yang Maha Terpuji yang menganugerahkan bahagia dalam jiwa. Dan aku bersyukur karenaNya..
Ketika cinta bertakbir, kan kugerakkan rasa ini menjadi rangkaian kerja nyata. Mengagungkan asmaNya di penjuru semesta. Karena hanya Yang Maha Besar yang mampu membuatku tergetar, memberi energi yang sanggup mengguncang bumi. Dan aku bersujud karenaNya..
Tol Tomang, 12 November 2009
03:32 WIB
Kamis, 15 Oktober 2009
Merevolusi hidup tuh membutuhkan kekuatan yang besar. Maka, sampai kapanpun kita takkan mampu melakukannya kecuali jika kita memiliki akses terhadap kekuatan tersebut. Maka, inilah saat bagi kita untuk meminta akses kepadaNya. Sang Pemilik Kekuatan. Komandan Revolusi Semesta. Allah Subhanahu wa Ta'ala.. -yang sedang menyusun rencana revolusi-
Jumat, 25 September 2009
Rabu, 23 September 2009
Ada yang menganalogikan bhw hidup itu ibarat pendakian ke puncak gunung. Ketika kaki kiri melangkah, maka itulah masalah. Ketika kaki kanan melangkah, maka itulah kreativitas pemecahannya. Maka semakin banyak masalah dan kreativitas yang tercipta, semakin cepat kita menggapai puncak gunung, puncak kesuksesan kita.
Selasa, 22 September 2009
Ada yg sanggup puasa setahun penuh? Gampang kok caranya. Setelah kemarin kita puasa sebulan di bulan Ramadhan, terus kita lanjutkan deh puasa 6 hari di bulan Syawal ini. Karena Nabi saw. bersabda, "Barangsiapa berpuasa pada bulan Ramadhan lalu diiringinya dng 6 hari bulan Syawal,maka seolah-olah ia telah berpuasa sepanjang masa." (HR. Jamaah kecuali Bukhari dan an-Nasa'i) Mulai secepatnya ya.. :)
Minggu, 20 September 2009
Nabi saw. bersabda, "Barangsiapa berpuasa pada bulan Ramadhan lalu diiringinya dng 6 hari bulan Syawal,maka seolah-olah ia telah berpuasa sepanjang masa." (HR. Jamaah kecuali Bukhari dan an-Nasa'i) Yuk kita lanjutkan puasa lagi, mumpung masih ada semangat ramadhan. Mulai besok juga gak apa2 kok. Lebih cepat lebih baik.. :)
Sabtu, 19 September 2009
Kamis, 17 September 2009
...Ketika Rasulullah saw keluar,tiba2 beliau dapati para sahabat duduk dalam halaqah (lingkaran). Beliau bertanya, "Apakah yang mendorong kalian duduk seperti ini?" Mereka menjawab, "Kami duduk berdzikir dan memuji Allah atas hidayah yang Allah berikan sehingga kami memeluk Islam." Maka Rasulullah bertanya, "Demi Allah kalian tidak duduk melainkan untuk itu?" Mereka menjawab, "Demi Allah, kami tidak duduk kecuali untuk itu." Maka beliau bersabda, "Sesungguhnya saya bertanya bukan karena ragu2, tetapi Jibril datang padaku memberitahukan bahwa Allah membanggakan kalian di depan para malaikat." (HR. Muslim)
Selasa, 15 September 2009
Senin, 07 September 2009
Minggu, 06 September 2009
Tentang Khilafah
Nah, jika kita ringkas, agaknya sikap kita terhadap Khilafah ada dalam empat poin berikut
- Khilafah itu adalah satu keniscayaan Nubuwat, realistis, dan bukan utopia.
- Khilafah itu memerlukan sebab, maka kewajiban kita adalah berpartisipasi dalam mengikhtiyarkan sebabnya, bukan menunggu berpangku tangan.
- Khilafah itu bukan 'solusi jadi' atas permasalahan ummat, tetapi alat yang dipakai untuk merumuskan dan menjalankan solusi, maka dia membutuhkan banyak sekali perangkat.
- Sumberdaya yang akan mengelola perangkat-perangkat dalam Khilafah haruslah:
- Kapabel dan kredibel. Maka dibutuhkan tarbiyah yang membuat mereka tumbuh, berkembang, berdaya, terjaga, dan tertokohkan.
- Kompeten. Maka dibutuhkan banyak kader da'wah yang terdidik ahli, spesialis berwawasan luas untuk mengisi kualifikasi di berbagai bidang pelayanan ummat.
- Profesional dan Well-trained. Maka dibutuhkan banyak eksperimen, latihan, dan pembelajaran yang diperoleh melalui pengelolaan publik dalam organisasi da'wah, lembaga pelayanan, dan terlebih lagi institusi pemerintahan daerah maupun pusat.
- Terorganisasi. Maka dibutuhkan satu 'amal jama'i yang menopang segala aktivitas persiapan menuju Khilafah.
Begitulah. Hingga nantinya, kata Hasan Al Banna, kita menyelesaikan tahap tugas Ustadziyatul 'Alaam. Khilafah itu bukan berdiri angkuh atau berteriak nyaring di atas tahta dan mahkota, tetapi bekerja keras dan tersenyum ramah menjadi teladan semesta.
(Salim A. Fillah, Saksikan Bahwa Aku Seorang Muslim)
Sabtu, 05 September 2009
Selasa, 01 September 2009
Pernikahan Antar Harokah
Seorang kenalan pernah berkata bahwa sebagai aktivis pluralisme dia harus membuktikan komitmen perjuangannya dalam bentuk pernikahan. Pernikahan menurutnya adalah sebuah medium yang tepat, selain untuk membuktikan komitmennya, juga untuk menyebarkan ide dan pemikirannya ke masyarakat dan generasi penerusnya. Maka, iapun bertekad untuk menikahi wanita yang berbeda keyakinan dengannya suatu saat nanti.
Saya hanya tersenyum saja saat itu. Karena ada beberapa hal yang menurut saya bisa diambil pelajaran dari pernyataan yang dia sampaikan. Pertama, pernikahan memang sebuah medium yang sangat tepat untuk menyebarkan ide dan pemikiran kita kepada masyarakat. Bahkan Hasan Al Banna berpendapat bahwa pembentukan keluarga Islami berperan sebagai pilar yang utuh dan integral dari keseluruhan jalan panjang menegakkan Islam sampai tegaknya khilafah suatu saat nanti. Maka pernikahan yang manhaji, yang terencana dan terstruktur dengan baik, akan menjadi patokan ke arah mana peradaban manusia akan bergulir.
Jika terjadi banyak pernikahan plural seperti yang kenalan saya impikan, maka ide pluralisme akan berkembang dengan subur. Bahkan secara perlahan tapi pasti, generasi penerus mereka akan menjadi agen-agen penyebar pluralisme yang sangat efektif. Hal ini tentu akan menjadi efek bola salju yang menggelindingkan peradaban ke arah yang mereka inginkan.
Hal kedua yang bisa saya ambil dari pernyataan kenalan saya itu adalah bahwa ternyata para pejuang pluralisme sudah selangkah lebih maju dari pejuang Islam. Jika sekarang kita masih berkutat dengan KETERIKATAN HARAKI, maka mereka sedang dalam perjalanan menggabungkan kekuatan dengan kaum yang terang-terangan kafir.
Bahkan arah perjuangan kita pun sepertinya tersendat dengan banyaknya konflik antar harokah. Masing-masing gerakan Islam berlomba memasarkan produknya ke konsumen yang sama. Alih-alih saling melengkapi, mereka justru lebih banyak menonjolkan kelebihan mereka dibandingkan gerakan Islam yang lain. Dalil-dalil pun digunakan secara sepihak, sehingga hanya potongan kebenaran yang mereka ungkapkan, padahal kebenaran komprehensif sama sekali takkan merugikan mereka.
Tidak cukup dengan melebihkan diri, beberapa oknum gerakan Islam pun mulai menjatuhkan gerakan Islam yang lain. Entah disusupi oleh "intel", entah karena pemahaman mereka yang kurang, maka hal pertama yang diajarkan dalam forum-forum halaqah, dauroh, dan taklim gerakan-gerakan Islam inipun adalah menumbuhkan KETERIKATAN HARAKI diantara mereka. Maka yang muncul ke permukaan adalah kebanggaan sebagai anggota, pengurus, bahkan petinggi partai politik dakwah versus pengharaman partai politik secara total karena dianggap thogut.
Padahal seperti apa yang dikatakan Ustad Fathi Yakan, bahwa KETERIKATAN 'AQIDI seharusnya ditekankan dalam seluruh gerakan Islam, sehingga kita dapat menghindari keterjebakan untuk mengunggulkan harokah kita. Keterikatan bahwa kita sama-sama mengakui bahwa tiada ILLAH selain ALLAH dan bahwa MUHAMMAD s.a.w. adalah MUROBBI/MUSYRIF/USTADZ kita yang paling agung. Keterikatan satu-satunya yang dianjurkan dalam Islam.
Lalu bagaimana caranya menumbuhkan KETERIKATAN 'AQIDI dalam lingkungan yang dipadati dengan KETERIKATAN HARAKI ini? Dari sinilah kita perlu melihat kembali contoh yang diberikan sang Nabi. Jika banyak yang mempertanyakan mengapa Rasulullah saw melakukan poligami, maka kata kunci jawaban dari pertanyaan ini adalah pernikahan misi. Pernikahan yang salah satu tujuannya adalah untuk menafikkan keterikatan pada suku-suku dan kabilah, dan menjadikan tauhid sebagai satu-satunya pengikat yang hakiki.
Maka dengan konteks kita sekarang, keterikatan pada suku-suku dan kabilah telah merubah dirinya menjadi keterikatan pada gerakan-gerakan Islam yang bermacam-macam. Akibatnya, terjadi fanatisme terhadap gerakan Islam yang diusungnya. Fanatisme dalam konteks ini bisa berbentuk keinginan untuk menikah hanya dengan orang seharokah, mempertimbangkan lamanya halaqoh/tarbiyah dalam pemilihan calon pasangan, bahkan sampai pengharaman untuk menikah dengan orang di luar gerakan Islam yang diusungnya.
Padahal setahu saya, tujuan gerakan-gerakan Islam ini sama, yaitu membebaskan manusia dari penyembahan terhadap sesama, juga penyembahan manusia terhadap makhluk Allah lainnya. Tentunya hal ini hanya dapat dilakukan di bawah naungan sistem Illahi. Dan tentunya, sistem Illahi tidak mungkin dapat tegak jika kita sebagai calon pengusungnya masih kocar-kacir seperti ini.
Maka rapatkanlah barisan kita! Jadikan persatuan ummat sebagai bagian dari agenda dakwah! Sematkan misi dalam pernikahan! Gulirkan bola salju peradaban ke arah kebangkitan Islam! Dan jadikan pernikahan antar harokah menjadi bagian dari solusi dakwah... (bersambung)
Pandeglang, 1 September 2009
06:54 WIB
Saya hanya tersenyum saja saat itu. Karena ada beberapa hal yang menurut saya bisa diambil pelajaran dari pernyataan yang dia sampaikan. Pertama, pernikahan memang sebuah medium yang sangat tepat untuk menyebarkan ide dan pemikiran kita kepada masyarakat. Bahkan Hasan Al Banna berpendapat bahwa pembentukan keluarga Islami berperan sebagai pilar yang utuh dan integral dari keseluruhan jalan panjang menegakkan Islam sampai tegaknya khilafah suatu saat nanti. Maka pernikahan yang manhaji, yang terencana dan terstruktur dengan baik, akan menjadi patokan ke arah mana peradaban manusia akan bergulir.
Jika terjadi banyak pernikahan plural seperti yang kenalan saya impikan, maka ide pluralisme akan berkembang dengan subur. Bahkan secara perlahan tapi pasti, generasi penerus mereka akan menjadi agen-agen penyebar pluralisme yang sangat efektif. Hal ini tentu akan menjadi efek bola salju yang menggelindingkan peradaban ke arah yang mereka inginkan.
Hal kedua yang bisa saya ambil dari pernyataan kenalan saya itu adalah bahwa ternyata para pejuang pluralisme sudah selangkah lebih maju dari pejuang Islam. Jika sekarang kita masih berkutat dengan KETERIKATAN HARAKI, maka mereka sedang dalam perjalanan menggabungkan kekuatan dengan kaum yang terang-terangan kafir.
Bahkan arah perjuangan kita pun sepertinya tersendat dengan banyaknya konflik antar harokah. Masing-masing gerakan Islam berlomba memasarkan produknya ke konsumen yang sama. Alih-alih saling melengkapi, mereka justru lebih banyak menonjolkan kelebihan mereka dibandingkan gerakan Islam yang lain. Dalil-dalil pun digunakan secara sepihak, sehingga hanya potongan kebenaran yang mereka ungkapkan, padahal kebenaran komprehensif sama sekali takkan merugikan mereka.
Tidak cukup dengan melebihkan diri, beberapa oknum gerakan Islam pun mulai menjatuhkan gerakan Islam yang lain. Entah disusupi oleh "intel", entah karena pemahaman mereka yang kurang, maka hal pertama yang diajarkan dalam forum-forum halaqah, dauroh, dan taklim gerakan-gerakan Islam inipun adalah menumbuhkan KETERIKATAN HARAKI diantara mereka. Maka yang muncul ke permukaan adalah kebanggaan sebagai anggota, pengurus, bahkan petinggi partai politik dakwah versus pengharaman partai politik secara total karena dianggap thogut.
Padahal seperti apa yang dikatakan Ustad Fathi Yakan, bahwa KETERIKATAN 'AQIDI seharusnya ditekankan dalam seluruh gerakan Islam, sehingga kita dapat menghindari keterjebakan untuk mengunggulkan harokah kita. Keterikatan bahwa kita sama-sama mengakui bahwa tiada ILLAH selain ALLAH dan bahwa MUHAMMAD s.a.w. adalah MUROBBI/MUSYRIF/USTADZ kita yang paling agung. Keterikatan satu-satunya yang dianjurkan dalam Islam.
Lalu bagaimana caranya menumbuhkan KETERIKATAN 'AQIDI dalam lingkungan yang dipadati dengan KETERIKATAN HARAKI ini? Dari sinilah kita perlu melihat kembali contoh yang diberikan sang Nabi. Jika banyak yang mempertanyakan mengapa Rasulullah saw melakukan poligami, maka kata kunci jawaban dari pertanyaan ini adalah pernikahan misi. Pernikahan yang salah satu tujuannya adalah untuk menafikkan keterikatan pada suku-suku dan kabilah, dan menjadikan tauhid sebagai satu-satunya pengikat yang hakiki.
Maka dengan konteks kita sekarang, keterikatan pada suku-suku dan kabilah telah merubah dirinya menjadi keterikatan pada gerakan-gerakan Islam yang bermacam-macam. Akibatnya, terjadi fanatisme terhadap gerakan Islam yang diusungnya. Fanatisme dalam konteks ini bisa berbentuk keinginan untuk menikah hanya dengan orang seharokah, mempertimbangkan lamanya halaqoh/tarbiyah dalam pemilihan calon pasangan, bahkan sampai pengharaman untuk menikah dengan orang di luar gerakan Islam yang diusungnya.
Padahal setahu saya, tujuan gerakan-gerakan Islam ini sama, yaitu membebaskan manusia dari penyembahan terhadap sesama, juga penyembahan manusia terhadap makhluk Allah lainnya. Tentunya hal ini hanya dapat dilakukan di bawah naungan sistem Illahi. Dan tentunya, sistem Illahi tidak mungkin dapat tegak jika kita sebagai calon pengusungnya masih kocar-kacir seperti ini.
Maka rapatkanlah barisan kita! Jadikan persatuan ummat sebagai bagian dari agenda dakwah! Sematkan misi dalam pernikahan! Gulirkan bola salju peradaban ke arah kebangkitan Islam! Dan jadikan pernikahan antar harokah menjadi bagian dari solusi dakwah... (bersambung)
Pandeglang, 1 September 2009
06:54 WIB
Sabtu, 29 Agustus 2009
"Termasuk pemahaman agama adalah berusaha mempelajari berbagai macam pengetahuan dan wawasan yang telah memberi aneka warna dalam kehidupan masyarakat. Dan tentu bagaimana menghindari keterjebakan untuk mengunggulkan harakahnya, dan bukan mengunggulkan Islam sehingga keterikatan mad'u adalah KETERIKATAN HARAKI saja. Padahal sebelum itu, harus ada KETERIKATAN 'AQIDI." (Ustadz Fathi Yakan)
Kamis, 27 Agustus 2009
Selasa, 25 Agustus 2009
Minggu, 23 Agustus 2009
"Mungkin saja suatu malam, menjelang pagi barangkali, antum segera terbangun padahal sedang bermimpi dahi antum dikecup bidadari. Dan ketika antum membuka mata, 'bidadari' itu sedang memandangi antum sambil mengenakan mukenanya, "Shalat yuk!" Isteri kita, separuh agama, penjaga ketaatan kita padaNya." (Salim A. Fillah, Saksikan bahwa Aku Seorang Muslim)
Sabtu, 22 Agustus 2009
Hey, siapa kamu!? Menghakimiku dengan semena-mena, Mengungkap prasangka, yang sangat kubenci, Menginjak jati diri, Menorehkan luka di hati.. Aku mungkin bukan pelangi yang kau nanti, Bukan pula aku mentari penerang hati, Tidak pula setetes air di padang pasir, Juga bukan angin sejuk yang berdesir.. Aku adalah aku, Sesosok maya yang kau anggap nyata, Sekelumit misteri dalam kalbu, Seorang penjelajah semesta.. Jangan kau ubah rasa ini menjadi benci, Karena satu terlalu banyak untukku.. Tangerang, 22 Agustus 2009 04: 08 WIB
Senin, 17 Agustus 2009
"Kemerdekaan sejati adalah kebebasan manusia dari penyembahan terhadap sesama, juga penyembahan manusia terhadap makhluk Allah lainnya. Maka, jangan teriakan merdeka jika kita belum terbebas dari sistem yang membelenggu ini, karena kemerdekaan sejati hanya dapat tegak di bawah naungan sistem Illahi." (Catatan Perjuangan Sang Penjelajah)
Kamis, 13 Agustus 2009
Selasa, 11 Agustus 2009
Tak Berdaya Di Antara Mereka
Rembulan yg tertinggal, menyisakan keindahan yg tersisa.
Indah yg semalam begitu mempesona. Dalam balutan cahaya bintang yg berjuta. Membuat purnama bak putri mahkota..
Dalam deburan ombak yg meriak. Kulihat ia tenggelam. Kedalam ufuk yg berhias perahu nelayan. Dan tak bertepinya lautan. Bak harapan..
Aku terpekur disini.
Diantara mereka.
Diantara alam yg begitu digjaya.
Yang tak menyisakan, sedikitpun ruang untuk kesombongan..
Aku begitu kecil.
Aku begitu buruk rupa.
Aku begitu tak berdaya diantara semesta.
Bagaimana mungkin aku bisa begitu angkuh terhadap penciptanya..
Pantai Pasauran, 6 Agustus 2009
06:02 WIB
"menyaksikan rembulan yg tenggelam dan mentari yang kembali"
Indah yg semalam begitu mempesona. Dalam balutan cahaya bintang yg berjuta. Membuat purnama bak putri mahkota..
Dalam deburan ombak yg meriak. Kulihat ia tenggelam. Kedalam ufuk yg berhias perahu nelayan. Dan tak bertepinya lautan. Bak harapan..
Aku terpekur disini.
Diantara mereka.
Diantara alam yg begitu digjaya.
Yang tak menyisakan, sedikitpun ruang untuk kesombongan..
Aku begitu kecil.
Aku begitu buruk rupa.
Aku begitu tak berdaya diantara semesta.
Bagaimana mungkin aku bisa begitu angkuh terhadap penciptanya..
Pantai Pasauran, 6 Agustus 2009
06:02 WIB
"menyaksikan rembulan yg tenggelam dan mentari yang kembali"
Tak Berdaya Diantara Mereka
Rembulan yg tertinggal, menyisakan keindahan yg tersisa.
Indah yg semalam begitu mempesona. Dalam balutan cahaya bintang yg berjuta. Membuat purnama bak putri mahkota..
Dalam deburan ombak yg meriak. Kulihat ia tenggelam. Kedalam ufuk yg berhias perahu nelayan. Dan tak bertepinya lautan. Bak harapan..
Aku terpekur disini.
Diantara mereka.
Diantara alam yg begitu digjaya.
Yang tak menyisakan, sedikitpun ruang untuk kesombongan..
Aku begitu kecil.
Aku begitu buruk rupa.
Aku begitu tak berdaya diantara semesta.
Bagaimana mungkin aku bisa begitu angkuh terhadap penciptanya..
Pantai Pasauran, 6 Agustus 2009
06:02 WIB
"menyaksikan rembulan yg tenggelam dan mentari yang kembali"
Indah yg semalam begitu mempesona. Dalam balutan cahaya bintang yg berjuta. Membuat purnama bak putri mahkota..
Dalam deburan ombak yg meriak. Kulihat ia tenggelam. Kedalam ufuk yg berhias perahu nelayan. Dan tak bertepinya lautan. Bak harapan..
Aku terpekur disini.
Diantara mereka.
Diantara alam yg begitu digjaya.
Yang tak menyisakan, sedikitpun ruang untuk kesombongan..
Aku begitu kecil.
Aku begitu buruk rupa.
Aku begitu tak berdaya diantara semesta.
Bagaimana mungkin aku bisa begitu angkuh terhadap penciptanya..
Pantai Pasauran, 6 Agustus 2009
06:02 WIB
"menyaksikan rembulan yg tenggelam dan mentari yang kembali"
Selasa, 04 Agustus 2009
Sabtu, 01 Agustus 2009
Kamis, 30 Juli 2009
Tentang Hilangnya Sebuah Kunci Hati
Jangan tanya pada bintang tentang kesempatan yg kini hilang.
Jangan salahkan rembulan tentang penysaln yang datang kmudian.
Jangan gugat matahari akan hilangnya sebuah kunci.
Tanyalah diri kemana kau akan melangkah kini.
Salahkan hati karena berharap terlalu tinggi.
Gugat tindakan yang terlalu lambat dilakukan.
Walau ku tak ingin menjadi pencidera janji, tapi cap itu telah melekat di dahi..
Walau diri ini tulus menginginkan perbaikan, tapi persatuan ternyata bukan sebuah jalan..
Dan kini kumelangkah, mencoba mengubur masa lalu yang tak jua jengah, mengintip hati yang lengah.. Bismillah..
Pandeglang, 27 Juli 2009
"mengejar matahari, sendiri"
Jangan salahkan rembulan tentang penysaln yang datang kmudian.
Jangan gugat matahari akan hilangnya sebuah kunci.
Tanyalah diri kemana kau akan melangkah kini.
Salahkan hati karena berharap terlalu tinggi.
Gugat tindakan yang terlalu lambat dilakukan.
Walau ku tak ingin menjadi pencidera janji, tapi cap itu telah melekat di dahi..
Walau diri ini tulus menginginkan perbaikan, tapi persatuan ternyata bukan sebuah jalan..
Dan kini kumelangkah, mencoba mengubur masa lalu yang tak jua jengah, mengintip hati yang lengah.. Bismillah..
Pandeglang, 27 Juli 2009
"mengejar matahari, sendiri"
Rabu, 22 Juli 2009
Aku Ingin Mencintaimu dengan Segala Cara
"Aku ingin mencintaimu dengan rumit. Menganalisa apa yang kau suka. Membuat perbandingan. Menguji hipotesa."
"Aku ingin mencintaimu dengan sederhana.
Tanpa kata.
Hanya perbuatan yang mampu menerjemahkan,
tingkah cinta kita dalam kehidupan."
"Aku ingin mencintaimu utuh. Dengan pikiran, perasaan, dan perbuatan.
Dengan otak, hati, dan tubuh.
Dengan kesadaran."
Pandeglang, 22 juli 2009
00:50 WIB
Catatan Hati Sang Penjelajah
"Aku ingin mencintaimu dengan sederhana.
Tanpa kata.
Hanya perbuatan yang mampu menerjemahkan,
tingkah cinta kita dalam kehidupan."
"Aku ingin mencintaimu utuh. Dengan pikiran, perasaan, dan perbuatan.
Dengan otak, hati, dan tubuh.
Dengan kesadaran."
Pandeglang, 22 juli 2009
00:50 WIB
Catatan Hati Sang Penjelajah
Kamis, 16 Juli 2009
Jika ada murid yang tidak sholat berjamaah, maka telitilah, apakah diantara gurunya ada yg sering tidak sholat berjamaah.. Jika ada murid yg merokok, maka telitilah apakah diantara gurunya ada yang merokok.. Jika ada diantara murid yg tidak mengerti suatu pelajaran, maka salahkan gurunya yang tidak tepat dalam mengajar.. (Catatan Seorang Guru)
Rabu, 15 Juli 2009
Rabu, 08 Juli 2009
Cinta, Kembali Pulang
Getaran rindu yg bertalu,
menemukan resonansi dalam ruang waktu,
menghentak di kalbu,
mengharu biru..
Seperti biru langit yang tak kasat mata,
di bawah sinar purnama,
begitu pula cinta kita..
Jarang sekali cinta itu kita ucapkan,
bahkan tak pernah sekalipun dituliskan,
tapi bukankah cinta itu perbuatan?
Dan kini ku kembali pulang,
menemukan getaran cinta yang tak lekang,
menemukan buncahan rindu yang bertalu-talu,
dalam ekspresi yang mengharu biru,
berbentuk sapaan sayang,
dan perintah untuk segera makan..
Tangerang, 7 Juli 2009
22:39 WIB
"terharu melihat ekspresi gembira orang rumah menyambut kedatangan sang penjelajah"
menemukan resonansi dalam ruang waktu,
menghentak di kalbu,
mengharu biru..
Seperti biru langit yang tak kasat mata,
di bawah sinar purnama,
begitu pula cinta kita..
Jarang sekali cinta itu kita ucapkan,
bahkan tak pernah sekalipun dituliskan,
tapi bukankah cinta itu perbuatan?
Dan kini ku kembali pulang,
menemukan getaran cinta yang tak lekang,
menemukan buncahan rindu yang bertalu-talu,
dalam ekspresi yang mengharu biru,
berbentuk sapaan sayang,
dan perintah untuk segera makan..
Tangerang, 7 Juli 2009
22:39 WIB
"terharu melihat ekspresi gembira orang rumah menyambut kedatangan sang penjelajah"
Minggu, 05 Juli 2009
Kamis, 11 Juni 2009
Bersama Nurani Memandang Bintang
Langit malam ini begitu indah,
jutaan bintang terlihat disana, berkelap kelip menggoda, entah apa maksudnya,
apakah ingin memikat hati ini,
atau cuma sekedar mengacaukan kognisi..
Bintang-bintang yang tak punya hati,
apa mereka tak tahu bahwa aku disini, berjuang setengah mati, menjaga mata dan hati, agar tetap di tempatnya, agar tak melenceng dari jalanNya..
"Tidak!", teriak sang nurani.
"Jangan mencari alibi!
Jangan mencari kambing hitam untuk terus kau salahkan!
Kesalahanmulah karena selama ini aku tak kau gunakan!"
Aku tersenyum mendengarnya,
bahagia karena ia masih bisa berbicara,
kukira ia marah selama ini,
bahkan kupikir ia telah pergi, meninggalkanku sendiri dalam perjuangan tak bertepi.
Dan kini, aku disini,
memandang jutaan bintang bersama nurani,
mencari satu yang paling bersinar terang,
untuk temani kami berjuang..
Pandeglang, 10 Juni 2009
20:48 WIB
"Memandang jutaan bintang di langit malam"
jutaan bintang terlihat disana, berkelap kelip menggoda, entah apa maksudnya,
apakah ingin memikat hati ini,
atau cuma sekedar mengacaukan kognisi..
Bintang-bintang yang tak punya hati,
apa mereka tak tahu bahwa aku disini, berjuang setengah mati, menjaga mata dan hati, agar tetap di tempatnya, agar tak melenceng dari jalanNya..
"Tidak!", teriak sang nurani.
"Jangan mencari alibi!
Jangan mencari kambing hitam untuk terus kau salahkan!
Kesalahanmulah karena selama ini aku tak kau gunakan!"
Aku tersenyum mendengarnya,
bahagia karena ia masih bisa berbicara,
kukira ia marah selama ini,
bahkan kupikir ia telah pergi, meninggalkanku sendiri dalam perjuangan tak bertepi.
Dan kini, aku disini,
memandang jutaan bintang bersama nurani,
mencari satu yang paling bersinar terang,
untuk temani kami berjuang..
Pandeglang, 10 Juni 2009
20:48 WIB
"Memandang jutaan bintang di langit malam"
Jumat, 05 Juni 2009
Janji
Roda ini terus melaju..
Menuju simpang yang kita tuju..
Tak sudi ia berhenti sejenak atau melambat..
Seperti cahaya ia terus berkelebat..
Cepat..
Sungguh, ku tak ingin cederai janji..
Apalagi tuk ingkari..
Karena aku disini, tak kuasa menanggungnya nanti..
Tertatih-tatih aku berlari..
Mengejar impian, memetik harapan..
Mencoba memetik bunga keabadian..
Yang dulu pernah kita lecehkan..
Dalam malam-malam panjang kuberharap..
Dalam setiap perjumpaan kumeminta..
Dalam setiap godaan, kubertahan, mencoba menjauh dari kehinaan yang terlalu sering kita lakukan..
Sebentar lagi persimpangan itu tiba..
Semoga, apapun terjadi, keberkahan Illahi, meliputi kita semua..
Jalan Raya Merak, 5 Juni 2009
20:35 WIB
Menuju simpang yang kita tuju..
Tak sudi ia berhenti sejenak atau melambat..
Seperti cahaya ia terus berkelebat..
Cepat..
Sungguh, ku tak ingin cederai janji..
Apalagi tuk ingkari..
Karena aku disini, tak kuasa menanggungnya nanti..
Tertatih-tatih aku berlari..
Mengejar impian, memetik harapan..
Mencoba memetik bunga keabadian..
Yang dulu pernah kita lecehkan..
Dalam malam-malam panjang kuberharap..
Dalam setiap perjumpaan kumeminta..
Dalam setiap godaan, kubertahan, mencoba menjauh dari kehinaan yang terlalu sering kita lakukan..
Sebentar lagi persimpangan itu tiba..
Semoga, apapun terjadi, keberkahan Illahi, meliputi kita semua..
Jalan Raya Merak, 5 Juni 2009
20:35 WIB
Sabtu, 30 Mei 2009
Paradigma Sukses
Ada 2 orang salesman sendal yang ditugaskan di pedalaman Afrika. Setelah 1 minggu, mereka melapor kepada atasannya..
Salesman 1: "Lapor pak! Tampaknya percuma kita menggarap daerah ini. Penduduk daerah ini hampir semuanya tidak memakai sendal. Jadi kita pasti gagal menjual produk sendal kita."
Sedangkan Salesman 2 melapor seperti ini: "Lapor pak! Tampaknya kita akan sukses besar menjual produk sendal kita di daerah ini. Hampir semua penduduk disini tidak memakai sendal, dan kitalah produsen pertama yang akan menjual sendal disini secara masif. Peluang pasar masih sangat terbuka lebar."
Menurut kamu, salesman mana yang akan sukses dalam hidupnya?
Pandeglang, 30 Mei 2009
23:41 WIB
Salesman 1: "Lapor pak! Tampaknya percuma kita menggarap daerah ini. Penduduk daerah ini hampir semuanya tidak memakai sendal. Jadi kita pasti gagal menjual produk sendal kita."
Sedangkan Salesman 2 melapor seperti ini: "Lapor pak! Tampaknya kita akan sukses besar menjual produk sendal kita di daerah ini. Hampir semua penduduk disini tidak memakai sendal, dan kitalah produsen pertama yang akan menjual sendal disini secara masif. Peluang pasar masih sangat terbuka lebar."
Menurut kamu, salesman mana yang akan sukses dalam hidupnya?
Pandeglang, 30 Mei 2009
23:41 WIB
Paradigma Sukses
Ada 2 orang salesman sendal yang ditugaskan di pedalaman Afrika. Setelah 1 minggu, mereka melapor kepada atasannya..
Salesman 1: "Lapor pak! Tampaknya percuma kita menggarap daerah ini. Penduduk daerah ini hampir semuanya tidak memakai sendal. Jadi kita pasti gagal menjual produk sendal kita."
Sedangkan Salesman 2 melapor seperti ini: "Lapor pak! Tampaknya kita akan sukses besar menjual produk sendal kita di daerah ini. Hampir semua penduduk disini tidak memakai sendal, dan kitalah produsen pertama yang akan menjual sendal disini secara masif. Peluang pasar masih sangat terbuka lebar."
Menurut kamu, salesman mana yang akan sukses dalam hidupnya?
Pandeglang, 30 Mei 2009
23:41 WIB
Salesman 1: "Lapor pak! Tampaknya percuma kita menggarap daerah ini. Penduduk daerah ini hampir semuanya tidak memakai sendal. Jadi kita pasti gagal menjual produk sendal kita."
Sedangkan Salesman 2 melapor seperti ini: "Lapor pak! Tampaknya kita akan sukses besar menjual produk sendal kita di daerah ini. Hampir semua penduduk disini tidak memakai sendal, dan kitalah produsen pertama yang akan menjual sendal disini secara masif. Peluang pasar masih sangat terbuka lebar."
Menurut kamu, salesman mana yang akan sukses dalam hidupnya?
Pandeglang, 30 Mei 2009
23:41 WIB
Kamis, 28 Mei 2009
Sebuah Dialog Pembangun Jiwa
"Kenapa kita harus banyak menangis hari-hari ini ya Na?" Tanya Azzam pada adiknya.
"Mungkin Allah sedang menyiapkan cara agar kita bisa tersenyum indah setelahnya." Jawab Husna.
(Habiburrahman El Shirazy, Ketika Cinta Bertasbih)
"Mungkin Allah sedang menyiapkan cara agar kita bisa tersenyum indah setelahnya." Jawab Husna.
(Habiburrahman El Shirazy, Ketika Cinta Bertasbih)
Rabu, 13 Mei 2009
Suatu Hari Bersama Mimpi
Aku dan mimpi berjanji pada suatu hari,
bertemu di bawah pohon peradaban,
yang terbentang melayang,
melindungi kami dari titik hujan..
Kemudian kami berjalan,
menaiki perputaran roda,
menuju tempat yang disepakati,
yang menjadi inti hari ini..
Mimpi banyak bercerita,
sedangkan aku banyak bertanya,
mengapa begini mengapa begitu.
Mengapa ia biru..
Menyenangkan,
pembunuh efektif waktu perjalanan,
hingga badai datang menghantam..
Aku dan mimpi menerobos hujan,
berlari mencari naungan,
menunda sementara agenda kali ini,
seperti perasaannya akan cinta, dalam penantian yang tak pasti..
Mimpi kembali bercerita,
dan aku terus bertanya.
Kubuat ia tertawa,
ia membuatku berkaca..
Kemudian kami berjalan,
menuju pusat lingkaran,
menunaikan hak kami sebagai hamba,
berbicara langsung pada Sang Raja..
Maka doapun terpancar,
dalam harap yang melingkar,
membelit alam bawah sadar,
membuatku terkapar..
Kemudian kami berjalan,
menunaikan agenda hari ini,
di bawah langit berawan,
menelusuri jalan pasti..
Kupenuhi kebutuhan,
kutemani mimpi,
memenuhi obsesi.
Dan kami kembali menaiki perputaran roda,
mengakhiri agenda.
Kembali pulang ke tempat peraduan..
Tangerang, 7 mei 2009
bertemu di bawah pohon peradaban,
yang terbentang melayang,
melindungi kami dari titik hujan..
Kemudian kami berjalan,
menaiki perputaran roda,
menuju tempat yang disepakati,
yang menjadi inti hari ini..
Mimpi banyak bercerita,
sedangkan aku banyak bertanya,
mengapa begini mengapa begitu.
Mengapa ia biru..
Menyenangkan,
pembunuh efektif waktu perjalanan,
hingga badai datang menghantam..
Aku dan mimpi menerobos hujan,
berlari mencari naungan,
menunda sementara agenda kali ini,
seperti perasaannya akan cinta, dalam penantian yang tak pasti..
Mimpi kembali bercerita,
dan aku terus bertanya.
Kubuat ia tertawa,
ia membuatku berkaca..
Kemudian kami berjalan,
menuju pusat lingkaran,
menunaikan hak kami sebagai hamba,
berbicara langsung pada Sang Raja..
Maka doapun terpancar,
dalam harap yang melingkar,
membelit alam bawah sadar,
membuatku terkapar..
Kemudian kami berjalan,
menunaikan agenda hari ini,
di bawah langit berawan,
menelusuri jalan pasti..
Kupenuhi kebutuhan,
kutemani mimpi,
memenuhi obsesi.
Dan kami kembali menaiki perputaran roda,
mengakhiri agenda.
Kembali pulang ke tempat peraduan..
Tangerang, 7 mei 2009
Kamis, 30 April 2009
Ayo Latih Stamina Kita!
Dua hari yang lalu, saya dan saudara sepersusuan saya pergi ke Cibodas. Kami pergi ke sana dalam rangka mendaftar untuk melakukan pendakian ke Gunung Gede. Kami janjian di jalan baru, kemudian naik bis menuju puncak.
Singkat cerita, kami akhirnya tiba di pos Taman Nasional Gede Pangrango. Sayangnya kuota untuk pendakian pada tanggal yang kami rencanakan hanya tersedia untuk 15 orang. Padahal kami mengantongi fotokopi KTP 35 orang yang ingin ikut. Maka, kamipun membagi rombongan tersebut menjadi 2, pada tanggal yang direncanakan, dan seminggu setelahnya. Setelah beres mengurus pendaftaran, kami memutuskan untuk jalan-jalan ke Curug Cibeureum yang ada di jalur pendakian Gunung Gede.
Untuk menuju Curug Cibeureum, pertama-tama kami harus berjalan menuju pos pendakian yang jaraknya kurang lebih 1 km dari pos utama TNGP. Pada 300 meter pertama, kami menempuh jalan aspal yang masih mulus. Kami melewati berbagai macam warung yang ada di pasar Cibodas ini. Ada warung yang menjual boneka, ada warung yang menjual pakaian dan oleh-oleh khas Gunung Gede, ada juga yang menjual tanaman hias dan aneka kaktus berwarna-warni. Tapi karena kami bukan wanita, kami sama sekali tidak tertarik untuk belanja.. (hehe, peace untuk ibu2)
Setelah menempuh pasar dan jalan aspal, kami pun menempuh jalan yang ternyata sudah di pavin block. Padahal jalan ini dulunya masih jalan tanah. Pemandangan sepanjang jalan ini sangat indah. Di samping kiri jalan, kita akan melihat sebuah rumah peristirahatan yang dikelilingi lapangan rumput hijau yang sangat luas. Sedangkan di samping kanan jalan, kita akan melihat pohon cemara. Persis seperti lagu naik gunung khan? hehe...
Setelah jalan pavin block berakhir, perjalanan sebenarnyapun dimulai. Kali ini jalan yang harus kami tempuh adalah jalan bebatuan besar yang disusun menjadi tangga alami. Tangganya cukup curam, membuat saya ngos-ngosan menempuhnya. Padahal dulu tangga ini dapat saya lalui dengan mudah loh.
Setelah tangga batu ini kami tempuh, kami pun akhirnya sampai ke pos pendakian Gunung Gede-Pangrango di Cibodas. Disini kami membayar biaya masuk untuk ke Curug Cibeureum sebesar 3 ribu rupiah satu orang. Setelah membayar, kamipun langsung menempuh perjalanan ke Curug Cibeureum.
Jarak dari pos pendakian ke Curug Cibeureum adalah 2,8 km, menurut papan keterangan yang ada disana, jarak itu dapat ditempuh kurang lebih 1 jam perjalanan. Tapi, ketika saya masih muda dan sehat dulu (kesannya sekarang udah tua dan sakit2an gitu, hehe..), jarak ini dapat saya tempuh kurang dari 30 menit loh. Sekarang?
Seperti biasa, sebelum memulai perjalanan, saudara saya mencatat waktu kami berjalan, untuk kemudian membandingkan dan menganalisanya nanti. Hal ini penting, terutama untuk menyusun estimasi perjalanan yang akurat. Setelah pencatatan selesai, kamipun mulai berjalan.
Perjalan dari 0 - 1,4 km pertama, tidak banyak yang bisa diceritakan. Jalur pendakian Cibodas ini memang didominasi oleh bebatuan besar yang disusun rapi. Mungkin karena jalur ini banyak dilalui oleh wisatawan, maka kemudahan akses untuk merekapun sangat diperhatikan.
Di km 1,4 ada sebuah danau kecil yang diberi nama Telaga Biru. Entah kenapa dinamakan telaga biru, karena sepengamatan saya, tidak ada warna biru di telaga ini. Telaga ini juga tidak terlalu istimewa. Tapi entah kenapa banyak orang yang senang sekali kemping di sekitar telaga ini.
Di km 1.8 (kalau gak salah), perjalanan di atas jembatan kayupun dimulai. Jembatan ini merupakan jembatan buatan yang dibuat oleh pengelola TNGP untuk memudahkan wisatawan. Wajar, mengingat ketika pertama kali saya naik Gunung Gede (lebih dari sepuluh tahun lalu), sebelum ada jembatan ini, saya harus melewati rawa-rawa yang sangat sulit dilewati.
Tapi, kini kondisi jembatan (atau mungkin lebih tepatnya jalan kali ya) kayu yang ada sudah cukup memprihatinkan. maka kami pun terpaksa menempuhnya dengan berhati-hati. Karena selain licin dan berlumut, jembatan ini juga bolong di beberapa bagian.
Setelah menempuh jarak 2,8 km, dalam waktu 50 menit, kamipun akhirnya tiba di Curug Cibeureum. Setelah makan roti bakar yang dipersiapkan istri saudara saya, foto-foto, dan istirahat, kamipun kembali menempuh jalan pulang. Perjalanan pulang yang basah, karena tiba-tiba hujan deras mengiringi kepulangan kami.
Yang menjadi catatan penting dalam perjalanan kali ini adalah bahwa ternyata stamina kami berdua sudah cukup jauh menurun. Kecepatan kami menempuh jalan ini dalam waktu 50 menitpun karena ego kami berdua yang saling meledek, dan menganggap lemah orang yang minta istirahat pertama kali. Padahal di km 1,4, kami benar-benar sudah kelelahan, tapi tetap keukeuh melanjutkan perjalanan.
Menurunnya stamina kami ini adalah sesuatu yang sangat wajar mengingat kami berdua jarang sekali berolahraga. Padahal, tubuh membutuhkan rutinitas fisik untuk mempertahankan staminanya. Dan begitu rutinitas fisik ini tidak dilaksanakan, maka staminapun menurun perlahan tapi pasti, sehingga ketika kami dihadapkan pada aktivitas yang membutuhkan stamina tinggi, kamipun mudah sekali lelah, bahkan mungkin menyerah.
Saya jadi teringat pada suatu saat dalam hidup saya. Saat dimana saya membutuhkan stamina tinggi, tetapi karena aktivitas rutinnya tidak dilaksanakan, sayapun kepayahan. Bahkan hampir menyerah. Saat itu bukan tentang fisik, tapi tentang ruhiyah. Aktivitas rutinnya pun bukan olahraga, tapi ibadah. Dan saat dibutuhkan stamina ruhiyah seperti itu oleh beberapa ulama dinamakan dengan futhur.
Maka benarlah kata guru saya, bahwa setiap orang pasti mengalami futhur, saat dimana mereka membutuhkan stamina ruhiyah yang tinggi. Tetapi untuk orang-orang yang terbiasa melatih ruhiyahnya, melakukan aktivitas-aktivitas rutin yang meningkatkan stamina ruhiyahnya, futhur adalah sesuatu yang mudah. Mereka dengan mudah melaluinya, tanpa kepayahan, apalagi menyerah.
Tetapi sebaliknya, untuk orang-orang yang malas-malasan melatih stamina ruhiyahnya, beribadah karena terpaksa, bahkan terkadang lalai meninggalkannya, futhur adalah sebuah fase yang mampu mengubah hidup mereka. Jika mereka mampu melewatinya, mereka akan menyadari kesalahan, bertobat, dan menjadi lebih baik. Tetapi jika mereka menyerah kalah, mereka pun akan terpental dari jalan dakwah, bahkan tak jarang menjadi penentangnya...
Tangerang, 30 April 2009
12:58 WIB
"Yang bertekad untuk rutin berolahraga"
12:58 WIB
"Yang bertekad untuk rutin berolahraga"
Rabu, 29 April 2009
RISALAH PENJELAJAH
Bepergian, travelling, backpacking, penjelajahan atau apapun namanya adalah sesuatu yang dianjurkan dalam Islam. Dalam surat Al-Mulk ayat 15 Allah SWT Berfirman: "Dialah Yang menjadikan bumi untuk kamu yang mudah dijelajahi, maka jelajahilah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rizki-Nya. Dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan."
Ayat tersebut menganjurkan kita untuk menjelajahi segala penjuru bumi. Ibnu Katsir dalam tafsirnya menjelaskan bahwa maksud dari ayat ini adalah: "Lakukanlah perjalanan kemana saja yang kalian kehendaki dari seluruh belahannya serta bertebaranlah kalian di segala penjurunya untuk menjalankan berbagai macam usaha dan perdagangan. Dan ketahuilah bahwa usaha kalian tidak akan membawa manfaat bagi kalian kecuali jika Allah memudahkankan kalian." Dan usaha disini maksudnya perdagangan dan usaha lainnya dalam rangka membaca dan memahami ayat-ayat (tanda-tanda) kekuasaan Allah sehingga kita termasuk orang-orang yang dijuluki Ulil Albab (QS.3:190).
Dalam hal ini Nabi saw. bersabda: "Bepergianlah engkau agar engkau sehat dan berperanglah engkau agar engkau berkecukupan." (HR. Ahmad). Kedua dalil tersebut cukup untuk menjadi alasan kenapa kita dianjurkan untuk bepergian dan menjelajahi semesta ini.
Penjelajahan yang Disukai oleh Allah (dikutip dari Fiqih Sunnah Sayyid Sabiq)
Diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Nabi saw. telah bersabda, "Tidak seorangpun yang keluar dari rumahnya, kecuali di pintunya ada 2 panji-panji; salah satu diantaranya berada di tangan malaikat, sedangkan lainnya berada di tangan setan. Jika ia keluar itu untuk suatu urusan yang disukai Allah SWT., ia akan diiringkan malaikat dengan panji-panjinya. Demikianlah ia akan selalu berada di bawah panji-panji malaikat hingga ia kembali ke rumahnya. Sebaliknya, jika ia keluar untuk suatu hal yang dimurkai Allah, maka orang itupun akan diiringi setan dengan panji-panjinya. Dan demikianlah ia akan selalu berada di bawah panji-panji setan hingga ia pulang kembali ke rumahnya." (HR. Ahmad dan Thabrani)
Sunnah Penjelajahan (disarikan dari berbagai sumber)
1. Minimal dilakukan oleh tiga orang
Diriwayatkan oleh Ahmad dari Ibnu Ummar r.a., "Rasulullah saw. melarang keadaan menyendiri. Artinya bila seseorang itu menginap atau bepergian dalam keadaan seorang diri.""Seorang pengendara itu adalah satu setan, dua orang pengendara dua setan, dan tiga orang pengendara barulah disebut rombongan orang yang bepergian."
2. Dilakukan pada hari Kamis
Diriwayatkan oleh Bukhari, "Rasulullah saw. jika mengadakan perjalanan, jarang sekali berangkat bukan pada hari kamis."
3. Berpamitan
Diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Jika seseorang di antara kamu bermaksud hendak bepergian, hendaklah ia pamitan kepada saudara-saudaranya, karena Allah menjadikan doa mereka itu bermanfaat."
4. Berdoa dan mendoakan
Disunahkan untuk banyak berdoa ketika kita bepergian, karena Nabi saw. bersabda, "Ada tiga macam doa yang pasti diterima tanpa diragukan lagi, yaitu doa bapak, doa musafir, dan doa orang yang teraniaya." Sedangkan dalam riwayat Abu Dawud dan Tirmidzi, Nabi saw. bersabda, "Doa yang paling cepat dikabulkan adalah doa seseorang bagi lainnya, sedangkan mereka dalam keadaan berjauhan."
Bersambung…
Ayat tersebut menganjurkan kita untuk menjelajahi segala penjuru bumi. Ibnu Katsir dalam tafsirnya menjelaskan bahwa maksud dari ayat ini adalah: "Lakukanlah perjalanan kemana saja yang kalian kehendaki dari seluruh belahannya serta bertebaranlah kalian di segala penjurunya untuk menjalankan berbagai macam usaha dan perdagangan. Dan ketahuilah bahwa usaha kalian tidak akan membawa manfaat bagi kalian kecuali jika Allah memudahkankan kalian." Dan usaha disini maksudnya perdagangan dan usaha lainnya dalam rangka membaca dan memahami ayat-ayat (tanda-tanda) kekuasaan Allah sehingga kita termasuk orang-orang yang dijuluki Ulil Albab (QS.3:190).
Dalam hal ini Nabi saw. bersabda: "Bepergianlah engkau agar engkau sehat dan berperanglah engkau agar engkau berkecukupan." (HR. Ahmad). Kedua dalil tersebut cukup untuk menjadi alasan kenapa kita dianjurkan untuk bepergian dan menjelajahi semesta ini.
Penjelajahan yang Disukai oleh Allah (dikutip dari Fiqih Sunnah Sayyid Sabiq)
Diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Nabi saw. telah bersabda, "Tidak seorangpun yang keluar dari rumahnya, kecuali di pintunya ada 2 panji-panji; salah satu diantaranya berada di tangan malaikat, sedangkan lainnya berada di tangan setan. Jika ia keluar itu untuk suatu urusan yang disukai Allah SWT., ia akan diiringkan malaikat dengan panji-panjinya. Demikianlah ia akan selalu berada di bawah panji-panji malaikat hingga ia kembali ke rumahnya. Sebaliknya, jika ia keluar untuk suatu hal yang dimurkai Allah, maka orang itupun akan diiringi setan dengan panji-panjinya. Dan demikianlah ia akan selalu berada di bawah panji-panji setan hingga ia pulang kembali ke rumahnya." (HR. Ahmad dan Thabrani)
Sunnah Penjelajahan (disarikan dari berbagai sumber)
1. Minimal dilakukan oleh tiga orang
Diriwayatkan oleh Ahmad dari Ibnu Ummar r.a., "Rasulullah saw. melarang keadaan menyendiri. Artinya bila seseorang itu menginap atau bepergian dalam keadaan seorang diri.""Seorang pengendara itu adalah satu setan, dua orang pengendara dua setan, dan tiga orang pengendara barulah disebut rombongan orang yang bepergian."
2. Dilakukan pada hari Kamis
Diriwayatkan oleh Bukhari, "Rasulullah saw. jika mengadakan perjalanan, jarang sekali berangkat bukan pada hari kamis."
3. Berpamitan
Diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Jika seseorang di antara kamu bermaksud hendak bepergian, hendaklah ia pamitan kepada saudara-saudaranya, karena Allah menjadikan doa mereka itu bermanfaat."
4. Berdoa dan mendoakan
Disunahkan untuk banyak berdoa ketika kita bepergian, karena Nabi saw. bersabda, "Ada tiga macam doa yang pasti diterima tanpa diragukan lagi, yaitu doa bapak, doa musafir, dan doa orang yang teraniaya." Sedangkan dalam riwayat Abu Dawud dan Tirmidzi, Nabi saw. bersabda, "Doa yang paling cepat dikabulkan adalah doa seseorang bagi lainnya, sedangkan mereka dalam keadaan berjauhan."
Bersambung…
Senin, 27 April 2009
Kamu Dimana?
Hey, aku disini...
Menjaga api dalam sekam agar tak kunjung padam,
tak juga membara, menghancurkan segala,
yang meredup dan menyala,
yang merindu dan mencinta.
Hey, aku disini...
Tak kenal lelah menjaga istiqomah,
menjaga api cinta,
dengan iman sebagai bahan bakarnya.
Hey, aku disini...
Bertanya-tanya,
api ini mlik siapa?
Apakah kamu cintaku?
Apakah dia yang kupuja?
Atau mereka, bidadari surga?
Hey, aku disini...
Berdiang dalam bara cinta Sang Maha,
lalu, kamu dimana?
Menjaga api dalam sekam agar tak kunjung padam,
tak juga membara, menghancurkan segala,
yang meredup dan menyala,
yang merindu dan mencinta.
Hey, aku disini...
Tak kenal lelah menjaga istiqomah,
menjaga api cinta,
dengan iman sebagai bahan bakarnya.
Hey, aku disini...
Bertanya-tanya,
api ini mlik siapa?
Apakah kamu cintaku?
Apakah dia yang kupuja?
Atau mereka, bidadari surga?
Hey, aku disini...
Berdiang dalam bara cinta Sang Maha,
lalu, kamu dimana?
Depok, 27 April 2009
02:15 WIB
02:15 WIB
Senin, 20 April 2009
Kembali ke Jalur yang Benar
Ada satu pengalaman menarik ketika saya bersama tiga orang teman saya menjelajah Gunung Tambora. Gunung yang terletak di pulau Sumbawa, Nusa Tenggara Barat ini merupakan gunung yang masih jarang dikunjungi orang. Bahkan ketika kami pergi ke sana, kami merupakan orang pertama dan satu-satunya yang menjelajahi tempat tersebut di pergantian milenium. Karena itulah boleh dikatakan bahwa gunung ini merupakan gunung perawan, dengan jalur pendakian yang hampir hilang di sepanjang jalan. Dan teman-teman pasti sudah menduga bahwa pengalaman menarik disini pasti berkaitan dengan nyasar. :)
Ceritanya bermula ketika Yudi (bukan nama sebenarnya) teman saya sedang bertugas menjadi scout, orang terdepan yang menjadi pencari jalur. Yudi yang grasak-grusuk ini, berjalan dengan cepat dan penuh keyakinan, menerobos setiap ranting dan dahan yang melintang. Kemudian tanpa sadar membawa kami ke jalur yang salah. Hal ini baru diketahui ketika kami menemukan sebuah lapangan terbuka di tengah hutan. Lapangan ini penuh dengan pohon-pohon tebangan yang ditumpuk, yang membuat kami terheran bahwa ternyata penebang hutan sudah sejauh ini memasuki kawasan terlarang.
Setelah kami mencari-cari jalur untuk meneruskan pendakian, ternyata kami tidak menemukan satupun jalur. Yang ada adalah jalur tempat kami tadi datang. Rupanya kami nyasar, disesatkan oleh jalur para penebang liar. Kamipun mengambil kompas, peta, dan altimeter. Dengan ketiga alat tersebut, kamipun berhasil memperkirakan lokasi kami di peta. Ternyata jarak yang kami tempuh sudah cukup jauh, dan untuk kembali ke jalur yang semula, mungkin diperlukan waktu dan tenaga yang tidak sedikit.
Yudi (bukan nama sebenarnya) : "Jauh juga ya kita nyasar."
Raden (bukan nama sebenarnya juga) : "Iya nih. Apa kita terabas aja ya? Toh kita dah bawa golok dan alat-alat survival khan?"
Yudi: "Setuju."
Togar (nama samaran) : "Gue gak setuju. Kita belum tahu medannya kayak apa. Lagian kalau nekat nerabas, waktu dan tenaga kita pasti terkuras."
Iman (nama sesuai akte kelahiran) : "Bener tuh. Kita masih punya Rinjani dan Agung untuk kita jelajahi pas pulang nanti, sayang banget kalau kehabisan tenaga dan waktu disini. Lagian nerabas ini khan bukan tujuan kita semula.
Akhirnya setelah beradu argumentasi, kami sepakat untuk kembali ke jalur semula, persimpangan tempat kita nyasar tadi. Dibutuhkan lebih dari 1 jam untuk kami menemukan persimpangan dan jalur yang benar. Melelahkan tapi lega.
Pengalaman ini menjadi pelajaran ketika suatu saat saya kehilangan orientasi dalam hidup. Usaha yang telah saya lakukan ternyata berada di jalur yang salah, sehingga jika ingin kembali ke jalur yang benar, saya harus mengorbankan waktu dan tenaga yang selama ini sudah terlanjur saya curahkan. Dan tidak ada yang lebih melelahkan ketika kita harus kembali memulai dari awal.
Maka, memilki peta, kompas (dan mungkin altimeter) dalam hidup, adalah sebuah keniscayaan. Sehingga kita tahu jika kita salah jalur.
Maka memilki keinginan untuk senantiasa memperbaiki diri dan memperbaiki niat yang ada, lalu berusaha kembali ke jalur yang benar, adalah sebuah hal yang niscaya. Karena di satu sisi, Allah akan langsung Memberikan ganjaran atas perbuatan dan niat lurus kita, tetapi di sisi lain, Allah akan senantiasa Memberikan kesempatan perbaikan atas perbuatan dan niat yang masih menyimpang.
Ceritanya bermula ketika Yudi (bukan nama sebenarnya) teman saya sedang bertugas menjadi scout, orang terdepan yang menjadi pencari jalur. Yudi yang grasak-grusuk ini, berjalan dengan cepat dan penuh keyakinan, menerobos setiap ranting dan dahan yang melintang. Kemudian tanpa sadar membawa kami ke jalur yang salah. Hal ini baru diketahui ketika kami menemukan sebuah lapangan terbuka di tengah hutan. Lapangan ini penuh dengan pohon-pohon tebangan yang ditumpuk, yang membuat kami terheran bahwa ternyata penebang hutan sudah sejauh ini memasuki kawasan terlarang.
Setelah kami mencari-cari jalur untuk meneruskan pendakian, ternyata kami tidak menemukan satupun jalur. Yang ada adalah jalur tempat kami tadi datang. Rupanya kami nyasar, disesatkan oleh jalur para penebang liar. Kamipun mengambil kompas, peta, dan altimeter. Dengan ketiga alat tersebut, kamipun berhasil memperkirakan lokasi kami di peta. Ternyata jarak yang kami tempuh sudah cukup jauh, dan untuk kembali ke jalur yang semula, mungkin diperlukan waktu dan tenaga yang tidak sedikit.
Yudi (bukan nama sebenarnya) : "Jauh juga ya kita nyasar."
Raden (bukan nama sebenarnya juga) : "Iya nih. Apa kita terabas aja ya? Toh kita dah bawa golok dan alat-alat survival khan?"
Yudi: "Setuju."
Togar (nama samaran) : "Gue gak setuju. Kita belum tahu medannya kayak apa. Lagian kalau nekat nerabas, waktu dan tenaga kita pasti terkuras."
Iman (nama sesuai akte kelahiran) : "Bener tuh. Kita masih punya Rinjani dan Agung untuk kita jelajahi pas pulang nanti, sayang banget kalau kehabisan tenaga dan waktu disini. Lagian nerabas ini khan bukan tujuan kita semula.
Akhirnya setelah beradu argumentasi, kami sepakat untuk kembali ke jalur semula, persimpangan tempat kita nyasar tadi. Dibutuhkan lebih dari 1 jam untuk kami menemukan persimpangan dan jalur yang benar. Melelahkan tapi lega.
Pengalaman ini menjadi pelajaran ketika suatu saat saya kehilangan orientasi dalam hidup. Usaha yang telah saya lakukan ternyata berada di jalur yang salah, sehingga jika ingin kembali ke jalur yang benar, saya harus mengorbankan waktu dan tenaga yang selama ini sudah terlanjur saya curahkan. Dan tidak ada yang lebih melelahkan ketika kita harus kembali memulai dari awal.
Maka, memilki peta, kompas (dan mungkin altimeter) dalam hidup, adalah sebuah keniscayaan. Sehingga kita tahu jika kita salah jalur.
Maka memilki keinginan untuk senantiasa memperbaiki diri dan memperbaiki niat yang ada, lalu berusaha kembali ke jalur yang benar, adalah sebuah hal yang niscaya. Karena di satu sisi, Allah akan langsung Memberikan ganjaran atas perbuatan dan niat lurus kita, tetapi di sisi lain, Allah akan senantiasa Memberikan kesempatan perbaikan atas perbuatan dan niat yang masih menyimpang.
"Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih."" (QS. 14:7)
Tangerang, 20 April 2009
13:32 WIB
13:32 WIB
Kamis, 16 April 2009
Antara Gus Dur, Musa, dan Pemimpin Dakwah Kita
Apa yang menarik dari seorang Gus Dur? Saya kira, selain sikap nylenehnya, hampir tidak ada yang menarik pada dirinya. Yang menarik bagi saya adalah para pengikut dan pemujanya yang begitu fanatik, yang menganggap Gus Dur pemimpin mereka dan siap mati untuknya.
Sikap fanatisme ini terus dipertahankan walaupun beberapa kali Gus Dur sering mengecewakan. Gus Dur sering sekali menjilat ludahnya sendiri, membual tentang banyak hal, dan bahkan mempertontonkan aurat ketika dulu menjadi presiden. Apakah pendukung fanatiknya menutup mata akan hal ini? Ataukah mereka menganggap Gus Dur telah melampaui tahapan hakkat, tahap menyatu dengan Allah, sehingga Gus Dur sah-sah saja dalam melanggar syariat? Sungguh sebuah "khusnudzon" yang berlebihan, kalau tidak bisa dikatakan pengkultusan.
Berbeda dengan para pendukung Gus Dur, Musa as. justru menggunakan instingnya sebagai manusia tanpa mengenyampingkan sikap khusnudzonnya. Ketika Musa as. berguru pada seorang yang telah diberikan ilmu oleh Allah, Musa as. menunjukan hal ini. Kita telah mengetahui bahwa dalam pendidikannya bersama Khidhr as. Musa diberikan syarat oleh pemimpin spiritualnya tersebut untuk tidak bertanya, apapun yang dilakukan gurunya itu. Musa as. pun menyanggupi.
Ketika mereka menaiki sebuah perahu seorang nelayan yang sangat miskin, Khidhr as. merusaknya. Maka insting kemanusiaan Musa as. pun tergetar. Walaupun Khidhr adalah guru dan pemimpin spiritualnya, Musa as. tak dapat membiarkan kezhaliman ini terjadi. Musa as. pun bertanya kepada Khidhr as. tentang perbuatannya tersebut. Begitu juga dengan 2 perbuatan Khidhr as. selanjutnya, yaitu ketika Khidhr as. membunuh seorang anak muda, dan menegakkan dinding rumah. Musa as. bertanya, alih-alih mendiamkan atau menentang. Maka Musa as. pun mengajarkan kepada kita tentang keseimbangan antara insting kemanusiaan (dengan tidak mendiamkan kezhaliman yang ada), dan sikap khusnuzhon (dengan tidak langsung berbalik menjadi penentang).
Lalu bagaimana dengan gerakan-gerakan dakwah hari ini? Gerakan-gerakan mulia yang mengajak manusia untuk mengesakan Allah, mengajak mereka untuk berhukum hanya kepadaNya, dan bahkan bercita-cita mulia untuk menegakkan Khilafah Islamiyyah. Para pemimpin (Qiyadah) gerakan-gerakan ini tentunya membutuhkan dukungan penuh dari jundi-jundinya. Mereka menuntut ketaatan. Tapi di sisi lain, jundi-jundi dakwah ini tentu membutuhkan penjelasan tentang setiap gerakan yang diputuskan oleh qiyadah. Mereka menuntut pendidikan.
Sebagai manusia, tentu para pelaku gerakan dakwah ini tak lepas dari kesalahan. Terkadang para qiyadah lebih mengutamakan tuntutan mereka akan ketaatan jundinya, dengan mengabaikan hak jundinya untuk mendapatkan pendidikan. Maka yang terjadi adalah jundi-jundi yang muak dengan arogansi. Merekapun membentuk barisan sakit hati. Tapi terkadang, jundi-jundi ini justru memberikan ketaatan penuh, dengan mengabaikan hak pendidikan mereka, dan juga mengabaikan hak para qiyadah untuk mendapatkan nasihat dan pengingatan, Maka yang terjadi adalah fanatisme buta. Sebuah gerakan dakwah yang tinggal menunggu waktu untuk menjadi gerakan sesat.
Sebuah contoh telah diberikan oleh qiyadah kita bersama, Rasulullah saw. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim, dan Abu Dawud, dikisahkan tentang dua orang Anshar yang memergoki Rasulullah saw. malam-malam berjalan bersama seorang wanita. Tanpa bertanya, mereka langsung bergegas pergi mempercepat jalannya. Rasulullah saw. pun memanggil mereka, menyerukan mereka agar tidak terburu-buru, dan menyebutkan bahwa wanita yang bersama beliau adalah Shafiyyah binti Huyai. Setelah kedua orang Anshar itu bertasbih, Rasulullah saw. pun bersabda, "Sesungguhnya syaithan itu mengalir dalam tubuh anak Adam seperti mengalirnya darah. Maka aku khawatir jika ia melontarkan sesuatu yang tidak baik ke dalam hati kalian."
Kedua sahabat Anshar tadi tentu memiliki sikap khusnudzhon kepada Rasulullah saw., apalagi mereka tahu bahwa Rasulullah saw. adalah manusia yang maksum, terbebas dari kesalahan sekecil apapun. Tapi bagi seorang Rasulullah saw., sikap khusnudzon saja ternyata tidak cukup, karena tanpa mendapat penjelasan yang sempurna, pintu-pintu syaithan masih terbuka. Maka beliau saw. pun menunaikan haknya sebagai seorang qiyadah untuk memberi pendidikan pada jundinya, memuaskan insting kemanusiaan mereka, dan menutup pintu-pintu syaithan yang masih terbuka untuk berbagai macam prasangka. Wallahu 'alam bish showab.
Sikap fanatisme ini terus dipertahankan walaupun beberapa kali Gus Dur sering mengecewakan. Gus Dur sering sekali menjilat ludahnya sendiri, membual tentang banyak hal, dan bahkan mempertontonkan aurat ketika dulu menjadi presiden. Apakah pendukung fanatiknya menutup mata akan hal ini? Ataukah mereka menganggap Gus Dur telah melampaui tahapan hakkat, tahap menyatu dengan Allah, sehingga Gus Dur sah-sah saja dalam melanggar syariat? Sungguh sebuah "khusnudzon" yang berlebihan, kalau tidak bisa dikatakan pengkultusan.
Berbeda dengan para pendukung Gus Dur, Musa as. justru menggunakan instingnya sebagai manusia tanpa mengenyampingkan sikap khusnudzonnya. Ketika Musa as. berguru pada seorang yang telah diberikan ilmu oleh Allah, Musa as. menunjukan hal ini. Kita telah mengetahui bahwa dalam pendidikannya bersama Khidhr as. Musa diberikan syarat oleh pemimpin spiritualnya tersebut untuk tidak bertanya, apapun yang dilakukan gurunya itu. Musa as. pun menyanggupi.
Ketika mereka menaiki sebuah perahu seorang nelayan yang sangat miskin, Khidhr as. merusaknya. Maka insting kemanusiaan Musa as. pun tergetar. Walaupun Khidhr adalah guru dan pemimpin spiritualnya, Musa as. tak dapat membiarkan kezhaliman ini terjadi. Musa as. pun bertanya kepada Khidhr as. tentang perbuatannya tersebut. Begitu juga dengan 2 perbuatan Khidhr as. selanjutnya, yaitu ketika Khidhr as. membunuh seorang anak muda, dan menegakkan dinding rumah. Musa as. bertanya, alih-alih mendiamkan atau menentang. Maka Musa as. pun mengajarkan kepada kita tentang keseimbangan antara insting kemanusiaan (dengan tidak mendiamkan kezhaliman yang ada), dan sikap khusnuzhon (dengan tidak langsung berbalik menjadi penentang).
Lalu bagaimana dengan gerakan-gerakan dakwah hari ini? Gerakan-gerakan mulia yang mengajak manusia untuk mengesakan Allah, mengajak mereka untuk berhukum hanya kepadaNya, dan bahkan bercita-cita mulia untuk menegakkan Khilafah Islamiyyah. Para pemimpin (Qiyadah) gerakan-gerakan ini tentunya membutuhkan dukungan penuh dari jundi-jundinya. Mereka menuntut ketaatan. Tapi di sisi lain, jundi-jundi dakwah ini tentu membutuhkan penjelasan tentang setiap gerakan yang diputuskan oleh qiyadah. Mereka menuntut pendidikan.
Sebagai manusia, tentu para pelaku gerakan dakwah ini tak lepas dari kesalahan. Terkadang para qiyadah lebih mengutamakan tuntutan mereka akan ketaatan jundinya, dengan mengabaikan hak jundinya untuk mendapatkan pendidikan. Maka yang terjadi adalah jundi-jundi yang muak dengan arogansi. Merekapun membentuk barisan sakit hati. Tapi terkadang, jundi-jundi ini justru memberikan ketaatan penuh, dengan mengabaikan hak pendidikan mereka, dan juga mengabaikan hak para qiyadah untuk mendapatkan nasihat dan pengingatan, Maka yang terjadi adalah fanatisme buta. Sebuah gerakan dakwah yang tinggal menunggu waktu untuk menjadi gerakan sesat.
Sebuah contoh telah diberikan oleh qiyadah kita bersama, Rasulullah saw. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim, dan Abu Dawud, dikisahkan tentang dua orang Anshar yang memergoki Rasulullah saw. malam-malam berjalan bersama seorang wanita. Tanpa bertanya, mereka langsung bergegas pergi mempercepat jalannya. Rasulullah saw. pun memanggil mereka, menyerukan mereka agar tidak terburu-buru, dan menyebutkan bahwa wanita yang bersama beliau adalah Shafiyyah binti Huyai. Setelah kedua orang Anshar itu bertasbih, Rasulullah saw. pun bersabda, "Sesungguhnya syaithan itu mengalir dalam tubuh anak Adam seperti mengalirnya darah. Maka aku khawatir jika ia melontarkan sesuatu yang tidak baik ke dalam hati kalian."
Kedua sahabat Anshar tadi tentu memiliki sikap khusnudzhon kepada Rasulullah saw., apalagi mereka tahu bahwa Rasulullah saw. adalah manusia yang maksum, terbebas dari kesalahan sekecil apapun. Tapi bagi seorang Rasulullah saw., sikap khusnudzon saja ternyata tidak cukup, karena tanpa mendapat penjelasan yang sempurna, pintu-pintu syaithan masih terbuka. Maka beliau saw. pun menunaikan haknya sebagai seorang qiyadah untuk memberi pendidikan pada jundinya, memuaskan insting kemanusiaan mereka, dan menutup pintu-pintu syaithan yang masih terbuka untuk berbagai macam prasangka. Wallahu 'alam bish showab.
Tangerang, 16 April 2009
14:10 WIB
14:10 WIB
Rabu, 15 April 2009
Bakso dan Kenikmatan Artifisial
Satu hal yang menyebabkan saya sangat menyukai bakso adalah karena bakso menjadi hidangan wajib pembuka puasa. Hal ini menyebabkan kenikmatan bakso yang terhidang menjadi berlipat ganda. Mungkin bukan karena bakso itu sendiri, tapi karena rasa lapar yang menghinggapi diri, sehingga hidangan apapun akan menjadi lebih berarti.
Tak heran jika sensasi yang kita rasakan ketika berbuka puasa, menyebabkan rasa syukur yang tak terkira. Syukur karena hal yang kita anggap biasa, menjadi luar biasa. Sensasi makan dan kenyang yang kita rasakan, menjadi sesuatu yang langka. Syukur yang menunjukkan kita kepada sebuah pepatah lama yang berbunyi: "You'll never know what you've got till it's gone."
Terkadang sebagai manusia kita memang terjebak dalam bosan. Suatu situasi yang menyebabkan indera perasa kita menumpul. Maka kitapun seperti menafikkan apa yang kita punya, kehilangan apa yang kita rasa, dan perlahan tapi pasti mengurangi rasa syukur kepadaNya. Memang suatu hal yang manusiawi, tapi bukan berarti tak ada jalan keluar untuk mengatasi hal ini.
Maka Allah Menciptakan puasa sebagai salah satu jalan keluar untuk mengatasinya. Jalan keluar untuk mempertajam indera perasa kita akan kenikmatan makanan yang selama ini mungkin tak kita sadari. Tak hanya itu, melalui RasulNya, Allah pun Mengajarkan kepada kita untuk hidup sederhana, sebuah cara untuk kita agar tak larut dalam kenikmatan dunia. Karena kenikmatan yang berlebih, akan membuat orientasi akhirat kita tersisih.
Kedua cara ini, puasa dan hidup sederhana, akan menciptakan sebuah kenikmatan artifisial, kenikmatan buatan yang tak terdeteksi oleh panca indera, tapi nyata adanya. Kenikmatan yang tidak terletak pada pemicu kenikmatan itu sendiri, melainkan pada indera perasa dan penyikapan kita.
Kita ambil contoh bakso tadi. Bagi seorang tukang bakso atau keluarganya yang setiap hari menikmati bakso, tentu merasakan kenikmatan yang berbeda dengan seorang penggemar bakso yang sudah lama tidak merasakan bakso. Apalagi penggemar bakso ini menyantapnya ketika berbuka puasa. Disini, bakso adalah pemicu kenikmatan, yang seharusnya dirasakan sama oleh tukang bakso dan penggemar bakso tersebut, tapi karena adanya kenikmatan artifisial (puasa, sikap terhadap bakso sebagai makanan kegemaran dan lamanya tidak merasakan bakso), maka penggemar bakso tersebut akan merasakan kenikmatan bakso yang berlipat ganda.
Lalu kenapa saya memberi istilah kenikmatan artifisial? Karena tak lain dan tak bukan, kenikmatan ini bisa kita usahakan, bisa kita buat sendiri. Yah, namanya juga kenikmatan buatan bukan. Sehingga dengan kenikmatan artifisial ini, kita sama sekali tidak tergantung kepada pemicu kenikmatan untuk bisa bersyukur. Dan dengan menerapkan kenikmatan artifisial ini dalam setiap pemicu kenikmatan yang kita punya, kenikmatan kitapun akan berlipat ganda kita rasakan, dan rasa syukur kitapun akan tetap terjaga.
Tangerang, 15 April 2009
09:30 WIB
Tak heran jika sensasi yang kita rasakan ketika berbuka puasa, menyebabkan rasa syukur yang tak terkira. Syukur karena hal yang kita anggap biasa, menjadi luar biasa. Sensasi makan dan kenyang yang kita rasakan, menjadi sesuatu yang langka. Syukur yang menunjukkan kita kepada sebuah pepatah lama yang berbunyi: "You'll never know what you've got till it's gone."
Terkadang sebagai manusia kita memang terjebak dalam bosan. Suatu situasi yang menyebabkan indera perasa kita menumpul. Maka kitapun seperti menafikkan apa yang kita punya, kehilangan apa yang kita rasa, dan perlahan tapi pasti mengurangi rasa syukur kepadaNya. Memang suatu hal yang manusiawi, tapi bukan berarti tak ada jalan keluar untuk mengatasi hal ini.
Maka Allah Menciptakan puasa sebagai salah satu jalan keluar untuk mengatasinya. Jalan keluar untuk mempertajam indera perasa kita akan kenikmatan makanan yang selama ini mungkin tak kita sadari. Tak hanya itu, melalui RasulNya, Allah pun Mengajarkan kepada kita untuk hidup sederhana, sebuah cara untuk kita agar tak larut dalam kenikmatan dunia. Karena kenikmatan yang berlebih, akan membuat orientasi akhirat kita tersisih.
Kedua cara ini, puasa dan hidup sederhana, akan menciptakan sebuah kenikmatan artifisial, kenikmatan buatan yang tak terdeteksi oleh panca indera, tapi nyata adanya. Kenikmatan yang tidak terletak pada pemicu kenikmatan itu sendiri, melainkan pada indera perasa dan penyikapan kita.
Kita ambil contoh bakso tadi. Bagi seorang tukang bakso atau keluarganya yang setiap hari menikmati bakso, tentu merasakan kenikmatan yang berbeda dengan seorang penggemar bakso yang sudah lama tidak merasakan bakso. Apalagi penggemar bakso ini menyantapnya ketika berbuka puasa. Disini, bakso adalah pemicu kenikmatan, yang seharusnya dirasakan sama oleh tukang bakso dan penggemar bakso tersebut, tapi karena adanya kenikmatan artifisial (puasa, sikap terhadap bakso sebagai makanan kegemaran dan lamanya tidak merasakan bakso), maka penggemar bakso tersebut akan merasakan kenikmatan bakso yang berlipat ganda.
Lalu kenapa saya memberi istilah kenikmatan artifisial? Karena tak lain dan tak bukan, kenikmatan ini bisa kita usahakan, bisa kita buat sendiri. Yah, namanya juga kenikmatan buatan bukan. Sehingga dengan kenikmatan artifisial ini, kita sama sekali tidak tergantung kepada pemicu kenikmatan untuk bisa bersyukur. Dan dengan menerapkan kenikmatan artifisial ini dalam setiap pemicu kenikmatan yang kita punya, kenikmatan kitapun akan berlipat ganda kita rasakan, dan rasa syukur kitapun akan tetap terjaga.
"Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih."" (QS. 14: 7)
Tangerang, 15 April 2009
09:30 WIB
Selasa, 14 April 2009
Gelombang Revolusi Keadilan
Tenggelam ku dalam gelombang itu
Yang mampu membelah sang waktu
Membuka masa dan mengakhirinya
Menjadi rahmat bagi semesta
Ia bukan sungai, tapi cahaya
Berpendar dalam kegelapan
Tetesan air dari angkasa
Jatuh ke bumi bak intan
Maka hujan itu menumbuhkembangkan
Cahaya itu memicu bebuahan
Bertebaran
Merevolusi keadilan
Tenggelamku kini
Dalam gelombang kecil yang terpecah
Dan aku tidak sendiri
Meski kami berjuang terpisah
Yang mampu membelah sang waktu
Membuka masa dan mengakhirinya
Menjadi rahmat bagi semesta
Ia bukan sungai, tapi cahaya
Berpendar dalam kegelapan
Tetesan air dari angkasa
Jatuh ke bumi bak intan
Maka hujan itu menumbuhkembangkan
Cahaya itu memicu bebuahan
Bertebaran
Merevolusi keadilan
Tenggelamku kini
Dalam gelombang kecil yang terpecah
Dan aku tidak sendiri
Meski kami berjuang terpisah
Tangerang 13 April 2009
20:04 WIB
"Yang sedang berpetualang bersama al-Mubarakfury, menapaki jejak langkah sang Nabi"
20:04 WIB
"Yang sedang berpetualang bersama al-Mubarakfury, menapaki jejak langkah sang Nabi"
Sabtu, 11 April 2009
Jalan Panjang Sang Pejuang
Memandang wajahmu mengingatkanku pada asa, yang kini berganti rupa, menjelma menjadi sesosok misterius yang kembali sesakkan dada.
Sosok yang hadir menjadi pelipur getir, diantara lirihnya tahmid dan takbir, dan kesabaran yang menjelma takdir.
Yap, asa berganti harap, cahaya sibakkan gelap, dalam dekap senyap.
Harapan itu masih ada katanya, tapi bagiku itu doa, yang selalu temaniku di jalan panjang, jalan cinta para pejuang.
Tangerang, 11 April 2009
01:38 WIB
"Diantara buku yang blm selesai dibaca dan cahaya purnama penyejuk mata"
Sosok yang hadir menjadi pelipur getir, diantara lirihnya tahmid dan takbir, dan kesabaran yang menjelma takdir.
Yap, asa berganti harap, cahaya sibakkan gelap, dalam dekap senyap.
Harapan itu masih ada katanya, tapi bagiku itu doa, yang selalu temaniku di jalan panjang, jalan cinta para pejuang.
Tangerang, 11 April 2009
01:38 WIB
"Diantara buku yang blm selesai dibaca dan cahaya purnama penyejuk mata"
Selasa, 07 April 2009
Pameran Kebaikan di Tengah Kecemasan Para Korban
Hari Jumat kemarin saya mendapat pelajaran baru tentang arti kecemasan,dimana kecemasan dibagi menjadi 3,yaitu cemas terhadap masa lalu, sekarang, dan masa depan. Dan jika kecemasan itu berlebihan, maka timbullah trauma.
Pelajaran ini saya dapat ketika seorang pemateri dari Klinik Hati beraksi di hadapn para korbn Situ Gintung. Aksi trauma healing yang unik menggunakan metode pernafasan dan dzikir. Sebuah aksi yg cukup menentramkan di tengah kepadatan relawan dan pemberi bantuan.
Di situ gintung saat ini memang sedang ada pameran. Disana kita akan melihat banyak sekali stand, mulai dari lembaga penanggulangan bencana profesional, relawan kambuhan, sampai stand gadungan yang dibuat partai politik. Saya sebut stand gadungan karena disana hanya ada pos dan lambang parpol, tapi tak ada orang ataupun barang bantuan. Mungkin mereka sudah bubar jalan.
Tapi tidak seperti pameran pada umumnya, stand ini tidak dikunjungi konsumen melainkan secara proaktif mendatangi konsumen. Maka, jadilah para pengungsi yang tinggal di gedung Fakultas Kedokteran dan Kesehatan UMJ, menjadi konsumen yang sibuk. Karena ternyata kurang ada koordinasi dari stand-stand yang ada, sehingga stand-stand ini silih berganti dari pagi sampai malam mendatangi korban. Maka korban bagaikan selebritis yang punya janji padat dengan berbagai lembaga, ditambah seringnya mereka diliput media. Tak ayal, kelelahan dan fatigue pun melanda mereka.
Alan, Anak Pengusaha Kerupuk
Di tempat yang agak jauh dari pos pengungsi FKK UMJ, tepatnya di sekitar pabrik kerupuk, terdapat juga orang-orang yang menjadi korban. Mereka adalah orang-orang yang pekerjaan sehari-harinya menjajakan kerupuk. Mereka tinggal di bedeng-bedeng sederhana yang ada di sekitar pabrik kerupuk.
Tapi semenjak tanggul Situ Gintung jebol, banyak diantara mereka yang kembali ke kampung halaman masing-masing. Hanya beberapa orang yang masih tersisa di tempat itu, dan kini mereka menjajakan kerupuk dari pabrik lain, dengan keuntungan yang lebih kecil tentunya.
Menurut Alan (ini Alan beneran loh), anak pemilik pabrik, semenjak tanggul Situ Gintung jebol, pabrik kerupuk milik ayahnya berhenti beroperasi. Memang orang-orang yang tinggal disitu tidak ada satupun yang menjadi korban, tapi berton-ton bahan baku, bahan setengah jadi, dan kerupuk yang siap dipasarkan menjadi korban. Mesin pembuat kerupuk pun menjadi korban. Jumlah kerugian ditaksir mencapai 30 juta rupiah. Hal ini otomatis menjadikan banyak orang yang tinggal disitu kembali menjadi pengangguran, termasuk Alan.
Tapi sayangnya sampai saat ini belum ada perhatian dari pemerintah tentang nasib para pengusaha kerupuk tersebut. Jauhnya mereka dari tempat pengungsian, tidak adanya media yang meliput, dan tidak adanya korban jiwa, menjadikan mereka menjadi korban yang jarang sekali dikunjungi stand pameran kebaikan. Saat saya dan tiga teman saya melakukan wawancara disana, hanya stand ACT (Aksi Cepat Tanggap) saja yang pernah memberikan bantuan. Sedangkan stand lainnya terkonsentrasi di FKK UMJ, di tengah sorotan gencar media massa.
Wisatawan Pengunjung Pameran
Yang paling menyemarakkan suasana tentu saja para wisatawan bencana. Mereka datang dari berbagai kalangan. Mereka juga datang dalam jumlah yang bervariasi. Dan yang pasti, mereka datang dengan berbagai maksud dan tujuan.
Ada wisatawan yang datang berdua-berdua, anak-anak muda, foto sini foto sana. Tak ada rasa empati pada wajah mereka sama sekali. Mungkin maksud dan tujuan mereka kesini hanya untuk mencari tempat pacaran gratis, di tengah mahalnya tempat wisata dalam masa krisis.
Ada wisatawan keluarga, ayah, ibu, dan anak mereka. Di wajah mereka terlihat keprihatinan, sambil sesekali mengajari anak mereka tentang hikmah yang harusnya diambil. Sebuah sarana edukasi moral gratis di tengah mahalnya biaya pendidikan.
Ada juga wisatawan dalam jumlah cukup besar. Mereka terdiri dari berbagai kelompok. Tak jarang diantara mereka membawa bendera, memakai seragam, atau embel-embel lain yang menunjukkan identitas mereka. Mungkin maksud mereka kesini ingin menyalurkan bantuan, mungkin juga sekedar jalan-jalan. Yang pasti wisatawan kelompok inilah yang paling ramai dan paling menonjol.
Antara Spontanitas Peduli dan Strategi Berbagi
Beruntunglah kita berada diantara bangsa yang memiliki rasa peduli tinggi. Tapi kepedulian ternyata tidak cukup untuk menyelesaikan masalah. Kompleksitas bencana Situ Gintung membutuhkan sebuah strategi penanganan yang matang, tidak serabutan seperti yang terjadi sekarang ini.
Energi itu seharusnya dibagi. Pembagian bantuan juga seharusnya direncanakan dengan matang. Sehingga tidak ada lagi cerita standard dalam setiap bencana, bahwa ketika masa evakuasi semua orang berbondong-bondong turut menolong, tetapi ketika masa recovery tiba tak ada lagi tenaga dan dana yang tersisa. Dengan strategi ini diharapkan tak ada lagi kecemasan dari korban dalam menyongsong masa depan.
Tangerang, 4 April 2009
10:58 WIB
Pelajaran ini saya dapat ketika seorang pemateri dari Klinik Hati beraksi di hadapn para korbn Situ Gintung. Aksi trauma healing yang unik menggunakan metode pernafasan dan dzikir. Sebuah aksi yg cukup menentramkan di tengah kepadatan relawan dan pemberi bantuan.
Di situ gintung saat ini memang sedang ada pameran. Disana kita akan melihat banyak sekali stand, mulai dari lembaga penanggulangan bencana profesional, relawan kambuhan, sampai stand gadungan yang dibuat partai politik. Saya sebut stand gadungan karena disana hanya ada pos dan lambang parpol, tapi tak ada orang ataupun barang bantuan. Mungkin mereka sudah bubar jalan.
Tapi tidak seperti pameran pada umumnya, stand ini tidak dikunjungi konsumen melainkan secara proaktif mendatangi konsumen. Maka, jadilah para pengungsi yang tinggal di gedung Fakultas Kedokteran dan Kesehatan UMJ, menjadi konsumen yang sibuk. Karena ternyata kurang ada koordinasi dari stand-stand yang ada, sehingga stand-stand ini silih berganti dari pagi sampai malam mendatangi korban. Maka korban bagaikan selebritis yang punya janji padat dengan berbagai lembaga, ditambah seringnya mereka diliput media. Tak ayal, kelelahan dan fatigue pun melanda mereka.
Alan, Anak Pengusaha Kerupuk
Di tempat yang agak jauh dari pos pengungsi FKK UMJ, tepatnya di sekitar pabrik kerupuk, terdapat juga orang-orang yang menjadi korban. Mereka adalah orang-orang yang pekerjaan sehari-harinya menjajakan kerupuk. Mereka tinggal di bedeng-bedeng sederhana yang ada di sekitar pabrik kerupuk.
Tapi semenjak tanggul Situ Gintung jebol, banyak diantara mereka yang kembali ke kampung halaman masing-masing. Hanya beberapa orang yang masih tersisa di tempat itu, dan kini mereka menjajakan kerupuk dari pabrik lain, dengan keuntungan yang lebih kecil tentunya.
Menurut Alan (ini Alan beneran loh), anak pemilik pabrik, semenjak tanggul Situ Gintung jebol, pabrik kerupuk milik ayahnya berhenti beroperasi. Memang orang-orang yang tinggal disitu tidak ada satupun yang menjadi korban, tapi berton-ton bahan baku, bahan setengah jadi, dan kerupuk yang siap dipasarkan menjadi korban. Mesin pembuat kerupuk pun menjadi korban. Jumlah kerugian ditaksir mencapai 30 juta rupiah. Hal ini otomatis menjadikan banyak orang yang tinggal disitu kembali menjadi pengangguran, termasuk Alan.
Tapi sayangnya sampai saat ini belum ada perhatian dari pemerintah tentang nasib para pengusaha kerupuk tersebut. Jauhnya mereka dari tempat pengungsian, tidak adanya media yang meliput, dan tidak adanya korban jiwa, menjadikan mereka menjadi korban yang jarang sekali dikunjungi stand pameran kebaikan. Saat saya dan tiga teman saya melakukan wawancara disana, hanya stand ACT (Aksi Cepat Tanggap) saja yang pernah memberikan bantuan. Sedangkan stand lainnya terkonsentrasi di FKK UMJ, di tengah sorotan gencar media massa.
Wisatawan Pengunjung Pameran
Yang paling menyemarakkan suasana tentu saja para wisatawan bencana. Mereka datang dari berbagai kalangan. Mereka juga datang dalam jumlah yang bervariasi. Dan yang pasti, mereka datang dengan berbagai maksud dan tujuan.
Ada wisatawan yang datang berdua-berdua, anak-anak muda, foto sini foto sana. Tak ada rasa empati pada wajah mereka sama sekali. Mungkin maksud dan tujuan mereka kesini hanya untuk mencari tempat pacaran gratis, di tengah mahalnya tempat wisata dalam masa krisis.
Ada wisatawan keluarga, ayah, ibu, dan anak mereka. Di wajah mereka terlihat keprihatinan, sambil sesekali mengajari anak mereka tentang hikmah yang harusnya diambil. Sebuah sarana edukasi moral gratis di tengah mahalnya biaya pendidikan.
Ada juga wisatawan dalam jumlah cukup besar. Mereka terdiri dari berbagai kelompok. Tak jarang diantara mereka membawa bendera, memakai seragam, atau embel-embel lain yang menunjukkan identitas mereka. Mungkin maksud mereka kesini ingin menyalurkan bantuan, mungkin juga sekedar jalan-jalan. Yang pasti wisatawan kelompok inilah yang paling ramai dan paling menonjol.
Antara Spontanitas Peduli dan Strategi Berbagi
Beruntunglah kita berada diantara bangsa yang memiliki rasa peduli tinggi. Tapi kepedulian ternyata tidak cukup untuk menyelesaikan masalah. Kompleksitas bencana Situ Gintung membutuhkan sebuah strategi penanganan yang matang, tidak serabutan seperti yang terjadi sekarang ini.
Energi itu seharusnya dibagi. Pembagian bantuan juga seharusnya direncanakan dengan matang. Sehingga tidak ada lagi cerita standard dalam setiap bencana, bahwa ketika masa evakuasi semua orang berbondong-bondong turut menolong, tetapi ketika masa recovery tiba tak ada lagi tenaga dan dana yang tersisa. Dengan strategi ini diharapkan tak ada lagi kecemasan dari korban dalam menyongsong masa depan.
Tangerang, 4 April 2009
10:58 WIB
Senin, 06 April 2009
Jika Malam
Jika langit malam tak berbintang, maka cukuplah kenangan akan dirimu menghiasinya..
Jika tak ada bulan, maka keindahan dirimu cukup tuk meneranginya..
Jika matahari tak kunjung terbit menggantikan malam, maka mimpi dan harapan itu cukup tuk membuatku bersabar menunggu..
Gelap ini akan sirna..
Harapan itu masih ada..
Tangerang, 6 April 2009
19:50 WIB
Jika tak ada bulan, maka keindahan dirimu cukup tuk meneranginya..
Jika matahari tak kunjung terbit menggantikan malam, maka mimpi dan harapan itu cukup tuk membuatku bersabar menunggu..
Gelap ini akan sirna..
Harapan itu masih ada..
Tangerang, 6 April 2009
19:50 WIB
Minggu, 05 April 2009
Ada Kesabaran Di Setiap Prosesnya
Ada yang menarik dalam materi khutbah jumat kemarin. Sebuah penyadaran tentang sabar yang ternyata adalah sesuatu yang mutlak ada dalam setiap proses kehidupan. Sabar yang memang sudah menjadi bagian dari grand design penciptaan semesta. Sabar yang dicontohkan langsung oleh Yang Maha Penyabar.
Mungkin sebagian dari kita sudah mengetahui bahwa salah satu sifat Allah adalah Maha Kuasa. Kemaha-Kuasaan Allah itu digambarkan dalam ayat berikut:
Ayat di atas mungkin merupakan salah satu ayat yang paling dikenal luas oleh masyarakat kita. Potongan ayat terakhir kedua dari surat Yaasin ini, menggambarkan sebuah fenomena wajar yang dialamatkan pada Yang Maha Kuasa. Jika Yang Maha Kuasa menghendaki sesuatu, maka Ia tinggal berkata "kun", maka terjadilah sesuatu itu (fayakun).
Dengan kun-fayakunNya, Allah dapat Menciptakan sesuatu dari ketiadaan, tak terikat oleh ruang. Allah juga dapat Menciptakan sesuatu secara instan, tak terikat oleh waktu. Karena selain Maha Kuasa, Ia juga Maha Pencipta ruang dan waktu. Maka adalah sesuatu yang wajar, jika Ia Menghendaki, Ia tinggal Berkata "kun!" maka terciptalah alam semesta ini lengkap beserta isinya secara instan dan dari ketiadaan.
Tapi ternyata kenyataannya tidak demikian. Dalam surat Al A'raaf Allah Berfirman:
Alih-alih menggunakan kun-fayakun dan menciptakan alam semesta ini secara instan, Allah Memilih untuk Menciptakan alam semesta ini dalam enam masa. Kenapa demikian?
Salah satu penyebabnya adalah Allah ingin Menunjukkan kepada kita sifat Maha Sabar yang DimilikiNya dengan menanamkan sabar ini pada proses penciptaan semesta. Sehingga setiap proses yang terjadi di alam ini, setiap itu pula kesabaran selalu mengiringi. Maka jika Allah menggunakan kesabaran dalam proses penciptaan semesta, kita sebagai makhlukNya tentu harus menggunakan kesabaran dalam menjalani proses kehidupan di alam ini.
Tangerang, 05 April 2009
07:05 WIB
"Yang sedang bersabar"
Mungkin sebagian dari kita sudah mengetahui bahwa salah satu sifat Allah adalah Maha Kuasa. Kemaha-Kuasaan Allah itu digambarkan dalam ayat berikut:
"Sesungguhnya keadaan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya: "Jadilah!" maka terjadilah ia." (QS. 36:82)
Ayat di atas mungkin merupakan salah satu ayat yang paling dikenal luas oleh masyarakat kita. Potongan ayat terakhir kedua dari surat Yaasin ini, menggambarkan sebuah fenomena wajar yang dialamatkan pada Yang Maha Kuasa. Jika Yang Maha Kuasa menghendaki sesuatu, maka Ia tinggal berkata "kun", maka terjadilah sesuatu itu (fayakun).
Dengan kun-fayakunNya, Allah dapat Menciptakan sesuatu dari ketiadaan, tak terikat oleh ruang. Allah juga dapat Menciptakan sesuatu secara instan, tak terikat oleh waktu. Karena selain Maha Kuasa, Ia juga Maha Pencipta ruang dan waktu. Maka adalah sesuatu yang wajar, jika Ia Menghendaki, Ia tinggal Berkata "kun!" maka terciptalah alam semesta ini lengkap beserta isinya secara instan dan dari ketiadaan.
Tapi ternyata kenyataannya tidak demikian. Dalam surat Al A'raaf Allah Berfirman:
"Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas 'Arsy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam." (QS. 7:54)
Alih-alih menggunakan kun-fayakun dan menciptakan alam semesta ini secara instan, Allah Memilih untuk Menciptakan alam semesta ini dalam enam masa. Kenapa demikian?
Salah satu penyebabnya adalah Allah ingin Menunjukkan kepada kita sifat Maha Sabar yang DimilikiNya dengan menanamkan sabar ini pada proses penciptaan semesta. Sehingga setiap proses yang terjadi di alam ini, setiap itu pula kesabaran selalu mengiringi. Maka jika Allah menggunakan kesabaran dalam proses penciptaan semesta, kita sebagai makhlukNya tentu harus menggunakan kesabaran dalam menjalani proses kehidupan di alam ini.
"Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar." (QS. 2:153)
Tangerang, 05 April 2009
07:05 WIB
"Yang sedang bersabar"
Senin, 30 Maret 2009
Penjelajah Semesta
http://penjelajahsemesta.co.cc/
Otak-atik wordpress. Blog ini adalah tempat latihan bagi saya. Menggunakan domain gratisan co.cc dan hostingan gratisan juga.
Otak-atik wordpress. Blog ini adalah tempat latihan bagi saya. Menggunakan domain gratisan co.cc dan hostingan gratisan juga.
Aktivis
Saat ini para aktivis lingkungan mendapatkan momentumnya. Melalui peringatan hari bumi, mereka berkampanye untuk memadamkan listrik selama 1 jam. Tidak hanya mencakup kawasan kecil, tapi sudah mencakup kawasan global. Jejaringnya sudah menyebar ke seantero dunia.
Media massa pun tampaknya sudah berpihak kepada mereka, atau setidaknya kepada kampanye pemadaman listrik ini. Bahkan pada tataran ibu rumah tangga seperti ibu saya, mengetahui kampanye ini. Sebuah keberhasilan propaganda yang patut diacungi jempol.
Ketika dulu Aa Gym memutuskan untuk berpoligami, para aktivis perempuan menemukan momentumnya. Mereka sangat aktif berkampanye menentang poligami ini. Dengan dalih kesetaraan gender, mereka mengajak para ibu rumah tangga pemuja Aa untuk berbalik menjadi penentangnya. Melalui dukungan media yang begitu kuat, propaganda inipun berhasil mencapai targetnya. Ibu-ibu yang setiap akhir pekan beramai-ramai ke Daarut Tauhid, kini mengalihkan tujuan akhir pekannya entah kemana.
Ketika wacana Rancangan Undang-undang Anti Pornografi dan Pornoaksi dilempar ke publik, aktivis kebebasan bicara mendapatkan momentumnya. Mereka secara aktif mengkampanyekan bahaya undang-undang ini bagi dunia industri kreatif. Tak urung budaya pun dijadikan tameng untuk mencegah undang-undang ini disahkan. Bali dan Papua menjadi garda terdepan. Media kembali memainkan peranannya sebagai alat propaganda. Kampanye inipun berhasil, setidaknya memodifikasi banyak pasal-pasal yang cukup esensi, dan memperlambat disahkannya undang-undang ini.
Ketika Syekh Puji menikahi anak di bawah umur, aktivis perlindungan anak menemukan momentumnya. Kak Seto yang menjadi ujung tombak, langsung turun ke lapangan menemui "pelaku" dan "korban." Dengan dukungan media, pernikahan inipun dibatalkan, dan Syekh Pujipun ditetapkan menjadi tersangka.
Ketika nanti aktivis dakwah menemukan momennya, dan seluruh media massa menjadi alat propagandanya, maka saat itu akan hanya ada 2 kubu. Tidak akan ada lagi pembedaan antara aktivis lingkungan, aktivis perempuan, aktivis kebebasan bicara, aktivisi perlindungan anak, dan aktivis lainnya. Yang ada hanyalah aktivis dakwah dan aktivis kebatilan. Karena dakwah mencakup segala, begitu juga lawannya.
Media massa pun tampaknya sudah berpihak kepada mereka, atau setidaknya kepada kampanye pemadaman listrik ini. Bahkan pada tataran ibu rumah tangga seperti ibu saya, mengetahui kampanye ini. Sebuah keberhasilan propaganda yang patut diacungi jempol.
Ketika dulu Aa Gym memutuskan untuk berpoligami, para aktivis perempuan menemukan momentumnya. Mereka sangat aktif berkampanye menentang poligami ini. Dengan dalih kesetaraan gender, mereka mengajak para ibu rumah tangga pemuja Aa untuk berbalik menjadi penentangnya. Melalui dukungan media yang begitu kuat, propaganda inipun berhasil mencapai targetnya. Ibu-ibu yang setiap akhir pekan beramai-ramai ke Daarut Tauhid, kini mengalihkan tujuan akhir pekannya entah kemana.
Ketika wacana Rancangan Undang-undang Anti Pornografi dan Pornoaksi dilempar ke publik, aktivis kebebasan bicara mendapatkan momentumnya. Mereka secara aktif mengkampanyekan bahaya undang-undang ini bagi dunia industri kreatif. Tak urung budaya pun dijadikan tameng untuk mencegah undang-undang ini disahkan. Bali dan Papua menjadi garda terdepan. Media kembali memainkan peranannya sebagai alat propaganda. Kampanye inipun berhasil, setidaknya memodifikasi banyak pasal-pasal yang cukup esensi, dan memperlambat disahkannya undang-undang ini.
Ketika Syekh Puji menikahi anak di bawah umur, aktivis perlindungan anak menemukan momentumnya. Kak Seto yang menjadi ujung tombak, langsung turun ke lapangan menemui "pelaku" dan "korban." Dengan dukungan media, pernikahan inipun dibatalkan, dan Syekh Pujipun ditetapkan menjadi tersangka.
Ketika nanti aktivis dakwah menemukan momennya, dan seluruh media massa menjadi alat propagandanya, maka saat itu akan hanya ada 2 kubu. Tidak akan ada lagi pembedaan antara aktivis lingkungan, aktivis perempuan, aktivis kebebasan bicara, aktivisi perlindungan anak, dan aktivis lainnya. Yang ada hanyalah aktivis dakwah dan aktivis kebatilan. Karena dakwah mencakup segala, begitu juga lawannya.
"Yang demikian adalah karena sesungguhnya orang-orang kafir mengikuti yang bathil dan sesungguhnya orang-orang mukmin mengikuti yang haq dari Tuhan mereka. Demikianlah Allah membuat untuk manusia perbandingan-perbandingan bagi mereka." (QS. 47:3)
Tangerang, 28 Maret 2009
20:29 WIB
20:29 WIB
Sabtu, 28 Maret 2009
Banyak yang Berjudi pada Pemilu Kali Ini
Mungkin bukan berita baru ketika banyak rumah sakit jiwa yang menyediakan kamar khusus untuk korban pemilu. Sangat menarik karena hal ini nyata. Sebuah fakta bahwa ternyata banyak orang yang stres bahkan sampai gila karena gagal menjadi anggota dewan.
Untuk menjadi seorang anggota dewan memang membutuhkan biaya. Mulai dari biaya administrasi,kampanye dan publikasi, dan biaya lain terutama untuk anggota dewan dari partai-partai yang menjadikan pemilu sebagai ajang mencari dana. Tak kurang dari puluhan juta, bahkan sampai milyaran rupiah yang harus dikeluarkan untuk tiap calon anggota dewan.
Besarnya biaya yang dikeluarkan tak menyurutkan banyak orang untuk berlomba-lomba menjadi calon anggota dewan. Karena di mata banyak orang, seorang anggota dewan memiliki penghasilan yang besar. Mulai dari gaji pokok, tunjangan, sampai kemudahan mendapatkan uang haram. Maka biaya yang harus dikeluarkan dianggap sebagai investasi untuk meraih keuntungan yang jauh lebih besar ini. Dari sini, lahirlah mental-mental penjudi.
Seorang penjudi akan mengeluarkan seluruh uangnya ketika dia merasa bahwa ada kesempatan untuk melipatgandakan uang tersebut. Sekecil apapun peluang tak menyurutkan langkah mereka. Maka tak heran, jika para penjudi akan mulai melakukan pinjaman disana-sini demi sebuah mimpi duniawi. Begitu juga dengan para calon anggota dewan bermental penjudi ini.
Ketika pemilihan diselenggarakan, maka dadu-dadu itupun dilemparkan. Ada yang bergembira karena nomor yang mereka pilih sesuai dengan nomor dadu yang keluar. Tapi ada juga yang stres karena mereka gagal dalam perjudian ini. Maka seiring raibnya modal milyaran yang mereka keluarkan, raib pula kewarasan mereka. Jadilah mereka menempati kamar khusus korban pemilu.
Berbeda sekali dengan guru saya yang harus bolak-balik tasik untuk keperluan yang sama, menjadi calon anggota dewan. Walaupun harus mengeluarkan biaya yang besar jika dibandingkan dengan kehidupannya yang sederhana, beliau bukanlah seorang penjudi. Beliau tidak menganggap proses ini sebagai sebuah perjuangan untuk mendapatkan pekerjaan yang berpenghasilan lumayan, beliau menganggap ini semua sebagai sebuah proses untuk menggarap ladang dakwah baru.
Maka tak heran jika jawaban beliau ketika ditanya tentang biaya yang harus dikeluarkannya dalam pemilu adalah seperti ini:
"Akhi, dakwah ini membutuhkan biaya. Jika antum ingin berdakwah maka antum harus mengeluarkan biaya untuk ini. Jangan justru sebaliknya, mengharapkan gaji dan tunjangan dari dakwah yang kita jalankan. Lihat saja perintah jihad dalam Al Quran, kebanyakan selalu mendahulukan harta daripada jiwa. Maka untuk pemilu kali inipun, ana insya Allah ikhlas walaupun harus mengeluarkan biaya besar. Walau apapun terjadi, insya Allah ini adalah sebuah bentuk investasi akhirat nanti."
Sangat berbeda sekali bukan dengan mental para penjudi tadi?
Untuk menjadi seorang anggota dewan memang membutuhkan biaya. Mulai dari biaya administrasi,kampanye dan publikasi, dan biaya lain terutama untuk anggota dewan dari partai-partai yang menjadikan pemilu sebagai ajang mencari dana. Tak kurang dari puluhan juta, bahkan sampai milyaran rupiah yang harus dikeluarkan untuk tiap calon anggota dewan.
Besarnya biaya yang dikeluarkan tak menyurutkan banyak orang untuk berlomba-lomba menjadi calon anggota dewan. Karena di mata banyak orang, seorang anggota dewan memiliki penghasilan yang besar. Mulai dari gaji pokok, tunjangan, sampai kemudahan mendapatkan uang haram. Maka biaya yang harus dikeluarkan dianggap sebagai investasi untuk meraih keuntungan yang jauh lebih besar ini. Dari sini, lahirlah mental-mental penjudi.
Seorang penjudi akan mengeluarkan seluruh uangnya ketika dia merasa bahwa ada kesempatan untuk melipatgandakan uang tersebut. Sekecil apapun peluang tak menyurutkan langkah mereka. Maka tak heran, jika para penjudi akan mulai melakukan pinjaman disana-sini demi sebuah mimpi duniawi. Begitu juga dengan para calon anggota dewan bermental penjudi ini.
Ketika pemilihan diselenggarakan, maka dadu-dadu itupun dilemparkan. Ada yang bergembira karena nomor yang mereka pilih sesuai dengan nomor dadu yang keluar. Tapi ada juga yang stres karena mereka gagal dalam perjudian ini. Maka seiring raibnya modal milyaran yang mereka keluarkan, raib pula kewarasan mereka. Jadilah mereka menempati kamar khusus korban pemilu.
Berbeda sekali dengan guru saya yang harus bolak-balik tasik untuk keperluan yang sama, menjadi calon anggota dewan. Walaupun harus mengeluarkan biaya yang besar jika dibandingkan dengan kehidupannya yang sederhana, beliau bukanlah seorang penjudi. Beliau tidak menganggap proses ini sebagai sebuah perjuangan untuk mendapatkan pekerjaan yang berpenghasilan lumayan, beliau menganggap ini semua sebagai sebuah proses untuk menggarap ladang dakwah baru.
Maka tak heran jika jawaban beliau ketika ditanya tentang biaya yang harus dikeluarkannya dalam pemilu adalah seperti ini:
"Akhi, dakwah ini membutuhkan biaya. Jika antum ingin berdakwah maka antum harus mengeluarkan biaya untuk ini. Jangan justru sebaliknya, mengharapkan gaji dan tunjangan dari dakwah yang kita jalankan. Lihat saja perintah jihad dalam Al Quran, kebanyakan selalu mendahulukan harta daripada jiwa. Maka untuk pemilu kali inipun, ana insya Allah ikhlas walaupun harus mengeluarkan biaya besar. Walau apapun terjadi, insya Allah ini adalah sebuah bentuk investasi akhirat nanti."
Sangat berbeda sekali bukan dengan mental para penjudi tadi?
"Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui." (QS. 2:261)
Tangerang, 27 Maret 2009
17:27 WIB
"Terkutuklah para pemalas yang menyamaratakan semua calon anggota dewan!"
17:27 WIB
"Terkutuklah para pemalas yang menyamaratakan semua calon anggota dewan!"
Rabu, 25 Maret 2009
Aku Ingin (Daddy Version)
Aku ingin menjadi Luqman yg mampu msyukuri nikmatNya, mengajarkan sabar dan syukur kepada anak-anak kita..
Aku ingin menjadi Nuh, yang sampai akhir tak pernah putus asa mengajak Qanaan kembali ke jalan kebenaran..
Aku ingin menjadi Ibrahim, yang walaupun sangat mecintai sang buah hati, tapi tak melebihi cintanya pada Illahi..
Aku ingin menjadi Muhammad, yang tak mengenal kasihan, dalam menegakkan keadilan..
Aku ingin menjadi abi dan murobbi bagi anak-anak kita nanti..
Aku ingin menjadi Nuh, yang sampai akhir tak pernah putus asa mengajak Qanaan kembali ke jalan kebenaran..
Aku ingin menjadi Ibrahim, yang walaupun sangat mecintai sang buah hati, tapi tak melebihi cintanya pada Illahi..
Aku ingin menjadi Muhammad, yang tak mengenal kasihan, dalam menegakkan keadilan..
Aku ingin menjadi abi dan murobbi bagi anak-anak kita nanti..
Kebon Jeruk
24 maret 2009
19:42 WIB
24 maret 2009
19:42 WIB
Jumat, 20 Maret 2009
Berdamai dengan Waktu
Masih berjalan tertatih, dalam tubuh yang terus merintih..
Berusaha berdamai dengan waktu, yang masih membelenggu..
Ingin berlari, berkontribusi, tapi bayang-bayang itu terus menghantui, seakan tak rela aku pergi..
Bukan..
Ini bukan tentang dirimu..
Ini tentang dosa masa lalu yang tak pernah kau tahu..
Ini juga bukan tentang cinta dan kerinduan yang saat ini aku endapkan..
Ini tentang kesalahan yang berbuah kesalahan.
Ini tentang hukuman dosa di dunia.
Ini tentang aku yang berusaha berdamai dengan waktu..
Kuningan, 20 Maret 2009
22:48 WIB
Berusaha berdamai dengan waktu, yang masih membelenggu..
Ingin berlari, berkontribusi, tapi bayang-bayang itu terus menghantui, seakan tak rela aku pergi..
Bukan..
Ini bukan tentang dirimu..
Ini tentang dosa masa lalu yang tak pernah kau tahu..
Ini juga bukan tentang cinta dan kerinduan yang saat ini aku endapkan..
Ini tentang kesalahan yang berbuah kesalahan.
Ini tentang hukuman dosa di dunia.
Ini tentang aku yang berusaha berdamai dengan waktu..
Kuningan, 20 Maret 2009
22:48 WIB
Jumat, 13 Maret 2009
Perang Batu Menjelang Pemilu
Seorang guru pernah mengatakan, "Jika diibaratkan perang batu, maka ketika gerakan islam ini melempar batu ke arah musuh, maka ada gerakan islam lain di belakang kita yang justru melempar batu ke arah kita."
Saya bertanya, "Apakah kita harus berbalik arah dan melempari mereka?"
Guru saya menjawab, "Tidak. Karena bagaimanapun mereka adalah saudara kita. Lemparan mereka tidak mematikan. Tapi justru secara tidak langsung memberitahu kita berbagai kelemahan yang harus kita perbaiki. Lagipula dengan adanya mereka, kita akan tetap siaga, tidak terlena dalam medan pertempuran yang penuh goda."
Sayapun terdiam dan memegang erat batu di tangan.
Tangerang, 13 Maret 2009
00:06 WIB
"yang sedang merindukan gurunya"
Saya bertanya, "Apakah kita harus berbalik arah dan melempari mereka?"
Guru saya menjawab, "Tidak. Karena bagaimanapun mereka adalah saudara kita. Lemparan mereka tidak mematikan. Tapi justru secara tidak langsung memberitahu kita berbagai kelemahan yang harus kita perbaiki. Lagipula dengan adanya mereka, kita akan tetap siaga, tidak terlena dalam medan pertempuran yang penuh goda."
Sayapun terdiam dan memegang erat batu di tangan.
Tangerang, 13 Maret 2009
00:06 WIB
"yang sedang merindukan gurunya"
Minggu, 08 Maret 2009
Geng Berpeci dan Bersarung
Bagi teman-teman yang tinggal di kawasan Kalibata, Pasar Minggu, dan sekitarnya, atau yang sering melintasi daerah tersebut pada malam minggu, tentu tak asing dengan fenomena geng berpeci dan bersarung yang sering sekali mengadakan konvoy. Dengan menggunakan beragam kendaraan, mulai dari motor, angkot, mobil bak terbuka, carry, dan sebagainya, mereka berjalan beriringan. Tak lupa atribut seperti bendera, banner, bedug, dan seragam khasnya, selalu menghiasi konvoy ini.
Tidak cuma pria dewasa yang terlibat dalam konvoy ini, wanita dan anak-anakpun turut ambil bagian. Bahkan dalam konvoy tadi malam yang saya saksikan, ada bayi yang digendong ibunya di motor yang turut konvoy.
Atraksi yang mereka tawarkan dalam konvoy inipun beragam. Ada atraksi kebut-kebutan dari motor-motor yang berada di depan. Ada yang melambai-lambaikan bendera yang besarnya mungkin sekitar 2x3 meter. Ada yang menabuh bedug dan berteriak-teriak tidak jelas. Bahkan tadi malam saya juga melihat anak-anak yang duduk di atap angkot yang melaju kencang.
Rute yang mereka tempuh sepertinya beragam. Pernah saya berpapasan dengan mereka di jalan raya Pasar Minggu. Kebetulan waktu itu saya naik metro mini, sehingga saya harus terjebak dalam kemacetan panjang hampir 1 jam. Saya juga pernah berpapasan dengan mereka di depan Jalan Raya Condet, yang menyebabkan saya harus menunggu selama hampir setengah jam. Dan tadi malam saya beriringan dengan mereka yang juga melintasi Jalan Raya TB Simatupang. Saya beruntung kali ini, karena saya mengendarai motor dan dapat menyalip iring-iringan ini.
Yang menarik dari geng ini adalah betapa mereka banyak sekali membawa simbol-simbol Islam. Setidaknya simbol Islam yang dikenal oleh kebanyakan masyarakat awam. Untuk prianya, hampir seluruhnya menggunakan kain sarung dan peci putih sebagai seragam. Sedangkan untuk wanitanya, kebanyakan dari mereka menggunakan jilbab, walaupun ada beberapa yang justru terlihat mengumbar aurat. Tak lupa bendera dan banner yang bertuliskan arab, mungkin tulisan Laa ilaaha illallah. Dan ada juga yang mengenakan jaket dan membawa bendera bertuliskan Majelis Rasulullah.
Entah apa maksud dan tujuan mereka melakukan konvoy ini. Apakah hanya sekedar jalan-jalan melepas kepenatan? Apakah janjian jalan bareng untuk menuju suatu tempat, untuk mengikuti kajian keislaman? Atau justru untuk melakukan syiar islam di jalanan?
Yang pasti, saya sangat menyayangkan cara yang mereka tempuh. Setahu saya, hanya geng bermotor saja yang melakukan konvoy-konvoy tidak berguna seperti ini. Konvoy kendaraan bermotor yang menghabiskan ratusan bahkan ribuan liter bahan bakar. Konvoy yang membuat kemacetan panjang. Dan konvoy yang membuat kota Jakarta semakin tercemar udaranya. Konvoy yang sebentar lagi juga akan kita saksikan menjelang pemilu 2009.
Itu sebabnya saya lebih suka menyebut mereka geng, dari pada sebuah pergerakan Islam. Karena bukankah orang yang meniru suatu kaum dapat disamakan dengan kaum tersebut. Dan pergerakan Islam Majelis Rasulullah ini, meniru geng bermotor dalam melakukan syiarnya, sehingga wajar jika saya menyebut mereka geng Majelis Rasulullah. Wallahu 'Alam bish showab.
Penutup:
Jika ada diantara teman-teman yang merupakan bagian dari geng ini, tolong beri saya penjelasan mengapa harus menempuh cara konvoy? Mungkin ada dalil dari Rasulullah yang saya tidak tahu, yang dijadikan landasan konvoy ini? Atau mungkin ini bagian dari ijtihad ulama? Tolong berikan saya penjelasan sehingga saya tidak lagi memandang negarif konvoy, dan dapat memaklumi cara yang teman-teman tempuh.
NB:
Saya juga akan sangat menyayangkan jika ada diantara partai politik yang mengaku partai Islam, tapi melakukan konvoy kendaraan bermotor dalam kampanyenya. Ingat, konvoy kendaraan bermotor merupakan pemborosan bahan bakar. Dan orang-orang yang melakukan pemborosan merupakan Ikhwan asy Syayaathin.
Tidak cuma pria dewasa yang terlibat dalam konvoy ini, wanita dan anak-anakpun turut ambil bagian. Bahkan dalam konvoy tadi malam yang saya saksikan, ada bayi yang digendong ibunya di motor yang turut konvoy.
Atraksi yang mereka tawarkan dalam konvoy inipun beragam. Ada atraksi kebut-kebutan dari motor-motor yang berada di depan. Ada yang melambai-lambaikan bendera yang besarnya mungkin sekitar 2x3 meter. Ada yang menabuh bedug dan berteriak-teriak tidak jelas. Bahkan tadi malam saya juga melihat anak-anak yang duduk di atap angkot yang melaju kencang.
Rute yang mereka tempuh sepertinya beragam. Pernah saya berpapasan dengan mereka di jalan raya Pasar Minggu. Kebetulan waktu itu saya naik metro mini, sehingga saya harus terjebak dalam kemacetan panjang hampir 1 jam. Saya juga pernah berpapasan dengan mereka di depan Jalan Raya Condet, yang menyebabkan saya harus menunggu selama hampir setengah jam. Dan tadi malam saya beriringan dengan mereka yang juga melintasi Jalan Raya TB Simatupang. Saya beruntung kali ini, karena saya mengendarai motor dan dapat menyalip iring-iringan ini.
Yang menarik dari geng ini adalah betapa mereka banyak sekali membawa simbol-simbol Islam. Setidaknya simbol Islam yang dikenal oleh kebanyakan masyarakat awam. Untuk prianya, hampir seluruhnya menggunakan kain sarung dan peci putih sebagai seragam. Sedangkan untuk wanitanya, kebanyakan dari mereka menggunakan jilbab, walaupun ada beberapa yang justru terlihat mengumbar aurat. Tak lupa bendera dan banner yang bertuliskan arab, mungkin tulisan Laa ilaaha illallah. Dan ada juga yang mengenakan jaket dan membawa bendera bertuliskan Majelis Rasulullah.
Entah apa maksud dan tujuan mereka melakukan konvoy ini. Apakah hanya sekedar jalan-jalan melepas kepenatan? Apakah janjian jalan bareng untuk menuju suatu tempat, untuk mengikuti kajian keislaman? Atau justru untuk melakukan syiar islam di jalanan?
Yang pasti, saya sangat menyayangkan cara yang mereka tempuh. Setahu saya, hanya geng bermotor saja yang melakukan konvoy-konvoy tidak berguna seperti ini. Konvoy kendaraan bermotor yang menghabiskan ratusan bahkan ribuan liter bahan bakar. Konvoy yang membuat kemacetan panjang. Dan konvoy yang membuat kota Jakarta semakin tercemar udaranya. Konvoy yang sebentar lagi juga akan kita saksikan menjelang pemilu 2009.
Itu sebabnya saya lebih suka menyebut mereka geng, dari pada sebuah pergerakan Islam. Karena bukankah orang yang meniru suatu kaum dapat disamakan dengan kaum tersebut. Dan pergerakan Islam Majelis Rasulullah ini, meniru geng bermotor dalam melakukan syiarnya, sehingga wajar jika saya menyebut mereka geng Majelis Rasulullah. Wallahu 'Alam bish showab.
Penutup:
Jika ada diantara teman-teman yang merupakan bagian dari geng ini, tolong beri saya penjelasan mengapa harus menempuh cara konvoy? Mungkin ada dalil dari Rasulullah yang saya tidak tahu, yang dijadikan landasan konvoy ini? Atau mungkin ini bagian dari ijtihad ulama? Tolong berikan saya penjelasan sehingga saya tidak lagi memandang negarif konvoy, dan dapat memaklumi cara yang teman-teman tempuh.
NB:
Saya juga akan sangat menyayangkan jika ada diantara partai politik yang mengaku partai Islam, tapi melakukan konvoy kendaraan bermotor dalam kampanyenya. Ingat, konvoy kendaraan bermotor merupakan pemborosan bahan bakar. Dan orang-orang yang melakukan pemborosan merupakan Ikhwan asy Syayaathin.
"Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya." (QS. 17:27)
Tangerang, 7 Maret 2009
11:31 WIB
11:31 WIB
Minggu, 01 Maret 2009
Alhamdulillah hujan turun
Alhamdulillah hujan turun. Hujan yang membawa keberkahan bagi semesta. Hujan yang menjadi rahmat dari Sang Pencipta..
Alhamdulillah hujan turun. Hujan yang menjadi pengiring hidup baru seorang saudara. Hujan yang tak mnyurutkan lainnya tuk datang menyampaikn doa..
Alhamdulillah hujan turun. Hujan yang menjebakku di tengah kota. Dalam naungan halte busway dan kantuk yg mulai terasa..
Alhamdulillah hujan turun. Hujan yang memberiku kekuatan tuk mensyukuri segala..
Alhamdulillah hujan turun. Hujan yang menjadi pengiring hidup baru seorang saudara. Hujan yang tak mnyurutkan lainnya tuk datang menyampaikn doa..
Alhamdulillah hujan turun. Hujan yang menjebakku di tengah kota. Dalam naungan halte busway dan kantuk yg mulai terasa..
Alhamdulillah hujan turun. Hujan yang memberiku kekuatan tuk mensyukuri segala..
Gatot Subroto
28 Februari 2009
15:48 WIB
28 Februari 2009
15:48 WIB
Aisyah mengatakan bahwa Nabi saw. apabila melihat hujan, beliau berdoa: "Ya Allah, jadikanlah hujan yang bermanfaat" (HR. Bukhari)
Kamis, 26 Februari 2009
Tak Kuasa Mensyukuri Segala
Jika ada orang yang bersyukur terhadap apa yang tidak mereka miliki, maka untuk mensyukuri semua yang saya miliki saja, saya tak kuasa. Karena dalam hidup yang saya jalani ini, terlalu banyak hal yang saya miliki. Terlalu banyak hal yang telah diberikanNya. Terlalu banyak hal yang harus disyukuri.
Saya memiliki nyawa, yang membedakan saya dengan orang-orang yang telah meninggal dunia. Nyawa yang tidak akan pernah dapat ditiru penciptaannya. Nyawa yang rela ditukar oleh para pencinta yang kehilangan kekasihnya, dengan apa saja. Nyawa yang terkadang kita lupa bahwa kita memilikinya, bahkan banyak yang sia-sia.
Saya memiliki iman yang terhujam dalam dada. Iman yang membalikkan paradigma. Iman yang tak seorangpun sanggup menunjukkannya kepada saya, bahkan seorang Muhammad sekalipun, jika tanpa KehendakNya.
Saya memiliki...segala. Karena dengan dua hal itu saja saya takkan pernah sanggup untuk membalasNya. Apalagi untuk membalas nikmat lainnya, seperti nikmat sehat, keluarga, ukhuwah islamiyah, kecerdasan, dan lain sebagainya.
Pernah saya tidak bisa pulang karena uang yang saya bawa kurang 1000 rupiah, padahal biasanya saya menganggapnya receh. Pernah saya melupakan kenikmatan memiliki tempat tinggal, sampai saya harus terdampar dan tidur di terminal. Pernah saya melupakan apa yang saya miliki, sampai Allah Mengambilnya kembali.
Maka jika ada orang yang bersyukur terhadap apa yang tidak mereka miliki, untuk mensyukuri segala yang saya miliki saja saya tak kuasa.
Saya memiliki nyawa, yang membedakan saya dengan orang-orang yang telah meninggal dunia. Nyawa yang tidak akan pernah dapat ditiru penciptaannya. Nyawa yang rela ditukar oleh para pencinta yang kehilangan kekasihnya, dengan apa saja. Nyawa yang terkadang kita lupa bahwa kita memilikinya, bahkan banyak yang sia-sia.
Saya memiliki iman yang terhujam dalam dada. Iman yang membalikkan paradigma. Iman yang tak seorangpun sanggup menunjukkannya kepada saya, bahkan seorang Muhammad sekalipun, jika tanpa KehendakNya.
Saya memiliki...segala. Karena dengan dua hal itu saja saya takkan pernah sanggup untuk membalasNya. Apalagi untuk membalas nikmat lainnya, seperti nikmat sehat, keluarga, ukhuwah islamiyah, kecerdasan, dan lain sebagainya.
Pernah saya tidak bisa pulang karena uang yang saya bawa kurang 1000 rupiah, padahal biasanya saya menganggapnya receh. Pernah saya melupakan kenikmatan memiliki tempat tinggal, sampai saya harus terdampar dan tidur di terminal. Pernah saya melupakan apa yang saya miliki, sampai Allah Mengambilnya kembali.
Maka jika ada orang yang bersyukur terhadap apa yang tidak mereka miliki, untuk mensyukuri segala yang saya miliki saja saya tak kuasa.
Ketika Aisyah mendapati Rasulullah saw. senantiasa melaksanakan shalat malam tanpa henti, bahkan seakan-akan memaksa diri hingga kakinya bengkak-bengkak. Saat ditanya oleh Aisyah, “Kenapa engkau berbuat seperti ini? Bukankah Allah telah menjamin untuk mengampuni segala dosa-dosamu?” Rasulullah menjawab, “Tidakkah (jika demikian) aku menjadi hamba Allah yang bersyukur”. (HR. Al-Bukhari).
Tangerang, 26 Februari 2009
09:41 WIB
"Alhamdulillah"
09:41 WIB
"Alhamdulillah"
Selasa, 24 Februari 2009
Hirarki Niat
Tentang Coca Cola
Iman: "Lan, kenapa sih lo gak suka minum coca cola?"
Alan: "Karena coca cola tuh punya orang Yahudi Man"
Iman: "Emangnya kenapa kalau punya orang Yahudi? Bukankah bermuamalah dengan orang kafir sekalipun diperbolehkan dalam Islam?"
Alan: "Iya sih, tapi khan orang Yahudi tuh saat ini sedang menindas Bangsa Palestina."
Iman: "Terus?"
Alan: "Nah keuntungan penjualan coca cola tuh disumbangkan untuk itu."
Iman: "Terus?"
Alan: "Kalau kita beli coca cola, berarti secara tidak langsung kita turut menyumbang untuk menyakiti saudara kita di Palestina."
Iman: "Terus?"
Alan: "Menyakiti saudara sendiri khan gak boleh Man. Dilarang Allah."
Tentang Membaca
Iman: "Lan, kenapa sih lo suka banget baca shiroh Nabi Muhammad saw?"
Alan: "Untuk mencari tahu segala sesuatu tentang beliau Man."
Iman: "Kenapa lo mau tahu segala sesuatu tentang beliau?"
Alan: "Biar bisa meniru tingkah lakunya."
Iman: "Kenapa kita harus meniru tingkah laku beliau?"
Alan: "Karena dalam diri beliau, ada suri tauladan yang baik."
Iman: "Terus?"
Alan: "Karena meniru suri tauladan beliau itu Diperintahkan Allah."
Tentang Tawaran Kerja
Iman: "Katanya lo kemarin diterima kerja ya Lan?"
Alan: "Iya, tinggal tanda tangan kontrak."
Iman: "Terus?"
Alan: "Gak gue ambil."
Iman: "Kenapa?"
Alan: "Karena HRD Managernya nyuruh gue nyukur habis jenggot gue."
Iman: "Loh, kenapa?"
Alan: "Katanya sih Direkturnya gak suka."
Iman: "Terus apa masalahnya?"
Alan: "Gue gak mau nyukur habis jenggot gue."
Iman: "Kenapa?"
Alan: "Karena memelihara jenggot ini perbuatan yang dicontohkan dan dianjurkan Nabi Muhammad."
Iman: "Terus?"
Alan: "Mengamalkan Sunnah Nabi tuh Diperintahkan oleh Allah, Man"
Iman: "Lan, kenapa sih lo gak suka minum coca cola?"
Alan: "Karena coca cola tuh punya orang Yahudi Man"
Iman: "Emangnya kenapa kalau punya orang Yahudi? Bukankah bermuamalah dengan orang kafir sekalipun diperbolehkan dalam Islam?"
Alan: "Iya sih, tapi khan orang Yahudi tuh saat ini sedang menindas Bangsa Palestina."
Iman: "Terus?"
Alan: "Nah keuntungan penjualan coca cola tuh disumbangkan untuk itu."
Iman: "Terus?"
Alan: "Kalau kita beli coca cola, berarti secara tidak langsung kita turut menyumbang untuk menyakiti saudara kita di Palestina."
Iman: "Terus?"
Alan: "Menyakiti saudara sendiri khan gak boleh Man. Dilarang Allah."
Tentang Membaca
Iman: "Lan, kenapa sih lo suka banget baca shiroh Nabi Muhammad saw?"
Alan: "Untuk mencari tahu segala sesuatu tentang beliau Man."
Iman: "Kenapa lo mau tahu segala sesuatu tentang beliau?"
Alan: "Biar bisa meniru tingkah lakunya."
Iman: "Kenapa kita harus meniru tingkah laku beliau?"
Alan: "Karena dalam diri beliau, ada suri tauladan yang baik."
Iman: "Terus?"
Alan: "Karena meniru suri tauladan beliau itu Diperintahkan Allah."
Tentang Tawaran Kerja
Iman: "Katanya lo kemarin diterima kerja ya Lan?"
Alan: "Iya, tinggal tanda tangan kontrak."
Iman: "Terus?"
Alan: "Gak gue ambil."
Iman: "Kenapa?"
Alan: "Karena HRD Managernya nyuruh gue nyukur habis jenggot gue."
Iman: "Loh, kenapa?"
Alan: "Katanya sih Direkturnya gak suka."
Iman: "Terus apa masalahnya?"
Alan: "Gue gak mau nyukur habis jenggot gue."
Iman: "Kenapa?"
Alan: "Karena memelihara jenggot ini perbuatan yang dicontohkan dan dianjurkan Nabi Muhammad."
Iman: "Terus?"
Alan: "Mengamalkan Sunnah Nabi tuh Diperintahkan oleh Allah, Man"
Minggu, 22 Februari 2009
Sabtu, 21 Februari 2009
Kewajiban Berjihad di Dunia Maya
Bergelut dengan dunia maya secara intensif membuat saya mendapatkan banyak hal baru, hal-hal yang menambah pengetahuan dan membuka wawasan. Hal ini wajar, mengingat kita dapat menemukan hampir semua hal disini, di dunia maya yang memperkecil bumi ini. Jika kita ingin mencari sesuatu, tinggal tanya saja oom Google.
Tetapi bergelut dengan Al Quran, membuat saya mendapatkan hal yang seharusnya saya tahu. Saya tidak mendapatkan informasi sampah disini. Semua informasi yang ada, selain menambah pengetahuan, membuka wawasan, juga mempengaruhi hati. Amat wajar jika dulu Umar ditegur oleh Rasulullah karena beliau saat itu membuka-buka kitab taurat dan injil dan tidak mencukupkan diri hanya dengan Al Quran.
Sayangnya, informasi yang dibutuhkan oleh semua manusia dalam Al Quran, cenderung tenggelam diantara milyaran informasi lain di dunia maya. Padahal jumlah muslim penghuni dunia maya banyak sekali. Jika kita seorang yang pesimis, maka kita akan menganggap wajar hal ini. Tetapi jika kita seorang pejuang, maka kita akan menganggap hal ini sebagai tantangan, karena sebagai seorang mukmin, adalah sebuah kewajiban bagi kita untuk menyampaikan Al Quran, walaupun hanya satu ayat.
Kewajiban menyampaikan kebenaran juga tentunya tak lengkap jika tidak diimbangi dengan kewajiban menolak kemungkaran. Dan dunia maya merupakan dunia yang sebagian besar isinya merupakan kemungkaran. Tak heran jika kata kunci yang paling sering ditulis di mesin pencari Google adalah kata-kata yang berhubungan dengan sex.
Kita juga tentu masih ingat bagaimana kebebasan yang kebablasan telah menodai Rosulullah dalam bentuk kartun yang hina, Masih jelas dalam ingatan kita bagaimana film Fitna yang begitu menghina dapat bebas beredar di dunia maya. Belum lagi situs-situs dalam negeri yang didanai Amerika seperti islamlib, dan sebagainya, yang isinya membuat kita bertanya, Islam dari mana mereka ini.
Lalu apa yang harus kita lakukan?
Ternyata banyak saudara-saudara kita di dunia maya yang telah melangkah jauh menyikapi hal ini. Mereka mengamalkan Surat At Taubah ayat 120 dengan cara mereka sendiri. Mereka berperang di dunia maya, menimpakan bencana, dan membangkitkan amarah musuh-musuh Islam. Mereka sering menamakan diri mereka muslim hacker.
Diberitakan bahwa ketika penyebaran kartun yang menghina Nabi Muhammad saw, muslim hacker merusak lebih dari 3000 situs Negara Denmark yang turut ambil bagian dalam kemungkaran tersebut. Begitu juga ketika terjadi penyebaran film fitma, banyak situs Belanda yang menjadi korban. Dan yang lebih hebat lagi, ada muslim hacker yang berhasil membobol situs CIA, sebuah prestasi yang luar biasa mengingat keamanan situs ini yang begitu ketat.
Sudah saatnya kita garap ladang dakwah di dunia maya ini dengan lebih serius. Karena siapa yang menguasai informasi, maka ia akan mudah untuk menguasai dunia. Lakukan sesuai dengan kemampuan kita, bahkan walaupun dengan hanya menulis sesuatu yang berguna. Wallahu 'alam bish showab.
"Hari ini, ketika hampir seluruh hajat hidup kita dikuasai oleh Yahudi, masihkan engkau sibuk bergenit-genit menulis hanya untuk mendapat tepuk tangan? Sudah saatnya menulis untuk perubahan." (M. Fauzil Adhim)
Tangerang, 21 Februari 2009
07:51 WIB
Tetapi bergelut dengan Al Quran, membuat saya mendapatkan hal yang seharusnya saya tahu. Saya tidak mendapatkan informasi sampah disini. Semua informasi yang ada, selain menambah pengetahuan, membuka wawasan, juga mempengaruhi hati. Amat wajar jika dulu Umar ditegur oleh Rasulullah karena beliau saat itu membuka-buka kitab taurat dan injil dan tidak mencukupkan diri hanya dengan Al Quran.
Sayangnya, informasi yang dibutuhkan oleh semua manusia dalam Al Quran, cenderung tenggelam diantara milyaran informasi lain di dunia maya. Padahal jumlah muslim penghuni dunia maya banyak sekali. Jika kita seorang yang pesimis, maka kita akan menganggap wajar hal ini. Tetapi jika kita seorang pejuang, maka kita akan menganggap hal ini sebagai tantangan, karena sebagai seorang mukmin, adalah sebuah kewajiban bagi kita untuk menyampaikan Al Quran, walaupun hanya satu ayat.
Kewajiban menyampaikan kebenaran juga tentunya tak lengkap jika tidak diimbangi dengan kewajiban menolak kemungkaran. Dan dunia maya merupakan dunia yang sebagian besar isinya merupakan kemungkaran. Tak heran jika kata kunci yang paling sering ditulis di mesin pencari Google adalah kata-kata yang berhubungan dengan sex.
Kita juga tentu masih ingat bagaimana kebebasan yang kebablasan telah menodai Rosulullah dalam bentuk kartun yang hina, Masih jelas dalam ingatan kita bagaimana film Fitna yang begitu menghina dapat bebas beredar di dunia maya. Belum lagi situs-situs dalam negeri yang didanai Amerika seperti islamlib, dan sebagainya, yang isinya membuat kita bertanya, Islam dari mana mereka ini.
Lalu apa yang harus kita lakukan?
Ternyata banyak saudara-saudara kita di dunia maya yang telah melangkah jauh menyikapi hal ini. Mereka mengamalkan Surat At Taubah ayat 120 dengan cara mereka sendiri. Mereka berperang di dunia maya, menimpakan bencana, dan membangkitkan amarah musuh-musuh Islam. Mereka sering menamakan diri mereka muslim hacker.
Diberitakan bahwa ketika penyebaran kartun yang menghina Nabi Muhammad saw, muslim hacker merusak lebih dari 3000 situs Negara Denmark yang turut ambil bagian dalam kemungkaran tersebut. Begitu juga ketika terjadi penyebaran film fitma, banyak situs Belanda yang menjadi korban. Dan yang lebih hebat lagi, ada muslim hacker yang berhasil membobol situs CIA, sebuah prestasi yang luar biasa mengingat keamanan situs ini yang begitu ketat.
"Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana".(QS. 9:71)
Sudah saatnya kita garap ladang dakwah di dunia maya ini dengan lebih serius. Karena siapa yang menguasai informasi, maka ia akan mudah untuk menguasai dunia. Lakukan sesuai dengan kemampuan kita, bahkan walaupun dengan hanya menulis sesuatu yang berguna. Wallahu 'alam bish showab.
"Hari ini, ketika hampir seluruh hajat hidup kita dikuasai oleh Yahudi, masihkan engkau sibuk bergenit-genit menulis hanya untuk mendapat tepuk tangan? Sudah saatnya menulis untuk perubahan." (M. Fauzil Adhim)
Tangerang, 21 Februari 2009
07:51 WIB
Selasa, 17 Februari 2009
Merindukan Cinta
Jika rindu adalah air, maka ia mengalir..
Menetes dan membanjir.
Tapi jangan biarkan ia tergenang, membusuk dan berkubang.
Salurkan, maka kan kaudapatkan kekuatan yang sanggup menggerakan.peradaban.
Jika cinta adalah udara, maka ia ada dimana-mana..
Di sini dan di sana.
Tapi jangan kau cari ia di ruang hampa.
Jangan pula kaubiarkan ia bebas membara, karena ia kan menjadi badai yang kan hancurkan segala.
Kendalikan, maka kan kaudapatkan kekuatan yang sanggup membangkitkan..
Jika rindu dan cinta melanda, maka jadikanlah ia hujan rahmat dari Yang Kuasa.
Tangerang, 17 Februari 2009.
06:35 WIB.
"Tuk saudara sepersusuan yang sebentar lagi membingkai kerinduan dan cintanya"
Menetes dan membanjir.
Tapi jangan biarkan ia tergenang, membusuk dan berkubang.
Salurkan, maka kan kaudapatkan kekuatan yang sanggup menggerakan.peradaban.
Jika cinta adalah udara, maka ia ada dimana-mana..
Di sini dan di sana.
Tapi jangan kau cari ia di ruang hampa.
Jangan pula kaubiarkan ia bebas membara, karena ia kan menjadi badai yang kan hancurkan segala.
Kendalikan, maka kan kaudapatkan kekuatan yang sanggup membangkitkan..
Jika rindu dan cinta melanda, maka jadikanlah ia hujan rahmat dari Yang Kuasa.
Tangerang, 17 Februari 2009.
06:35 WIB.
"Tuk saudara sepersusuan yang sebentar lagi membingkai kerinduan dan cintanya"
Rabu, 04 Februari 2009
Mari Kita Didik Anak Kita
Satu hal yang saya pelajari dari pengalaman saya sebagai pembina asrama adalah tentang kewajiban orang tua mendidik anaknya dan implikasi dari kewajiban tersebut. Karena di asrama nan jauh di sana, saya menemukan contoh menarik yang dapat dijadikan perbandingan.
Jika anda tidak sepakat bahwa orang tua wajib mendidik anaknya, maka jangan teruskan membaca tulisan ini, karena asumsi dasar dari tulisan ini adalah tentang kewajiban orang tua dalam mendidik anak. Tetapi jika anda sepakat dengan saya, maka saya akan mengingatkan lagi dasar dari kewajiban mendidik anak dalam Al Quran dan sunnah.
Tentu kita ingat tentang surat dalam Al Quran yang mengkhususkan diri dalam masalah pendidikan anak. Yap, benar sekali. Itu adalah surat Luqman. Surat itu menceritakan tentang segala aspek yang perlu kita ketahui dalam mendidik anak, mulai dari sikap dalam mendidik, materi, sampai pada tahapan dalam mendidik. Silahkan anda baca surat Luqman ayat 13, 16 sampai 19.
Al Quran juga menceritakan kepada kita tentang bagaimana para Nabi mendidik anak-anaknya, mulai dari Ibrahim as. (QS.2:132), Nuh as. (QS. 11:42), sampai kepada Ya'qub (QS. 12:87). Walaupun tidak diceritakan secara lengkap, tapi kita dapat mengambil pelajaran bahwa bahkan para nabi pun, yang dalam hal ini memiliki tanggung jawab besar serta tugas yang teramat berat, masih sempat untuk memberikan pendidikan bagi anak-anaknya. Karena apa? Karena ini memang kewajiban yang dibebankan Allah kepada hambaNya, tak peduli siapapun dia.
Lalu bagaimana dengan Rasulullah saw.? Dalam hal ini saya mengutip hadits sahih yang cukup populer mengenai pendidikan anak: "Rasulullah saw. bersabda: 'Suruhlah anak-anakmu mengerjakan sholat bila mereka telah berusia tujuh tahun, dan pukullah jika meninggalkannya pada saat mereka berumur sepuluh tahun dan pisahkanlah mereka dari tempat tidur!'" (HR. Ahmad, Abu Dawud, dan Hakim yang mengatakan hadits ini sahih atas syarat Muslim).
Mengapa cuma sholat? Mungkin anda bertanya seperti ini. Lalu aspek lainnya mana? Dan pertanyaan ini langsung mengikuti. Sebenarnya, secara tidak langsung, banyak hal yang diwajibkan kepada kita sebagai orang tua dan calon orang tua dengan pendidikan sholat ini. Kita tentu masih ingat pelajaran tentang aspek-aspek yang berkaitan dengan sholat, mulai dari aspek hukum, syarat sah sholat, aspek psikologis dalam sholat, sampai aspek sosial dalam sholat berjamaah.
Mari kita ambil satu contoh tentang syarat sah sholat. Sholat bisa disebut sah jika mengikuti kaidah sebagai berikut: Pertama, dilakukan tepat waktu. Kedua, suci dari hadats kecil dan hadats besar. Ketiga, suci badan, pakaian, dan tempat sholat dari najis. Keempat, menutup aurat. Kelima, menghadap kiblat. Dan keenam, mengikuti tata cara sholat yang dicontohkan Nabi saw.
Dari satu aspek tentang syarat sah sholat ini saja, kita harus mengajarkan pada anak kita minimal enam hal seperti disebutkan di atas. Dan jika kita ambil contoh hal kedua dari aspek ini, maka secara tidak langsung kita diharuskan untuk memberikan pendidikan sex pada anak kita, terutama yang berkaitan dengan mimpi basah dan menstruasi.
Itu baru satu aspek. Jika kita taat kepada Rasulullah saw., maka mau tidak mau kita harus menggali dan mengajarkan semua aspek dalam sholat kepada anak kita. Dan jika kita melakukan hal tersebut, maka kita akan menemukan bahwa pendidikan sholat ini ternyata mencakup seluruh aspek dalam hidup kita, juga dalam hidup anak-anak kita. Berat bukan?
Lalu apakah kita yang harus melakukan itu semua? Itulah gunanya sekolah.
Bersambung...
Tangerang, 4 Februari 2009
07:50 WIB
Jika anda tidak sepakat bahwa orang tua wajib mendidik anaknya, maka jangan teruskan membaca tulisan ini, karena asumsi dasar dari tulisan ini adalah tentang kewajiban orang tua dalam mendidik anak. Tetapi jika anda sepakat dengan saya, maka saya akan mengingatkan lagi dasar dari kewajiban mendidik anak dalam Al Quran dan sunnah.
Tentu kita ingat tentang surat dalam Al Quran yang mengkhususkan diri dalam masalah pendidikan anak. Yap, benar sekali. Itu adalah surat Luqman. Surat itu menceritakan tentang segala aspek yang perlu kita ketahui dalam mendidik anak, mulai dari sikap dalam mendidik, materi, sampai pada tahapan dalam mendidik. Silahkan anda baca surat Luqman ayat 13, 16 sampai 19.
Al Quran juga menceritakan kepada kita tentang bagaimana para Nabi mendidik anak-anaknya, mulai dari Ibrahim as. (QS.2:132), Nuh as. (QS. 11:42), sampai kepada Ya'qub (QS. 12:87). Walaupun tidak diceritakan secara lengkap, tapi kita dapat mengambil pelajaran bahwa bahkan para nabi pun, yang dalam hal ini memiliki tanggung jawab besar serta tugas yang teramat berat, masih sempat untuk memberikan pendidikan bagi anak-anaknya. Karena apa? Karena ini memang kewajiban yang dibebankan Allah kepada hambaNya, tak peduli siapapun dia.
Lalu bagaimana dengan Rasulullah saw.? Dalam hal ini saya mengutip hadits sahih yang cukup populer mengenai pendidikan anak: "Rasulullah saw. bersabda: 'Suruhlah anak-anakmu mengerjakan sholat bila mereka telah berusia tujuh tahun, dan pukullah jika meninggalkannya pada saat mereka berumur sepuluh tahun dan pisahkanlah mereka dari tempat tidur!'" (HR. Ahmad, Abu Dawud, dan Hakim yang mengatakan hadits ini sahih atas syarat Muslim).
Mengapa cuma sholat? Mungkin anda bertanya seperti ini. Lalu aspek lainnya mana? Dan pertanyaan ini langsung mengikuti. Sebenarnya, secara tidak langsung, banyak hal yang diwajibkan kepada kita sebagai orang tua dan calon orang tua dengan pendidikan sholat ini. Kita tentu masih ingat pelajaran tentang aspek-aspek yang berkaitan dengan sholat, mulai dari aspek hukum, syarat sah sholat, aspek psikologis dalam sholat, sampai aspek sosial dalam sholat berjamaah.
Mari kita ambil satu contoh tentang syarat sah sholat. Sholat bisa disebut sah jika mengikuti kaidah sebagai berikut: Pertama, dilakukan tepat waktu. Kedua, suci dari hadats kecil dan hadats besar. Ketiga, suci badan, pakaian, dan tempat sholat dari najis. Keempat, menutup aurat. Kelima, menghadap kiblat. Dan keenam, mengikuti tata cara sholat yang dicontohkan Nabi saw.
Dari satu aspek tentang syarat sah sholat ini saja, kita harus mengajarkan pada anak kita minimal enam hal seperti disebutkan di atas. Dan jika kita ambil contoh hal kedua dari aspek ini, maka secara tidak langsung kita diharuskan untuk memberikan pendidikan sex pada anak kita, terutama yang berkaitan dengan mimpi basah dan menstruasi.
Itu baru satu aspek. Jika kita taat kepada Rasulullah saw., maka mau tidak mau kita harus menggali dan mengajarkan semua aspek dalam sholat kepada anak kita. Dan jika kita melakukan hal tersebut, maka kita akan menemukan bahwa pendidikan sholat ini ternyata mencakup seluruh aspek dalam hidup kita, juga dalam hidup anak-anak kita. Berat bukan?
Lalu apakah kita yang harus melakukan itu semua? Itulah gunanya sekolah.
Bersambung...
Tangerang, 4 Februari 2009
07:50 WIB
Selasa, 03 Februari 2009
Belajar dari Ahli Sihir Profesional
Dalam suatu pertemuan, bersama teman-teman Learning Quest, dengan calon klien kami, kami saat itu ditanya oleh calon klien kami. Satu pertanyaan sederhana yang entah sengaja atau tidak seperti menguji kompetensi kami. Kami ditanya tentang buku psikologi islam terbaik yang pernah kami baca.
Jujur saja sampai saat itu saya belum begitu serius mempelajari psikologi islam, apalagi membaca sampai tuntas buku yang mengkhususkan diri mengenai hal itu. Bahkan untuk mempelajari psikologi secara umum saja saya bisa dibilang kurang. Padahal bukankah psikologi adalah core-competency saya?
Berkaitan dengan core-competency, tadi malam saya mendapatkan pelajaran yang berharga. Saya membaca kisah dakwah Nabi Musa a.s. di surat Al A'raaf ayat 103 - 126. Ayat ini bercerita tentang perjuangan Nabi Musa a.s. berdakwah di negeri Fir'aun. Seperti kebanyakan manusia pada umumnya, Fir'aun meminta bukti kenabian Musa a.s. sebelum memutuskan apakah Musa membawa kebenaran atau cuma bualan belaka. Maka Nabi Musa a.s. pun menunjukkan mukjizatnya.
Fir'aun dan pemukanya yang menyaksikan langsung mukjizat tersebut ternyata tidak dengan serta merta mengakui hal itu sebagai bukti, karena mereka pernah melihat sihir, dan menganggap apa yang dilakukan Nabi Musa a.s. itu sebagai sihir. Maka dikumpulkanlah ahli sihir-ahli sihir terbaik di negeri itu untuk bertanding melawan Nabi Musa a.s..
Para ahli sihir tersebut, sebagaimana layaknya manusia pada umumnya, meminta bayaran kepada Fir'aun jika mereka berhasil mengalahkan Nabi Musa a.s.. Fir'aun setuju, dan bahkan dia akan memberikan kedudukan di istana untuk ahli sihir yang berhasil mengalahkan Nabi Musa a.s.. Maka hari pertandingan pun tiba.
Pada hari H, ahli sihir-ahli sihir itu benar-benar menunjukkan core-competency mereka sebagai ahli sihir terbaik di seluruh penjuru negeri. Mereka memperlihatkan sihir yang menakjubkan, yang menjadikan banyak orang takut. Bahkan Nabi Musa a.s. pun sempat merasa takut, sampai Allah Memberikan ketenangan kepada beliau. Setelah Nabi Musa a.s. merasa tenang, beliaupun melemparkan tongkatnya dan menunjukkan mukjizat Allah. Maka ditelanlah seluruh sihir yang ada oleh tongkat Nabi Musa a.s. yang berubah menjadi ular besar.
Yang menarik disini adalah, ketika sihir mereka dihancurkan oleh Nabi Musa a.s., para ahli sihir tersebut langsung menyadari bahwa ternyata ada yang jauh lebih hebat dari mereka dalam hal ilmu sihir. Bahkan mereka menyadari bahwa ilmu sihir ini adalah ilmu sihir terbaik yang pernah mereka saksikan, yang sampai kapanpun tidak akan sanggup mereka kalahkan. Merekapun dengan legowo mengakui kekalahan mereka, karena sebagai seorang profesional di bidang sihir, mereka menyadari kehebatan "sihir" Nabi Musa a.s..
Setelah para ahli sihir tersebut mengakui kekalahan mereka, merekapun mulai menerima kebenaran yang disampaikan oleh Nabi Musa a.s.. Maka mereka akhirnya tunduk dan bersujud, mengakui keimanan mereka terhadap Tuhannya Nabi Musa a.s..
Berbeda dengan para ahli sihir, Fir'aun dan para pembesarnya yang dalam hal ini tidak mengerti sihir, merasa marah dan kecewa atas kemenangan Nabi Musa a.s.. Bahkan lebih marah lagi ketika para ahli sihir tersebut mengaku kalah, tunduk, dan bersujud kepada tuhannya Nabi Musa a.s.. Karena kesombongannya, Fir'aun sama sekali tidak menerima kenyataan yang ada. Cerita pun berlanjut, tapi saya tidak akan meneruskannya disini.
Menarik bukan? Menyaksikan bagaimana para ahli sihir profesional itu dikalahkan oleh Nabi Musa a.s.. yang jauh lebih profesional. Menyaksikan bagaimana para ahli sihir itu akhirnya menerima dakwah Nabi Musa a.s. setelah mereka menyaksikan bukti nyata. Menyaksikan sebuah hukum alam tentang kekuatan dan kelemahan, tentang kesombongan yang mampu menghalangi segala.
Berabad-abad kemudian, Allah menurunkan mukjizat yang jauh lebih hebat dari yang diturunkanNya kepada Nabi Musa a.s.. Mukjizat yang paling hebat yang pernah diturunkanNya. Mukjizat yang dapat menjadi solusi terhadap seluruh permasalahan manusia. Mukjizat yang pernah dibuktikan secara nyata oleh mediator pembawanya, Nabi Muhammad s.a.w..
Maka sayapun merasa tertohok, tersadarkan, sekaligus miris terhadap kenyataan yang ada. saat ini Saya adalah seorang sarjana Psikologi yang jauh sekali dari sebutan seorang ahli. Maka bagaimana saya dapat berdakwah dengan core-competency yang saya miliki, jika kenyataannya seperti ini. Maka bagaimana saya dapat menunjukkan bukti kebenaran Islam jika sampai saat ini saya belum mempelajari psikologi Islam secara mendalam. Maka bagaimana Islam dapat menjadi cahaya semesta jika kita sebagai pemeluknya saat ini, belum membuktikan secara nyata bahwa Islam bisa menjadi solusi seluruh permasalahan yang ada di bumi. Wallahu 'alam bish showab.
Jujur saja sampai saat itu saya belum begitu serius mempelajari psikologi islam, apalagi membaca sampai tuntas buku yang mengkhususkan diri mengenai hal itu. Bahkan untuk mempelajari psikologi secara umum saja saya bisa dibilang kurang. Padahal bukankah psikologi adalah core-competency saya?
Berkaitan dengan core-competency, tadi malam saya mendapatkan pelajaran yang berharga. Saya membaca kisah dakwah Nabi Musa a.s. di surat Al A'raaf ayat 103 - 126. Ayat ini bercerita tentang perjuangan Nabi Musa a.s. berdakwah di negeri Fir'aun. Seperti kebanyakan manusia pada umumnya, Fir'aun meminta bukti kenabian Musa a.s. sebelum memutuskan apakah Musa membawa kebenaran atau cuma bualan belaka. Maka Nabi Musa a.s. pun menunjukkan mukjizatnya.
Fir'aun dan pemukanya yang menyaksikan langsung mukjizat tersebut ternyata tidak dengan serta merta mengakui hal itu sebagai bukti, karena mereka pernah melihat sihir, dan menganggap apa yang dilakukan Nabi Musa a.s. itu sebagai sihir. Maka dikumpulkanlah ahli sihir-ahli sihir terbaik di negeri itu untuk bertanding melawan Nabi Musa a.s..
Para ahli sihir tersebut, sebagaimana layaknya manusia pada umumnya, meminta bayaran kepada Fir'aun jika mereka berhasil mengalahkan Nabi Musa a.s.. Fir'aun setuju, dan bahkan dia akan memberikan kedudukan di istana untuk ahli sihir yang berhasil mengalahkan Nabi Musa a.s.. Maka hari pertandingan pun tiba.
Pada hari H, ahli sihir-ahli sihir itu benar-benar menunjukkan core-competency mereka sebagai ahli sihir terbaik di seluruh penjuru negeri. Mereka memperlihatkan sihir yang menakjubkan, yang menjadikan banyak orang takut. Bahkan Nabi Musa a.s. pun sempat merasa takut, sampai Allah Memberikan ketenangan kepada beliau. Setelah Nabi Musa a.s. merasa tenang, beliaupun melemparkan tongkatnya dan menunjukkan mukjizat Allah. Maka ditelanlah seluruh sihir yang ada oleh tongkat Nabi Musa a.s. yang berubah menjadi ular besar.
Yang menarik disini adalah, ketika sihir mereka dihancurkan oleh Nabi Musa a.s., para ahli sihir tersebut langsung menyadari bahwa ternyata ada yang jauh lebih hebat dari mereka dalam hal ilmu sihir. Bahkan mereka menyadari bahwa ilmu sihir ini adalah ilmu sihir terbaik yang pernah mereka saksikan, yang sampai kapanpun tidak akan sanggup mereka kalahkan. Merekapun dengan legowo mengakui kekalahan mereka, karena sebagai seorang profesional di bidang sihir, mereka menyadari kehebatan "sihir" Nabi Musa a.s..
Setelah para ahli sihir tersebut mengakui kekalahan mereka, merekapun mulai menerima kebenaran yang disampaikan oleh Nabi Musa a.s.. Maka mereka akhirnya tunduk dan bersujud, mengakui keimanan mereka terhadap Tuhannya Nabi Musa a.s..
Berbeda dengan para ahli sihir, Fir'aun dan para pembesarnya yang dalam hal ini tidak mengerti sihir, merasa marah dan kecewa atas kemenangan Nabi Musa a.s.. Bahkan lebih marah lagi ketika para ahli sihir tersebut mengaku kalah, tunduk, dan bersujud kepada tuhannya Nabi Musa a.s.. Karena kesombongannya, Fir'aun sama sekali tidak menerima kenyataan yang ada. Cerita pun berlanjut, tapi saya tidak akan meneruskannya disini.
Menarik bukan? Menyaksikan bagaimana para ahli sihir profesional itu dikalahkan oleh Nabi Musa a.s.. yang jauh lebih profesional. Menyaksikan bagaimana para ahli sihir itu akhirnya menerima dakwah Nabi Musa a.s. setelah mereka menyaksikan bukti nyata. Menyaksikan sebuah hukum alam tentang kekuatan dan kelemahan, tentang kesombongan yang mampu menghalangi segala.
Berabad-abad kemudian, Allah menurunkan mukjizat yang jauh lebih hebat dari yang diturunkanNya kepada Nabi Musa a.s.. Mukjizat yang paling hebat yang pernah diturunkanNya. Mukjizat yang dapat menjadi solusi terhadap seluruh permasalahan manusia. Mukjizat yang pernah dibuktikan secara nyata oleh mediator pembawanya, Nabi Muhammad s.a.w..
Maka sayapun merasa tertohok, tersadarkan, sekaligus miris terhadap kenyataan yang ada. saat ini Saya adalah seorang sarjana Psikologi yang jauh sekali dari sebutan seorang ahli. Maka bagaimana saya dapat berdakwah dengan core-competency yang saya miliki, jika kenyataannya seperti ini. Maka bagaimana saya dapat menunjukkan bukti kebenaran Islam jika sampai saat ini saya belum mempelajari psikologi Islam secara mendalam. Maka bagaimana Islam dapat menjadi cahaya semesta jika kita sebagai pemeluknya saat ini, belum membuktikan secara nyata bahwa Islam bisa menjadi solusi seluruh permasalahan yang ada di bumi. Wallahu 'alam bish showab.
Tangerang, 3 Februari 2009
07:29 WIB
"Yang sedang mempelajari..."
07:29 WIB
"Yang sedang mempelajari..."
Senin, 02 Februari 2009
Hingga Unta Masuk ke Lubang Jarum
Selama ini saya adalah orang yang selalu terbuka pada setiap kemungkinan. Kemungkinan terhadap segala hal yang mungkin terjadi di bumi ini, kemungkinan terhadap keajaiban, dimana Allah Mengintervensi hukum alam, dan 1001 kemungkinan lain. Sebenarnya tidak ada yang salah dalam hal ini. Yang salah adalah sifat keterbukaan yang berlebihan sehingga menutup ketidakmungkinan dalam kosakata pikiran. Hingga si Alan datang dan menyadarkan saya tentang hal ini.
Alan: "Man, gue baru nemu ayat yang menarik nih."
Iman: "Ayat apaan Lan?"
Alan: "Surat Al A'raaf ayat 40."
Iman: "Tentang apaan? Menariknya dimana?"
Alan: "Intinya tentang tidak akan diterimanya doa dan amalan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Allah dan menyombongkan diri terhadap ayat-ayat tersebut. Tidak akan diterima hingga unta masuk ke lubang jarum."
Iman: "Terus?"
Alan: "Menarik bukan? Hingga unta masuk ke lubang jarum."
Saya berpikir sebentar, mencerna dan mencari kata-kata.
Iman: "Bukankah sekarang manusia mampu menciptakan hampir apa saja Lan."
Alan: "Terus?"
Iman: "Manusia mampu menciptakan gedung pencakar langit, manusia mampu menciptakan kapal laut yang mampu menampung ribuan orang, jadi bukan tak mungkin jika manusia mampu menciptakan jarum raksasa yang besar lubangnya mampu dilewati seekor unta bukan?"
Alan: "Bener sih, tapi esensi dari sebuah jarum tuh apa man?"
Iman: "Untuk menjahit? Merapihkan jilbab akhwat?"
Alan: "Itu mah jarum pentul atuh. Yap, yang bener untuk ngejahit. Nah ketika suatu benda telah kehilangan esensinya, apakah ia masih bisa disebut sebagai benda itu? Nggak khan?"
Iman: "Jadi maksud lo, jarum raksasa yang bisa dilewati seekor unta itu harus bisa digunakan untuk menjahit, begitu?"
Alan: "Yap. Tinggi punuk unta dewasa tuh kurang lebih 1,85 meter, sedangkan kalau diukur sampai kepala itu sekitar 2 meteran. Sedangkan lebarnya kurang lebih 75 centi meter. Jadi untuk bisa dilewati seekor unta, paling nggak panjang dan lebar lubang jarum tuh 1.85 m x 75 cm."
Iman: "Itu baru lubangnya ya?"
Alan: "Yap. Jika perbandingan antara lubang jarum dan panjangnya kita ambil 1:30 aja, maka paling nggak panjang jarum tersebut sekitar 1.85 m x 30, yaitu 55.5 meter. Dan ingat, untuk disebut sebagai jarum, jarum raksasa ini harus dapat digunakan untuk menjahit."
Iman: "Berarti masalahnya tinggal menciptakan mesin jahit raksasa khan? Kenapa nggak bisa?"
Alan: "Bukan itu aja kali. Lo harus mikirin juga benang yang cocok untuk lubang segede gitu. Belum lagi kain yang bisa menolerir tusukan jarum dengan diameter segitu gede. Kalau kain biasa pasti langsung robek Man.
Iman: "Oke, masalahnya ternyata selain mesin jahit raksasa, kita harus nyari benang dan kain yang kompatibel dengan jarum tersebut. Kayaknya masih mungkin deh Lan..."
Alan: "Lo juga harus memikirkan kegunaan kain raksasa itu, karena kebanyakan manusia nggak akan mau menciptakan alat yang sia-sia yang gak berguna bagi dirinya."
Iman: "Hm..."
Saya berpikir dan terus berpikir. Penjelasan yang diberikan Alan sebenarnya sudah cukup lengkap dan detail. Tapi kok saya masih merasa ada yang kurang. Mungkinkah suatu saat manusia-manusia yang kurang kerjaan tapi memiliki teknologi itu akan menciptakan jarum raksasa? Mungkinkah kesombongan mereka untuk mendustakan ayat-ayat Allah diwujudkan dengan memasukan unta ke lubang jarum yang mereka cipta?
Alan: "Man, gue baru nemu ayat yang menarik nih."
Iman: "Ayat apaan Lan?"
Alan: "Surat Al A'raaf ayat 40."
Iman: "Tentang apaan? Menariknya dimana?"
Alan: "Intinya tentang tidak akan diterimanya doa dan amalan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Allah dan menyombongkan diri terhadap ayat-ayat tersebut. Tidak akan diterima hingga unta masuk ke lubang jarum."
Iman: "Terus?"
Alan: "Menarik bukan? Hingga unta masuk ke lubang jarum."
Saya berpikir sebentar, mencerna dan mencari kata-kata.
Iman: "Bukankah sekarang manusia mampu menciptakan hampir apa saja Lan."
Alan: "Terus?"
Iman: "Manusia mampu menciptakan gedung pencakar langit, manusia mampu menciptakan kapal laut yang mampu menampung ribuan orang, jadi bukan tak mungkin jika manusia mampu menciptakan jarum raksasa yang besar lubangnya mampu dilewati seekor unta bukan?"
Alan: "Bener sih, tapi esensi dari sebuah jarum tuh apa man?"
Iman: "Untuk menjahit? Merapihkan jilbab akhwat?"
Alan: "Itu mah jarum pentul atuh. Yap, yang bener untuk ngejahit. Nah ketika suatu benda telah kehilangan esensinya, apakah ia masih bisa disebut sebagai benda itu? Nggak khan?"
Iman: "Jadi maksud lo, jarum raksasa yang bisa dilewati seekor unta itu harus bisa digunakan untuk menjahit, begitu?"
Alan: "Yap. Tinggi punuk unta dewasa tuh kurang lebih 1,85 meter, sedangkan kalau diukur sampai kepala itu sekitar 2 meteran. Sedangkan lebarnya kurang lebih 75 centi meter. Jadi untuk bisa dilewati seekor unta, paling nggak panjang dan lebar lubang jarum tuh 1.85 m x 75 cm."
Iman: "Itu baru lubangnya ya?"
Alan: "Yap. Jika perbandingan antara lubang jarum dan panjangnya kita ambil 1:30 aja, maka paling nggak panjang jarum tersebut sekitar 1.85 m x 30, yaitu 55.5 meter. Dan ingat, untuk disebut sebagai jarum, jarum raksasa ini harus dapat digunakan untuk menjahit."
Iman: "Berarti masalahnya tinggal menciptakan mesin jahit raksasa khan? Kenapa nggak bisa?"
Alan: "Bukan itu aja kali. Lo harus mikirin juga benang yang cocok untuk lubang segede gitu. Belum lagi kain yang bisa menolerir tusukan jarum dengan diameter segitu gede. Kalau kain biasa pasti langsung robek Man.
Iman: "Oke, masalahnya ternyata selain mesin jahit raksasa, kita harus nyari benang dan kain yang kompatibel dengan jarum tersebut. Kayaknya masih mungkin deh Lan..."
Alan: "Lo juga harus memikirkan kegunaan kain raksasa itu, karena kebanyakan manusia nggak akan mau menciptakan alat yang sia-sia yang gak berguna bagi dirinya."
Iman: "Hm..."
Saya berpikir dan terus berpikir. Penjelasan yang diberikan Alan sebenarnya sudah cukup lengkap dan detail. Tapi kok saya masih merasa ada yang kurang. Mungkinkah suatu saat manusia-manusia yang kurang kerjaan tapi memiliki teknologi itu akan menciptakan jarum raksasa? Mungkinkah kesombongan mereka untuk mendustakan ayat-ayat Allah diwujudkan dengan memasukan unta ke lubang jarum yang mereka cipta?
"Sesungguhnya orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan menyombongkan diri terhadapnya, sekali-kali tidak akan dibukakan bagi mereka pintu-pintu langit dan tidak (pula) mereka masuk surga, hingga unta masuk ke lubang jarum. Demikianlah Kami memberi pembalasan kepada orang-orang yang berbuat kejahatan." (QS. 7:40)
Tangerang, 2 Februari 2009
17:52 WIB
17:52 WIB
Logika Iman
Pada suatu hari, terjadi diskusi menarik antara saya dan Alan teman saya. Kira-kira isinya begini:
Alan: "Tahu gak Man, sekarang udah ada teknologi untuk menghilangkan cacing pita dari daging babi loh!"
Iman: "Terus kenapa?"
Alan: "Kalau cacing pita berbahaya yang berbahaya itu udah bisa dihilangkan dengan teknologi, berarti daging babi gak haram lagi dong!?"
Iman: "Loh kok bisa begitu?"
Alan: "Iya lah, khan selama ini babi diharamkan karena mereka binatang yang kotor dan berpotensi besar menyebabkan penyakit. Nah jika kita berhasil menghilangkan sumber penyakitnya, berarti udah gak ada alasan lagi untuk mengharamkan daging babi."
Iman: "Lo tau darimana kalo itu alasan pengharaman babi?"
Alan: "Ya, secara logika khan begitu.."
Iman: "Emang menurut lo, di jaman Rosulullah udah ada tuh teknologi yang bisa mendeteksi cacing pita pada babi"
Alan: "Kayaknya belom deh Man."
Iman: "Jadi secara logika pula, kita dapat menyimpulkan khan, bahwa pengharaman daging babi tuh bukan karena cacing pita yang ada di dalamnya?"
Alan: "Yap. Terus?"
Iman: "Penemuan teknologi yang mendeteksi adanya cacing pita pada daging babi tuh cuma satu bagian yang menegaskan kebenaran syariah bahwa Allah Memiliki alasan untuk mengharamkan daging babi. Tapi apakah cuma cacing pita itu yang menjadi alasan pengharaman daging babi? Gue percaya bahwa alasannya bukan cuma itu Lan."
Alan: "Terus apalagi dong?"
Iman: "Wallahu 'Alam."
Alan: "Gak logis..."
Iman: "Emang gak logis. Karena logika emang selalu terlambat mengikuti agama."
Alan: "Loh???"
Iman: "Yah lo bisa lihat contoh pada daging babi tadi lah. Jauh sebelum ditemukannya cacing pita pada daging babi, Islam sudah mengharamkan daging babi ini. Larangan ini berlaku sampai akhir jaman, bukan hanya ketika kita berhasil menghilangkan cacing pita di dalamnya. Bukankah dulu kita gak tahu bahwa di dalam daging babi tuh ada cacing pita yang berbahaya? Sama seperti sekarang kita gak tahu bahwa mungkin di dalam daging babi ini ada lagi zat berbahaya yang belum dideteksi teknologi."
Alan terdiam, saya juga.
Alan: "Tahu gak Man, sekarang udah ada teknologi untuk menghilangkan cacing pita dari daging babi loh!"
Iman: "Terus kenapa?"
Alan: "Kalau cacing pita berbahaya yang berbahaya itu udah bisa dihilangkan dengan teknologi, berarti daging babi gak haram lagi dong!?"
Iman: "Loh kok bisa begitu?"
Alan: "Iya lah, khan selama ini babi diharamkan karena mereka binatang yang kotor dan berpotensi besar menyebabkan penyakit. Nah jika kita berhasil menghilangkan sumber penyakitnya, berarti udah gak ada alasan lagi untuk mengharamkan daging babi."
Iman: "Lo tau darimana kalo itu alasan pengharaman babi?"
Alan: "Ya, secara logika khan begitu.."
Iman: "Emang menurut lo, di jaman Rosulullah udah ada tuh teknologi yang bisa mendeteksi cacing pita pada babi"
Alan: "Kayaknya belom deh Man."
Iman: "Jadi secara logika pula, kita dapat menyimpulkan khan, bahwa pengharaman daging babi tuh bukan karena cacing pita yang ada di dalamnya?"
Alan: "Yap. Terus?"
Iman: "Penemuan teknologi yang mendeteksi adanya cacing pita pada daging babi tuh cuma satu bagian yang menegaskan kebenaran syariah bahwa Allah Memiliki alasan untuk mengharamkan daging babi. Tapi apakah cuma cacing pita itu yang menjadi alasan pengharaman daging babi? Gue percaya bahwa alasannya bukan cuma itu Lan."
Alan: "Terus apalagi dong?"
Iman: "Wallahu 'Alam."
Alan: "Gak logis..."
Iman: "Emang gak logis. Karena logika emang selalu terlambat mengikuti agama."
Alan: "Loh???"
Iman: "Yah lo bisa lihat contoh pada daging babi tadi lah. Jauh sebelum ditemukannya cacing pita pada daging babi, Islam sudah mengharamkan daging babi ini. Larangan ini berlaku sampai akhir jaman, bukan hanya ketika kita berhasil menghilangkan cacing pita di dalamnya. Bukankah dulu kita gak tahu bahwa di dalam daging babi tuh ada cacing pita yang berbahaya? Sama seperti sekarang kita gak tahu bahwa mungkin di dalam daging babi ini ada lagi zat berbahaya yang belum dideteksi teknologi."
Alan terdiam, saya juga.
Tangerang, 2 Februari 2009
06:45 WIB
06:45 WIB
Minggu, 01 Februari 2009
Di Puncak Keimanan
Di puncak keimanan, aku pasti menyesali kemalasan yang kulakukan, karena disini kulihat puncak yang jauh lebih tinggi...
Di puncak keimanan, aku pasti mengutuk segala bentuk kesia-siaan, karena ternyata jarak yang harus kutempuh masih panjang...
Di puncak keimanan, aku pasti bisa bertahan, bahkan terus berjalan, tak payah karena ngos-ngosan menahan godaan...
Di puncak keimanan, di sanalah kugantungkan harapan, dan kesanalah aku sedang berjalan...
Di puncak keimanan, aku pasti mengutuk segala bentuk kesia-siaan, karena ternyata jarak yang harus kutempuh masih panjang...
Di puncak keimanan, aku pasti bisa bertahan, bahkan terus berjalan, tak payah karena ngos-ngosan menahan godaan...
Di puncak keimanan, di sanalah kugantungkan harapan, dan kesanalah aku sedang berjalan...
Slipi, 31 Januari 2009
kira-kira pukul 19:00 WIB
kira-kira pukul 19:00 WIB
Antara Ana, Ane, Saya, dan Gue
"Ana cuma mau memberi tanggapan ustad. Jika keajaiban air yang sekarang sedang ngetrend itu memang benar, maka sebagai seorang muslim kita seharusnya tidak usah heran. Kita sudah mempraktekkan hal ini dari dulu. Bukankah kata-kata paling bagus dan paling positif itu adalah kata-kata yang langsung berasal dari Allah? Bukankah tubuh kita ini sebagian besar terdiri dari air? Jadi wajar jika tubuh yang sering bersentuhan dengan Kalimat Allah menjadi tubuh yang memiliki keindahan kristal air jauh melebihi kristal air yang digambarkan dalam buku itu, menjadi tubuh yang mencerminkan keindahan Kalimat Allah itu sendiri...",
terlontar dalam sebuah forum rutin, ketika membahas tentang keajaiban air..
"Ane agak kurang sependapat akh. Menurut ane, kita tidak bisa begitu saja mempercayai apa yang dikatakan media. Kalo menurut teman ane, kasus ini terkait dengan konspirasi global perdagangan senjata. Untuk bisa survive, industri senjata pasti membutuhkan konsumen. Dan konsumen dalam bentuk negara ini tentu hanya butuh jika negara tersebut memiliki musuh. Maka diciptakanlah musuh bagi negara-negara tersebut. Direkrutlah jenderal-jenderal yang kurang bermoral dan membutuhkan modal...",
terlontar dalam sebuah diskusi yang membahas tentang Amrozi.
"Saya pikir kita harus melakukan berbagai pendekatan terhadap anak-anak Pak. Tidak melulu pendekatan yang bersifat formal dan tegas seperti yang selama ini terjadi. Kita juga butuh orang untuk menjadi bagian dari anak-anak, sehingga kita bisa memantau apa yang terjadi pada mereka ketika mereka di luar pengawasan kita...", terlontar dalam sebuah rapat pembina asrama di sebuah sekolah boarding school di Sukabumi.
"Gue usul sih lo aja yang ngebuka Yat. Entar pas ice breaking baru bagian lo Mal...",
terlontar dalam sebuah diskusi persiapan team building training.
terlontar dalam sebuah forum rutin, ketika membahas tentang keajaiban air..
"Ane agak kurang sependapat akh. Menurut ane, kita tidak bisa begitu saja mempercayai apa yang dikatakan media. Kalo menurut teman ane, kasus ini terkait dengan konspirasi global perdagangan senjata. Untuk bisa survive, industri senjata pasti membutuhkan konsumen. Dan konsumen dalam bentuk negara ini tentu hanya butuh jika negara tersebut memiliki musuh. Maka diciptakanlah musuh bagi negara-negara tersebut. Direkrutlah jenderal-jenderal yang kurang bermoral dan membutuhkan modal...",
terlontar dalam sebuah diskusi yang membahas tentang Amrozi.
"Saya pikir kita harus melakukan berbagai pendekatan terhadap anak-anak Pak. Tidak melulu pendekatan yang bersifat formal dan tegas seperti yang selama ini terjadi. Kita juga butuh orang untuk menjadi bagian dari anak-anak, sehingga kita bisa memantau apa yang terjadi pada mereka ketika mereka di luar pengawasan kita...", terlontar dalam sebuah rapat pembina asrama di sebuah sekolah boarding school di Sukabumi.
"Gue usul sih lo aja yang ngebuka Yat. Entar pas ice breaking baru bagian lo Mal...",
terlontar dalam sebuah diskusi persiapan team building training.
Tangerang 1 Februari 2009
05:54 WIB
05:54 WIB
Kamis, 29 Januari 2009
Berkaca melalui Karya
Semalam saya memback-up tulisan-tulisan saya di MP ini ke dalam komputer saya. Ternyata banyak juga tulisan-tulisan saya yang hilang dari komputer akibat bermain-main dengan format-memformat hardisk. Akibatnya, saya harus mengcopy-paste satu persatu tulisan-tulisan tersebut.
Selama proses back-up tersebut, saya membaca satu persatu tulisan saya, mulai dari tulisan terbaru sampai tulisan jaman dulu. Banyak hal menarik yang saya temukan selama saya melakukan proses tersebut, salah satunya adalah berkaitan dengan perubahan.
Sebagai seorang manusia, saya tentu mengalami perkembangan, tidak hanya berkaitan dengan masalah fisik, tapi juga masalah perkembangan mental, intelektual, dan spiritual. Berkaitan dengan hal di atas, ternyata perkembangan ini dapat saya lihat melalui perubahan tulisan saya dari waktu ke waktu. Banyak hal yang berubah, meski tidak semua.
Mengapa bisa saya katakan demikian? Karena setiap tulisan saya memiliki konteks ruang dan waktu yang berbeda. Tulisan-tulisan ini menjadi pemicu dalam otak saya untuk mengingat konteks ruang dan waktu ketika proses pembuatannya. Dengan demikian, saya dapat membandingkan konteks ruang dan waktu yang pernah saya alami, juga cara pandang saya terhadap hal ini.
Disini saya tidak akan menjelaskan tentang perubahan dan perkembangan apa saja yang saya alami. Saya disini hanya ingin berbagi bahwa ternyata dengan membaca perubahan dalam tulisan-tulisan saya, membuat saya dapat melihat perkembangan yang saya alami. Lumayanlah untuk ajang mengevaluasi diri.
Selama proses back-up tersebut, saya membaca satu persatu tulisan saya, mulai dari tulisan terbaru sampai tulisan jaman dulu. Banyak hal menarik yang saya temukan selama saya melakukan proses tersebut, salah satunya adalah berkaitan dengan perubahan.
Sebagai seorang manusia, saya tentu mengalami perkembangan, tidak hanya berkaitan dengan masalah fisik, tapi juga masalah perkembangan mental, intelektual, dan spiritual. Berkaitan dengan hal di atas, ternyata perkembangan ini dapat saya lihat melalui perubahan tulisan saya dari waktu ke waktu. Banyak hal yang berubah, meski tidak semua.
Mengapa bisa saya katakan demikian? Karena setiap tulisan saya memiliki konteks ruang dan waktu yang berbeda. Tulisan-tulisan ini menjadi pemicu dalam otak saya untuk mengingat konteks ruang dan waktu ketika proses pembuatannya. Dengan demikian, saya dapat membandingkan konteks ruang dan waktu yang pernah saya alami, juga cara pandang saya terhadap hal ini.
Disini saya tidak akan menjelaskan tentang perubahan dan perkembangan apa saja yang saya alami. Saya disini hanya ingin berbagi bahwa ternyata dengan membaca perubahan dalam tulisan-tulisan saya, membuat saya dapat melihat perkembangan yang saya alami. Lumayanlah untuk ajang mengevaluasi diri.
Tangerang, 29 Januari 2009
06:38 WIB
06:38 WIB
Rabu, 28 Januari 2009
Melintas Batas Pemikiran, dalam Satu Wilayah Keimanan
Jika Islam adalah sebuah pulau, maka mayoritas penduduk yang ada di dalamnya, menetap dalam satu wilayah yang sama, tanpa pernah menjelajahi pulau tersebut. Ada yang menetap di dalam wilayah terbuka bak lapangan, ada juga yang menetap di dalam wilayah tertutup dengan pagar pembatas yang menjulang. Ada yang menetap di dalam wilayah yang padat penduduknya, ada juga yang menetap di dalam wilayah yang terpencil jauh dari keramaian.
Karakter penduduk tetap inipun berbeda-beda. Ada yang hidup rukun dan berdampingan dengan tetangganya di wilayah lain, ada yang justru bermusuhan. Ada yang membuka diri terhadap para tamu dari wilayah lain, ada juga yang merasa asing dan justru baru mengetahui bahwa wilayah lain tuh ada.
Penduduk tetap pulau inipun berkembang biak dalam wilayah yang sama. Masing-masing berlomba untuk memperluas wilayah pengaruhnya. Mereka juga berlomba untuk memperbanyak jumlah penduduknya. Jarang terjadi asimilasi pernikahan antar tetangga, bahkan beberapa wilayah membuat tembok pembatas yang sangat ketat atas masalah ini. Tak heran jika di beberapa wilayah, pernikahan antar tetangga menjadi sesuatu yang diharamkan.
Dulu, di pulau ini pernah ada yang namanya kesatuan. Mereka berada dalam satu kepemimpinan, sehingga walaupun berbeda, mereka tetap memiliki tujuan yang sama. Sekarang, hal ini menjadi sejarah masa lampau yang mulai dilupakan penduduknya. Bahkan banyak diantara mereka yang mulai mempertanyakan keabsahan sejarah yang ada, mengaitkannya dengan ketidaksesuaian jaman, dan justru mempromosikan sejarah penduduk pulau lain yang dianggapnya lebih relevan.
Dulu, di pulau ini masih banyak para petualang. Menjelajah wilayah demi wilayah untuk mencari hikmah yang terserak, menuliskannya dalam kitab-kitab tebal tak terbayang. Kitab-kitab yang justru diklaim oleh penduduk tetap saat ini sebagai dasar pembagian wilayah mereka. Kitab-kitab yang sebenarnya menawarkan persatuan, tapi diinterpretasikan sebagai perbedaan.
Maka tak heran jika pulau inipun semakin menyempit. Wilayah pinggiran telah tenggelam ataupun diklaim sebagai bagian dari pulau lain. Bahkan banyak penduduk pulau lain yang menyeberang kesini hanya untuk mengajak penduduk pulau ini pergi. Penduduk pulau lain yang mengajak untuk melintas batas pemikiran dan melintas batas iman.
Karakter penduduk tetap inipun berbeda-beda. Ada yang hidup rukun dan berdampingan dengan tetangganya di wilayah lain, ada yang justru bermusuhan. Ada yang membuka diri terhadap para tamu dari wilayah lain, ada juga yang merasa asing dan justru baru mengetahui bahwa wilayah lain tuh ada.
Penduduk tetap pulau inipun berkembang biak dalam wilayah yang sama. Masing-masing berlomba untuk memperluas wilayah pengaruhnya. Mereka juga berlomba untuk memperbanyak jumlah penduduknya. Jarang terjadi asimilasi pernikahan antar tetangga, bahkan beberapa wilayah membuat tembok pembatas yang sangat ketat atas masalah ini. Tak heran jika di beberapa wilayah, pernikahan antar tetangga menjadi sesuatu yang diharamkan.
Dulu, di pulau ini pernah ada yang namanya kesatuan. Mereka berada dalam satu kepemimpinan, sehingga walaupun berbeda, mereka tetap memiliki tujuan yang sama. Sekarang, hal ini menjadi sejarah masa lampau yang mulai dilupakan penduduknya. Bahkan banyak diantara mereka yang mulai mempertanyakan keabsahan sejarah yang ada, mengaitkannya dengan ketidaksesuaian jaman, dan justru mempromosikan sejarah penduduk pulau lain yang dianggapnya lebih relevan.
Dulu, di pulau ini masih banyak para petualang. Menjelajah wilayah demi wilayah untuk mencari hikmah yang terserak, menuliskannya dalam kitab-kitab tebal tak terbayang. Kitab-kitab yang justru diklaim oleh penduduk tetap saat ini sebagai dasar pembagian wilayah mereka. Kitab-kitab yang sebenarnya menawarkan persatuan, tapi diinterpretasikan sebagai perbedaan.
Maka tak heran jika pulau inipun semakin menyempit. Wilayah pinggiran telah tenggelam ataupun diklaim sebagai bagian dari pulau lain. Bahkan banyak penduduk pulau lain yang menyeberang kesini hanya untuk mengajak penduduk pulau ini pergi. Penduduk pulau lain yang mengajak untuk melintas batas pemikiran dan melintas batas iman.
Tangerang 28 Januari 2008
20:55 WIB
20:55 WIB
Senin, 26 Januari 2009
Menjelajah dalam Ketidakpastian
Satu hal yang sering terjadi dalam rangkaian penjelajahan saya di alam bebas adalah ketika saya harus menjelajah dalam ketidakpastian. Tidak pasti apakah jalan yang saya tempuh ini merupakan jalan yang benar menuju tujuan yang telah ditetapkan. Tidak pasti kemanakah jalan untuk kembali pulang. Beberapa orang menyebut situasi ini dengan istilah nyasar.
Yap, saya sering nyasar. Entah sudah berapa kali, yang pasti cukup sering sehingga teman-teman yang sering pergi dengan saya, juga pernah merasakan hal yang sama. Apalagi jika saya menjadi satu-satunya orang yang mengetahui jalan, atau satu-satunya orang yang bisa membaca jalan. Bahkan di tempat yang sudah pernah beberapa kali saya jelajahi, hal itu juga terjadi.
Kenapa saya bisa nyasar? Sebagai seorang yang cukup mengenal diri saya sendiri, saya bisa mengatakan bahwa salah satu penyebabnya adalah kemampuan spasial saya yang berada di bawah rata-rata. Ditambah lagi, kemampuan ini tidak saya latih, yang menyebabkan saya banyak berjalan menggunakan insting.
Sebagai informasi, kemampuan spasial adalah kemampuan seseorang untuk mempersepsi, memetakan ruang (tempat), serta mengolahnya menjadi bentuk informasi yang dapat dipergunakan. Dan kemampuan saya dalam mempersepsi ruang, terutama ruang-ruang di perkotaan dan lingkungan ramai, berada di bawah rata-rata. Ditambah lagi dengan kurang aktifnya saya dalam memetakan dan mengolah informasi ruang yang saya persepsi, menambah seringnya saya kehilangan orientasi. Terutama dalam ruang baru yang belum pernah saya kunjungi sebelumnya.
Lalu apakah kemampuan spasial ini bisa dilatih? Yap, tetapi hanya terbatas pada pemetaan dan pengolahan ruang menjadi informasi. Jika ditambah dengan pengorganisasian informasi ini dengan baik, maka seharusnya kelemahan bawaan dalam hal persepsi ini mudah diatasi. Buktinya saya cukup pandai dalam orienteering di alam bebas. Dengan menggunakan peta dan kompas, saya bisa menentukan posisi saya dengan akurasi yang cukup lumayan. Tapi masalahnya, hal ini tidak digunakan ketika saya berjalan.
Lalu faktor apalagi yang membuat saya bisa nyasar? Faktor kedua yang menyebabkan saya nyasar adalah keinginan saya untuk mencoba jalan baru. Yap, terkadang ketika terlalu sering melalui jalan yang sama kita tentu merasa bosan. Apalagi jika jalan tersebut telah menjadi jalan yang biasa dilalui orang banyak. Ditambah dengan perasaan ingin mencoba tantangan baru, maka mulailah saya bergerilya. Biasanya jika sudah begini saya akan memperlambat jalan saya, mempertajam pandangan, mencari jalan lain yang KIRA-KIRA menuju arah yang sama, menempuhnya, dan akhirnya kehilangan orientasi (nyasar).
Sedangkan faktor ketiga yang membuat saya nyasar adalah kesombongan. Hal yang saya sesali, tapi pengalamannya benar-benar membekas di hati. Faktor ini pernah membuat saya nyasar dua kali, dan keduanya merupakan pengalaman nyasar saya yang paling parah, antara hidup dan mati. Dari keduanya saya mendapatkan banyak pelajaran berbeda, walaupun ada satu pesan yang sama, yaitu JANGAN PERNAH MEREMEHKAN ALAM. Sekecil apapun kawasan alam itu, sesering apapun kita melewatinya, dan seramai apapun, 1001 kemungkinan bisa terjadi diluar sana.
Lalu, apa yang saya rasakan ketika saya nyasar? Tentu saja ketidakpastian. Suatu perasaan yang menimbulkan ketidaknyamanan. Tidak nyaman, karena dalam ketidakpastian saya tahu bahwa hal terburuk dapat saja terjadi pada saya dan teman-teman perjalanan. Bahwa perjalanan yang saya tempuh akan berujung pada kegagalan.
Tapi ketidakpastian juga dapat membunuh rasa bosan, memicu adrenalin, dan membuat indera, pikiran, serta perasaan saya menjadi lebih tajam, karena sebagai makhluk hidup, kita tentu punya insting untuk bertahan. Dan ketidakpastian juga mengajarkan saya tentang betapa pentingnya harapan, karena jika dalam ketidakpastian itu saya tidak memiliki harapan untuk bertahan dan pulang, tentu sekarang saya masih berada di tengah hutan. Menjadi manusia hutan. He2...
Yap, saya sering nyasar. Entah sudah berapa kali, yang pasti cukup sering sehingga teman-teman yang sering pergi dengan saya, juga pernah merasakan hal yang sama. Apalagi jika saya menjadi satu-satunya orang yang mengetahui jalan, atau satu-satunya orang yang bisa membaca jalan. Bahkan di tempat yang sudah pernah beberapa kali saya jelajahi, hal itu juga terjadi.
Kenapa saya bisa nyasar? Sebagai seorang yang cukup mengenal diri saya sendiri, saya bisa mengatakan bahwa salah satu penyebabnya adalah kemampuan spasial saya yang berada di bawah rata-rata. Ditambah lagi, kemampuan ini tidak saya latih, yang menyebabkan saya banyak berjalan menggunakan insting.
Sebagai informasi, kemampuan spasial adalah kemampuan seseorang untuk mempersepsi, memetakan ruang (tempat), serta mengolahnya menjadi bentuk informasi yang dapat dipergunakan. Dan kemampuan saya dalam mempersepsi ruang, terutama ruang-ruang di perkotaan dan lingkungan ramai, berada di bawah rata-rata. Ditambah lagi dengan kurang aktifnya saya dalam memetakan dan mengolah informasi ruang yang saya persepsi, menambah seringnya saya kehilangan orientasi. Terutama dalam ruang baru yang belum pernah saya kunjungi sebelumnya.
Lalu apakah kemampuan spasial ini bisa dilatih? Yap, tetapi hanya terbatas pada pemetaan dan pengolahan ruang menjadi informasi. Jika ditambah dengan pengorganisasian informasi ini dengan baik, maka seharusnya kelemahan bawaan dalam hal persepsi ini mudah diatasi. Buktinya saya cukup pandai dalam orienteering di alam bebas. Dengan menggunakan peta dan kompas, saya bisa menentukan posisi saya dengan akurasi yang cukup lumayan. Tapi masalahnya, hal ini tidak digunakan ketika saya berjalan.
Lalu faktor apalagi yang membuat saya bisa nyasar? Faktor kedua yang menyebabkan saya nyasar adalah keinginan saya untuk mencoba jalan baru. Yap, terkadang ketika terlalu sering melalui jalan yang sama kita tentu merasa bosan. Apalagi jika jalan tersebut telah menjadi jalan yang biasa dilalui orang banyak. Ditambah dengan perasaan ingin mencoba tantangan baru, maka mulailah saya bergerilya. Biasanya jika sudah begini saya akan memperlambat jalan saya, mempertajam pandangan, mencari jalan lain yang KIRA-KIRA menuju arah yang sama, menempuhnya, dan akhirnya kehilangan orientasi (nyasar).
Sedangkan faktor ketiga yang membuat saya nyasar adalah kesombongan. Hal yang saya sesali, tapi pengalamannya benar-benar membekas di hati. Faktor ini pernah membuat saya nyasar dua kali, dan keduanya merupakan pengalaman nyasar saya yang paling parah, antara hidup dan mati. Dari keduanya saya mendapatkan banyak pelajaran berbeda, walaupun ada satu pesan yang sama, yaitu JANGAN PERNAH MEREMEHKAN ALAM. Sekecil apapun kawasan alam itu, sesering apapun kita melewatinya, dan seramai apapun, 1001 kemungkinan bisa terjadi diluar sana.
Lalu, apa yang saya rasakan ketika saya nyasar? Tentu saja ketidakpastian. Suatu perasaan yang menimbulkan ketidaknyamanan. Tidak nyaman, karena dalam ketidakpastian saya tahu bahwa hal terburuk dapat saja terjadi pada saya dan teman-teman perjalanan. Bahwa perjalanan yang saya tempuh akan berujung pada kegagalan.
Tapi ketidakpastian juga dapat membunuh rasa bosan, memicu adrenalin, dan membuat indera, pikiran, serta perasaan saya menjadi lebih tajam, karena sebagai makhluk hidup, kita tentu punya insting untuk bertahan. Dan ketidakpastian juga mengajarkan saya tentang betapa pentingnya harapan, karena jika dalam ketidakpastian itu saya tidak memiliki harapan untuk bertahan dan pulang, tentu sekarang saya masih berada di tengah hutan. Menjadi manusia hutan. He2...
Tangerang, 26 Januari 2009
07:04 WIB
"Mengejar mimpi yang tak pasti..."
07:04 WIB
"Mengejar mimpi yang tak pasti..."
Minggu, 25 Januari 2009
First Thing
First Thing in The Morning...
You're The One Who I'm Thinking Of...
I Don't Know What I'm Feeling...
Or maybe This is Love...
You're The One Who I'm Thinking Of...
I Don't Know What I'm Feeling...
Or maybe This is Love...
(Alhamdu lillahil ladzi radda 'alaiya ruhi, wa 'afani fi jasadi, wa adzina li bidzikrihi)
Minggu, 18 Januari 2009
Palestina Diserang Kera
Barusan saya membaca sebuah ayat menarik di Al Quran, surat Al Baqarah ayat 65. Bunyinya seperti ini: “Dan sesungguhnya telah kamu ketahui orang-orang yang melanggar diantaramu pada hari Sabtu, lalu Kami berfirman kepada mereka: "Jadilah kamu kera yang hina.”” Ayat ini juga memiliki footnote mengenai penafsiran tentang menjadi kera. Ada ulama yang mengatakan bahwa kera disini adalah hanya berupa sifat-sifatnya, dan kaum yang dikutuk menjadi kera tersebut tidak benar-benar menjadi kera, tetapi hanya memiliki sifat-sifat seperti kera. Tetapi pendapat jumhur (sebagian besar) mufassir (ulama penafsir Al Quran) menjelaskan tentang ayat ini bahwa menjadi kera disini berarti benar-benar menjadi kera, baik penampakan, sifat, maupun perilaku.
Dan tahukan anda kaum apa yang dikutuk menjadi kera tersebut? Yap, kaum Yahudi. Ayat ini merupakan rangkaian ayat-ayat yang menjelaskan tentang kebebalan kaum Yahudi. Menjelaskan tentang rangkaian pengkhianatan mereka terhadap Nabi Musa dan nabi-nabi penerusnya. Menjelaskan tentang betapa Allah Maha Pemurah dan Maha Pengampun, karena walaupun sudah dikhianati berkali-kali, Dia tetap memberikan ampunan kepada hamba-hambaNya. Tidak heran jika kemudian kaum Yahudi ini Dikutuk menjadi kera.
Membaca ayat tersebut juga mengingatkan saya tentang banyak sekali konspirasi-konspirasi global yang dilakukan oleh kaum Yahudi ini, tentang holocaust, krisis global 1998, perang dunia 1 dan 2, dan sebagainya. Membersitkan ide dalam pikiran saya bahwa ada satu lagi konspirasi global terkait dengan ilmu pengetahuan, yaitu teori evolusi Darwin.
Teman-teman pasti masih ingat bahwa kita banyak dicekoki dengan teori evolusi, yang ujung-ujungnya menjelaskan bahwa manusia berasal dari kera. Walaupun banyak terdapat missing link, tapi teori ini tetap mendapat sambutan yang luar biasa. Walaupun sangat tidak ilmiah, tapi teori ini tetap mendapat apresiasi yang besar dari kaum ilmuwan. Bukankah ini ciri khas sebuah konspirasi, terlihat aneh dan tidak masuk akal, tetapi tetap berjalan dalam tatanan global. Yap, saya meyakini bahwa teori evolusi adalah salah satu dari konspirasi global yang dilancarkan kaum Yahudi.
Pertanyaan selanjutnya mungkin terkait dengan motivasi kaum Yahudi melancarkan teori ini. Jika teman-teman membaca lagi tulisan saya dari awal, dan meyakini kebenaran Al Quran, maka motivasi kaum Yahudi ini sangat jelas. Bahwa mereka adalah kaum yang sangat eksklusif, sangat tertutup, dan sangat menjaga kemurnian ras mereka. Bahkan mereka lebih bangga dengan ras mereka dibandingkan kebanggaan Nazi terhadap ras Arya. Dan kebanggaan terhadap ras, tentu saja menyiratkan bahwa kaum ini merupakan kaum yang sangat menghargai leluhurnya.
Ok, sudah jelas khan alur pemikiran saya tentang penjelasan konspirasi ini. Kalau belum begini alurnya: Pertama, leluhur kaum Yahudi dikutuk menjadi kera. Tentu saja tidak semuanya karena kalau iya, maka mereka saat ini tentu sudah binasa. Kedua, kaum Yahudi sangat menghargai leluhur mereka. Ketiga, dengan penghargaan yang sangat tinggi terhadap leluhurnya, dan mendapati bahwa sebagian leluhur mereka pernah dikutuk menjadi kera,, maka merekapun menyusun teori konspirasi untuk menggerakkan manusia diluar kaumnya agar menghargai kera seperti mereka. Keempat, maka diutuslah Darwin menjadi boneka mereka dalam dunia ilmiah, yang melahirkan teori evolusi, yang intinya menjelaskan bahwa manusia itu berasal dari kera.
Dan keturunan kera itu sekarang benar-benar mencoba menguasai dunia, seperti apa yang digambarkan film Planet of the Apes (jangan-jangan ini juga film konspirasi ya, hehe). Wajar jika kera mengabaikan peraturan yang ada. Wajar jika kera berbuat semaunya. Dan amat wajar jika kera-kera itu terus menyerang Palestina, karena kutukan Allah terhadap kaum Yahudi, pasti masih ada dalam sifat dan perilaku anak cucu kera tersebut. Wallahu 'alam bish showab.
Dan tahukan anda kaum apa yang dikutuk menjadi kera tersebut? Yap, kaum Yahudi. Ayat ini merupakan rangkaian ayat-ayat yang menjelaskan tentang kebebalan kaum Yahudi. Menjelaskan tentang rangkaian pengkhianatan mereka terhadap Nabi Musa dan nabi-nabi penerusnya. Menjelaskan tentang betapa Allah Maha Pemurah dan Maha Pengampun, karena walaupun sudah dikhianati berkali-kali, Dia tetap memberikan ampunan kepada hamba-hambaNya. Tidak heran jika kemudian kaum Yahudi ini Dikutuk menjadi kera.
Membaca ayat tersebut juga mengingatkan saya tentang banyak sekali konspirasi-konspirasi global yang dilakukan oleh kaum Yahudi ini, tentang holocaust, krisis global 1998, perang dunia 1 dan 2, dan sebagainya. Membersitkan ide dalam pikiran saya bahwa ada satu lagi konspirasi global terkait dengan ilmu pengetahuan, yaitu teori evolusi Darwin.
Teman-teman pasti masih ingat bahwa kita banyak dicekoki dengan teori evolusi, yang ujung-ujungnya menjelaskan bahwa manusia berasal dari kera. Walaupun banyak terdapat missing link, tapi teori ini tetap mendapat sambutan yang luar biasa. Walaupun sangat tidak ilmiah, tapi teori ini tetap mendapat apresiasi yang besar dari kaum ilmuwan. Bukankah ini ciri khas sebuah konspirasi, terlihat aneh dan tidak masuk akal, tetapi tetap berjalan dalam tatanan global. Yap, saya meyakini bahwa teori evolusi adalah salah satu dari konspirasi global yang dilancarkan kaum Yahudi.
Pertanyaan selanjutnya mungkin terkait dengan motivasi kaum Yahudi melancarkan teori ini. Jika teman-teman membaca lagi tulisan saya dari awal, dan meyakini kebenaran Al Quran, maka motivasi kaum Yahudi ini sangat jelas. Bahwa mereka adalah kaum yang sangat eksklusif, sangat tertutup, dan sangat menjaga kemurnian ras mereka. Bahkan mereka lebih bangga dengan ras mereka dibandingkan kebanggaan Nazi terhadap ras Arya. Dan kebanggaan terhadap ras, tentu saja menyiratkan bahwa kaum ini merupakan kaum yang sangat menghargai leluhurnya.
Ok, sudah jelas khan alur pemikiran saya tentang penjelasan konspirasi ini. Kalau belum begini alurnya: Pertama, leluhur kaum Yahudi dikutuk menjadi kera. Tentu saja tidak semuanya karena kalau iya, maka mereka saat ini tentu sudah binasa. Kedua, kaum Yahudi sangat menghargai leluhur mereka. Ketiga, dengan penghargaan yang sangat tinggi terhadap leluhurnya, dan mendapati bahwa sebagian leluhur mereka pernah dikutuk menjadi kera,, maka merekapun menyusun teori konspirasi untuk menggerakkan manusia diluar kaumnya agar menghargai kera seperti mereka. Keempat, maka diutuslah Darwin menjadi boneka mereka dalam dunia ilmiah, yang melahirkan teori evolusi, yang intinya menjelaskan bahwa manusia itu berasal dari kera.
Dan keturunan kera itu sekarang benar-benar mencoba menguasai dunia, seperti apa yang digambarkan film Planet of the Apes (jangan-jangan ini juga film konspirasi ya, hehe). Wajar jika kera mengabaikan peraturan yang ada. Wajar jika kera berbuat semaunya. Dan amat wajar jika kera-kera itu terus menyerang Palestina, karena kutukan Allah terhadap kaum Yahudi, pasti masih ada dalam sifat dan perilaku anak cucu kera tersebut. Wallahu 'alam bish showab.
Tangerang, 18 Januari 2009
15:10 WIB
“Terkutuklah kalian keturunan kera”
15:10 WIB
“Terkutuklah kalian keturunan kera”